-Corporate-Hukumonline


PT PMA 
 
Bila sebuah PT A yang adalah sebuah PMA modal patungan (joint venture) antara Perusahaan Asing dan Perusahaan Nasional melakukan ekspor barang ke luar negeri tanpa sepengetahuan Perusahaan Nasional yang merupakan salah satu pemegang saham PT A tersebut, bagaimana tindakan hukumnya, saya minta pendapatnya, beserta sanksi, dan peraturan yg mengaturnya, terima kasih.


Jawaban:
Dalam kasus yang anda tanyakan, secara umum, anda dapat melihatnya paling tidak dari 2 (dua) sisi, yaitu: (i) aspek kontrol dan tanggung jawab operasi usaha PT A dikaitkan dengan ketentuan JVA dan Anggaran Dasar PT A, dan (ii) aspek bidang dan kegiatan usaha PT A dikaitkan dengan ketentuan izin-izin usaha yang diperoleh PT A. Agar lebih jelas, maka diuraikan dulu apa yang dimaksud dengan masing-masing hal itu, yaitu:
Dari sisi yang pertama:
(i)      Struktur kerjasama bisnis berdasarkan JVA masing-masing pihak di dalamnya pada dasarnya akan mengatur permasalahan kontrol dan tanggung jawab operasi usaha PT PMA, dalam hal ini yaitu PT A. Dimulai dengan perhitungan besaran kontrol dari jumlah perbandingan penyertaan modal saham. Hasilnya adalah komposisi pemilikan saham dari para pemegang saham. Ada pemegang saham mayoritas dan ada minoritas. Biasanya investor/pihak Indonesia menjadi pemegang saham minoritas. Asumsikan dalam kasus anda adalah demikian. Komposisi pemilikan saham demikian diterapkan langsung dan seketika di tingkat kebijakan kontrol pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai organ dengan kekuasaan tertinggi. Pelaksanaan atas keputusannya didasarkan pada perhitungan hak suara dimana pada dasarnya satu saham adalah satu hak suara.
(ii)      Tingkat kebijakan kontrol kedua ada pada komposisi susunan Direksi sebagai pengurus dan Komisaris sebagai pengawas. Biasanya, komposisi susunan di tingkat tersebut merefleksikan 'kebijakan kontrol' atas komposisi pemilikan saham. Bila komposisi pemilikan saham 70% Asing: 30% Indonesia, maka berapa pun jumlah anggota Direksi dan Komisaris yang disepakati akan merefleksikan perbandingan yang sama. Area tanggung jawab pun pada tingkat Direksi biasanya 'terimbas' pula. Dalam kasus dengan asumsi tersebut, posisi Direktur Utama dan Direktur Keuangan biasanya menjadi posisi strategis dan milik pihak Asing.
Dari sisi yang kedua:
Dari sisi PT A, harus diketahui dulu bahwa setiap perusahaan yang bertujuan menghasilkan laba harus mempunyai 'maksud dan tujuan', dalam hal ini artinya adalah 'bidang usaha', agar tujuan menghasilkan laba tercapai. Tidak terkecuali bentuk badan usaha PT, atau dalam hal ini PT PMA: "PT A". Bidang usaha PT A merupakan tujuan dan karenanya merupakan kepentingan PT A serta sekaligus merupakan batasan wewenang Direksi sebagai badan pengurus mewakili dan menjalankan usaha PT A.
Dari sisi pemerintah sebagai regulator, harus diketahui dulu bahwa setiap usaha/bisnis dengan bidang usaha tertentu harus ada mekanisme kontrol dari regulator, termasuk penggunaan instrumen kontrol. Izin-izin usaha (sekaligus registrasi) untuk bidang-bidang tertentu yang diberikan oleh regulator kepada pelaku usaha/bisnis adalah instrumen kontrol yang paling dasar (atau paling universal) untuk digunakan. Di samping itu, tidak kalah pentingnya juga adalah penggunaan oleh regulator atas instrumen laporan dan pemberitahuan. Area mekanisme kontrol pada dasarnya diadministrasikan berdasarkan sistem dan struktur administrasi per bidang usaha. Tiap area mekanisme kontrol dapat saling dihubungkan atau terhubungkan satu sama lain.
Aspek-aspek hukum:
Berangkat dari pertimbangan atas kedua sisi di atas dan fakta-fakta yang terurai dalam pertanyaan anda, pada dasarnya, harus dilihat apakah kegiatan ekspor di atas telah sesuai dengan maksud dan tujuan yang diatur dalam JVA dan atau Anggaran Dasar dan kewenangan yang diberikan berdasarkan izin-izin usaha yang diperoleh. Bila ya, apakah kegiatan tersebut memerlukan persetujuan (atau 'kontrol') dari organ PT A lain, misalnya Komisaris dan atau RUPS, sesuai dengan ketentuan JVA dan atau Anggaran Dasar? Bila jawabannya adalah ya, dan dalam hal Direksi sebagai pengurus dan Komisaris sebagai pengawas telah memenuhi syarat dan ketentuan yang ada tersebut, maka dapat dikatakan tidak alasan 'tidak adanya pengetahuan' dari pihak Indonesia, dan Direksi sebagai pengurus dapat berdalil telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan kepentingan PT A. Sejalan dengan hal itu, apakah kegiatan tersebut diketahui oleh wakil-wakil pihak Indonesia yang duduk pada tingkat Direksi dan Komisaris. Bila tidak, harus diketahui alasan dia tidak 'tahu'. Atau malah mungkin tidak ada wakil-wakil pihak Indonesia sama sekali pada tingkat Direksi atau Komisaris?!
Anggap saja kegiatan ekspor itu merupakan pelanggaran. Maka paling tidak ada 2 (dua) kemungkinan macam pelanggaran, yaitu: (i) suatu pelanggaran terhadap JVA dan atau Anggaran Dasar PT A; dan (ii) suatu pelanggaran terhadap kewenangan yang termaktub dalam izin-izin usaha (termasuk izin ekspor) berdasarkan peraturan yang ada.
Jadi, dalam kasus anda tidak hanya permasalahan pidana saja melainkan dapat juga merupakan permasalahan perdata (artinya, pelanggaran terhadap ketentuan JVA dan atau Anggaran Dasar serta ketentuan Undang-Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas). Tentunya hal itu dilihat dari sudut kepentingan pihak Indonesia sebagai pemegang saham PT.A.
@klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.Jumat, 24 Agustus 2001

Komentar

Postingan Populer