-Corporate -Hukumonline
Jawaban:
Merger
(penggabungan badan usaha) baru dikatakan mengakibatkan praktek
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat jika badan usaha hasil merger itu melakukan:
1. Perjanjian yang dilarang,
misalnya praktek oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah,
pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, dan lain-lain yang diatur dalam pasal 4 sampai pasal 16 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU 5/1999”)
2. Kegiatan yang dilarang, misalnya praktek monopoli, praktek monopsoni, persekongkolan, dan lain-lain yang diatur dalam pasal 17 sampai pasal 24 UU 5/1999.
3. Penyalahgunaan posisi dominan. Posisi dominan artinya keadaan di mana pelaku
usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam
kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai
posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan
dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan,
serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau
jasa tertentu. Adapun penyalahgunaan posisi dominan misalnya jabatan
rangkap, pemilikan saham, dan lain-lain sebagaimana diatur dalam pasal 25 sampai pasal 27 UU 5/1999.
Dalam menilai apakah dalam suatu merger telah terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, bukan hanya besarnya pangsa pasar yang dijadikan ukuran. Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan
Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang
Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat (“PP 57/2010”) menyatakan bahwa penilaian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”) mengenai apakah suatu merger mengakibatkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat adalah:
1. Konsentrasi pasar
2. Hambatan masuk pasar artinya mengidentifikasi hambatan masuk pasar (entry barrier) dalam pasar yang bersangkutan. Dalam pasar dengan entry barrier rendah, merger cenderung tidak menimbulkan dugaan praktek monopoli. Sebaliknya, dalam pasar dengan entry barrier yang tinggi, merger cenerung mengarah pada praktek monopoli.
3. Potensi perilaku anti persaingan artinya jika merger
melahirkan satu pelaku usaha yang relatif dominan terhadap pelaku usaha
lainnya di pasar, memudahkan pelaku usaha tersebut untuk
menyalahgunakan posisi dominannya.
4. Efisiensi yaitu jika merger
dilakukan dengan alasan untuk efisiensi perusahaan. Dalam hal ini,
perlu dilakukan perbandingan antara efisiensi yang dihasilkan dengan
dampak anti-persaingan yang dicapai dalam merger tersebut. Jika nilai dampak anti-persaingan melampaui nilai efisiensi yang dihasilkan merger, maka persaingan yang sehat akan lebih diutamakan dibanding mendorong efisiensi bagi pelaku usaha.
5. Kepailitan artinya yaitu jika merger
dilakukan dengan alasan menghindari terhentinya badan usaha tersebut
beroperasi di pasar. Jika kerugian konsumen lebih besar bila badan usaha
tersebut keluar dari pasar, maka merger tersebut tidak berpotensi menimbulkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Jadi, penguasaan pangsa pasar bukanlah satu-satunya hal yang menyebabkan suatu merger dikatakan menyebabkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Demikian yang kami ketahui, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
2. Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan
atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang
Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
@klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.Jumat, 01 Oktober 2010
Komentar
Posting Komentar