Perdata_Hukumonline



Wajibkah Mengembalikan Rumah Sewa Seperti Keadaan Semula?
 
Saya menyewa rumah di sebuah komplek perumahan selama 3 tahun, karena rumah tersebut sering bocor akhirnya saya mencari rumah kontrakan baru sebelum masa kontrak berakhir (6 bulan lagi). Saya sudah berusaha menghubungi pemilik rumah via telepon berkali-kali untuk membicarakan kepindahan saya tersebut, namun tetap sulit dihubungi, akhirnya saya biarkan rumah tersebut. Saat masa kontrak rumah berakhir pemilik rumah tersebut menghubungi saya dan dia minta agar saya mengembalikan rumah seperti keadaan semula, karena pemilik rumah tersebut sudah melakukan renovasi sebesar Rp50 juta sebelum dikontrakan katanya, kalau tidak dia akan menuntut saya ke meja hijau. Apa yang harus saya perbuat? Apakah saya bisa dinilai wanprestasi? Benarkah menurut hukum saya wajib mengembalikan rumah tersebut menjadi seperti semula, sedangkan dalam perjanjian tidak ada kewajiban tersebut?  


Perjanjian sewa-menyewa adalah salah satu perjanjian yang diatur di dalamBurgerlijke Wetboek atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata("KUHPer"), sehingga dikelompokan ke dalam Perjanjian-perjanjian Bernama (Nominaatcontract). Dalam hal ini perjanjian sewa-menyewa diatur dalam Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600 KUHPer, dengan pada pokoknya perjanjian sewa menyewa adalah suatu perjanjian di mana pihak pemberi sewa terikat dengan pihak penyewa untuk memberikan kepada pihak penyewa kenikmatan atas penggunaan dan pemanfaatan dari suatu barang yang dimilikinya atau dihakinya di dalam suatu jangka waktu tertentu dan dengan pembayaran harga sewa dari pihak penyewa kepada pihak pemberi sewa untuk itu.
 
Atas bangunan rumah yang menjadi obyek sewa sebagaimana yang menjadi kasus Saudara selaku penyewa, Saudara memiliki kewajiban-kewajiban pokok sebagai berikut:
1.     Mempergunakan dan memanfaatkan bangunan rumah “seperti seorang pemilik yang baik”, yang dalam hal ini berarti berdasarkan iktikad baik, Saudara selaku penyewa harus melakukan upaya-upaya yang mungkin dilakukan (within arm’s length) untuk menjaga dan merawat bangunan rumah seperti seakan-akan Saudara adalah pemiliknya yang baik (ini adalah kewajiban utama pihak penyewa);
2.     Membayar harga sewa kepada pihak pemberi sewa dalam jumlah, nominasi, cara dan waktu seperti sebagaimana yang telah diperjanjikan dalam perjanjian sewa menyewa (ini adalah pula kewajiban utama pihak penyewa);
3.     Tanpa izin pihak pemberi sewa dan atau jika terdapat larangannya dalam perjanjian sewa menyewa, tidak menyewakan kembali seluruh atau sebagian bangunan rumah yang disewa, ataupun, mengalihkan kedudukan sebagai pihak penyewa kepada pihak ketiga lain; dan
4.     Mempergunakan dan memanfaatkan bangunan rumah sesuai dengan peruntukan dan tujuan penyewaan seperti sebagaimana yang telah diperjanjikan dalam perjanjian sewa menyewa maupun sesuai dengan peraturan perundang-undangan berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya yang berlaku.
 
Berkaitan dengan pertanyaan Saudara dan sesuai dengan kondisi bangunan rumah yang ternyata mengalami kebocoran yang terus menerus hingga memaksa Saudara untuk terpaksa pindah rumah, dengan asumsi bahwa Saudara melakukan perbaikan atas atap bangunan rumah yang bocor tersebut, harus dipastikan bahwa perbaikan atas atap yang Saudara lakukan sama sekali tidak mengubah konstruksi dari atap dan hanya memperbaiki kebocorannya saja serta tidak menimbulkan kerusakan lainnya (apalagi kerusakan yang bersifat konstruksi). Berdasarkan Pasal 1564, 1566, dan 1567 KUHPer, Saudara selaku penyewa bertanggung jawab (hanya) terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi pada bangunan rumah yang terjadi karena kesalahan Saudara atau orang lain yang tinggal di sana/diterima oleh Saudara di sana, ataupun, karena kesalahan pihak lain yang menerima pengoperan hak sewa atas sebagian atau seluruh bangunan rumah dari Saudara (berdasarkan izin dari pihak pemberi sewa). Dalam hal ini, jika Saudara tidak dapat memperbaiki kerusakan-kerusakan dimaksud, maka Saudara selaku penyewa berkewajiban untuk memberikan ganti rugi sesuai dengan kerusakan-kerusakan tersebut kepada pihak pemberi sewa.
 
Setelah berakhirnya jangka waktu sewa, secara hukum, dengan demikian Saudara selaku penyewa memang berkewajiban untuk mengembalikan bangunan rumah kepada pihak pemberi sewa sesuai seperti ketika bangunan rumah tersebut diserahkan berdasarkan perjanjian sewa menyewa oleh pemberi sewa kepada Saudara. Untuk kepastiannya, sebenarnya adalah lebih baik jika pada waktu diserahkannya bangunan rumah oleh pihak pemberi sewa kepada pihak penyewa dibuat pertelaannya yang menunjukan desain konstruksi bangunan berikut spesifikasinya dari bangunan rumah dan segala kelengkapannya (vide Pasal 1562 KUHPer). Apabila pertelaan dimaksud ternyata tidak terdapat, maka kondisi bangunan rumah berikut segala kelengkapannya pada saat diserahkan oleh pihak pemberi sewa kepada pihak penyewa harus dapat dibuktikan (vide Pasal 1563 KUHPer), dan dalam hal ini tentu saja oleh pihak pemberi sewa yang menuntutnya.
 
Berkaitan dengan kebocoran atap dari bangunan rumah tersebut yang terjadi terus menerus, sehingga Saudara selaku penyewa menjadi tidak dapat menempati dan memanfaatkannya secara baik dan nyaman sehingga Saudara terpaksa harus menyewa kembali bangunan rumah yang lain ataupun juga kebocoran atap tersebut ternyata menimbulkan kerusakan atas barang-barang milik Saudara (jika ada), secara hukum, Saudara juga berhak untuk menuntut ganti rugi atas kerugan-kerugian yang Saudara derita tersebut kepada pihak pemberi sewa (vide Pasal 1552 KUHPer).
 
Demikian jawaban ini saya sampaikan, semoga bermanfaat.
 Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk WetboekStaatsblad 1847 No. 23)
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.JUMAT, 18 MEI 2012

Komentar

Postingan Populer