-Corporate -Hukumonline
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan Saudara. Terkait pertanyaan di atas berikut yang dapat kami sampaikan:
A. Sumber Utang Piutang.
Utang piutang yang lazim dikenal dalam dunia usaha
timbul dari adanya suatu perikatan dan sebagaimana kita ketahui
perikatan itu dapat timbul dari Perjanjian dan Undang-undang (vide Pasal 1233 KUHPerdata):
Definisi perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih”
Dari perjanjian ini timbulah prestasi dan kontra
prestasi yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak berdasarkan
kesepakatan. Jika salah satu pihak melanggar perjanjian dan atau
melaksanakannya dengan tidak sempurna, maka pihak yang dirugikan akan
perbuatannya tersebut dapat memilih untuk memaksa pihak lain untuk
meneruskan perjanjian tersebut, atau meminta pembatalan perjanjian
disertai penggantian biaya kerugian dan bunga (vide Pasal 1267 KUHPerdata).
Yang kedua adalah perikatan yang yang timbul dari undang-undang sebagaimana dapat kita lihat dari ketentuan Pasal 1352 KUHPerdata yang berbunyi;
“Perikatan-perikatan yang dilahirkan demi
undang-undang, timbul dari undang-undang saja atau dari undang-undang
sebagai akibat perbuatan orang”.
Contoh perikatan yang timbul dari undang-undang seperti
dimaksud Pasal 1352 KUHPerdata adalah kewajiban kita terhadap negara
dalam hal pembayaran pajak, dan perikatan sebagai akibat perbuatan orang
adalah amar putusan hakim terkait perbuatan melanggar hukum yang
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
B. Definisi Usaha Tutup.
Mengenai usaha tutup perlu kita cermati lebih dalam apa
yang dimaksud dalam usaha tutup. Penutupan usaha memerlukan proses yang
hampir sama dengan pembentukan usaha baru. Sebagai contoh, jika kita
ingin membuat usaha baru, misalnya Perseroan Terbatas (“PT”), maka
memerlukan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM agar PT tersebut
memperoleh status badan hukum.
Hal ini juga berlaku sama jika suatu PT akan menutup
usahanya maka secara hukum harus melalui proses likuidasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 142 sampai dengan Pasal 152 UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Akhir dari proses pembubaran tersebut diberitahukan kembali kepada Menteri Hukum dan HAM.
Hal yang sama juga berlaku kepada badan usaha lainya
yang tidak berbadan hukum, yaitu diperlukan proses likuidasi guna
melindungi pihak ketiga yang tidak mengetahui adanya pembubaran badan
usaha tersebut. Jika hal ini sudah dilakukan, maka demi hukum badan
usaha tersebut sudah bisa dinyatakan bubar/tutup.
Hal sebaliknya, jika perusahaan tersebut belum
melakukan proses likuidasi dalam rangka penutupan badan usahanya, maka
demi hukum perusahan tersebut masih hidup meskipun tidak lagi
menjalankan kegiatan usahanya.
C. Kesimpulan dan Saran
Menjawab pertanyaan di atas, dengan demikian perjanjian
yang sudah disepakati kedua belah pihak berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian merupakan hubungan hukum
keperdataan sehingga akibat hukum dari tidak dilaksanakannya suatu
perjanjian mengakibatkan hukuman yang bersifat keperdataaan sebagaimana
kita lihat dalam Pasal 1267 KUHPerdata, yang berbunyi:
“Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi,
dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan akan memaksa
pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian ataukah ia akan menuntut
pembatalan perjanjian disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Perjanjian tidak dapat dibawa ke dalam ranah pidana
jika para pihak sebelum membuat suatu perjanjian telah meyakinkan tidak
adanya tipu muslihat di dalamnya dan juga jika di dalam membuat
perjanjian tersebut didasari pada iktikad baik.
Selanjutnya, kita juga perlu melihat ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata yang menjelaskan sebagai berikut:
“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak
maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada
di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”
Ketentuan Pasal 1131 KUHPer tersebut sangatlah jelas
sehingga dapat kita simpulkan bahwa utang-utang, baik itu bersumber dari
perjanjian atau surat kesangupan membayar (Promissory Note),
daripada si berutang tidaklah hapus meskipun si berutang sebagai badan
usaha sudah tidak beroperasi lagi. Hapusnya utang-utang si berutang
hanya dapat disebabkan oleh hal-hal yang diatur dalam Pasal 1381
KUHPerdata, yaitu karena:
1. Pembayaran;
2. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
3. Pembaharuan utang;
4. Perjumpaan utang atau kompensasi;
5. Percampuran utang;
6. Pembebasan utang;
7. Musnahnya barang yang terutang;
8. Kebatalan atau pembatalan;
9. Berlakunya suatu syarat batal; dan
10. Lewatnya waktu.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kami sarankan
Saudara untuk melakukan proses likuidasi terhadap badan usaha yang
sudah berhenti operasi tersebut. Hal ini guna mendapatkan kepastian
hukum akan status badan usaha tersebut. Likuidasi juga dapat membantu
merestrukturisasi utang-utang perusahan yang belum terbayarkan dan juga
menghentikan kewajiban badan usaha terhadap Negara (pembayaran pajak).
Instrumen hukum lainnya yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan permohonan kepailitan sebagaimana diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang mana segala pengurusan dan pemberesan akan utang-utang dari si berutang akan dilakukan oleh kurator.
Semoga penjelasan kami di atas dapat membantu Saudara.
Dasar hukum:
@klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.Sabtu, 12 Mei 2012
Komentar
Posting Komentar