Perusahaan_Hukumonline
Rabu, 18 Mei 2011
Peraturan Pelaksana UU Perseroan
Terbatas
Dear
Hukumonline. Apa saja PP dari UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?
Dan apakah PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas masih berlaku mengingat PP tersebut produk
dari UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UU PT yang lama)? Mohon
bantuannya. Gracias.
Peraturan
Pemerintah (“PP”) No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas (“PP 27/98”) memang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No. 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas (“UU 1/95”). Akan tetapi, sepanjang belum
diterbitkannya PP baru yang mencabut berlakunya PP tersebut dan menggantikannya
dalam mengatur mengenai penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan,
maka PP tersebut tetap berlaku.
Pengaturan mengenai penggabungan, peleburan dan
pengambilalihan ini sebenarnya tidak hanya diatur dalam PP di bawah UUPT. Tapi,
juga diatur dalam PP
No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan
Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (“PP 57/2010”). PP 57/2010 diterbitkan sebagai peraturan pelaksanaan dari UU No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Mengenai
PP dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan UU No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) dapat Anda lihat di sini.
Mengenai PP yang mengatur penggabungan. peleburan dan
pengambilalihan perseroan ini Anda dapat menyimak beberapa artikel di bawah
ini:
Selain PP 27/98, ada juga PP
lainnya yang juga peraturan pelaksanaan dari UU 1/95 yaitu yang mengatur
mengenai pemakaian nama Perseroan Terbatas. Yakni PP No. 26 Tahun
1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas yang juga masih digunakan
sampai saat ini.
Demikian jawaban dari kami, semoga
bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Setiap
artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum,
atau facebook Klinik Hukumonline.
Jumat, 05 Maret 2010
Peningkatan Modal Perusahaan
Bagaimana
pengaturan mengenai peningkatan modal melalui aset selain saham? Apakah itu
diperbolehkan?
Peningkatan
modal selain saham yang disetor dalam bentuk uang, bisa juga dengan inbreng
atau pemasukan dalam perusahaan; yaitu memasukkan barang sebagai modal, dinilai
dengan uang dan dijadikan saham.
Berdasarkan
pasal 34 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT),
penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam
bentuk lainnya. Yang dimaksud bentuk lainnya, yaitu:
-
baik berupa benda berwujud maupun
benda tidak berwujud,
-
dapat dinilai dengan uang,
-
secara nyata telah diterima oleh
Perseroan,
-
penyetoran saham dalam bentuk lain
selain uang harus disertai rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis
atau macam, status, tempat kedudukan, dan lain-lain yang dianggap perlu demi
kejelasan rnengenai penyetoran tersebut.
Demikian menurut penjelasan pasal 34
ayat (1) UU PT.
Dalam
hal ini, penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang
ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi
dengan Perseroan (pasal 34 ayat [2] UU PT).
Apabila
penyetoran saham dimaksud dalam bentuk benda tidak bergerak, harus diumumkan
dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari
setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran
saham tersebut (pasal 34 ayat [3] UU PT).
Demikian sejauh yang kami ketahui.
Semoga bermanfaat.
Setiap artikel jawaban Klinik
Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik
Hukumonline.
Jumat, 09 November 2012
Pengurusan Perseroan Jika Direksi
Meninggal
Pimpinan
sebuah PT melakukan perikatan utang piutang dengan CV. Kemudian, pimpinan PT
tersebut meninggal dunia sebelum CV melunasi utangnya pada PT tersebut, dan
terjadi penggantian pimpinan baru PT tersebut. Apakah tanggung jawab yang
dilakukan pimpinan lama tersebut dapat dialihkan kepada pimpinan yang baru?
Bagaimana pula caranya? Mohon pencerahannya, terima kasih.
Berdasarkan
penjelasan Anda, karena tidak disebutkan siapa para pihak dalam perjanjian
utang piutang dan tidak disebutkan apa yang Anda maksud dengan pimpinan PT,
maka kami asumsikan bahwa PT yang Anda maksud adalah Perseroan Terbatas (“PT”)
dan para pihak dalam utang piutang tersebut adalah PT dan CV, serta pimpinan PT
yang Anda maksud adalah Direksi PT. Selain itu Anda tidak menyebutkan apakah
hanya ada 1 (satu) atau lebih dari 1 (satu) orang Direksi PT.
Dalam
hal ada beberapa orang anggota Direksi PT, berdasarkan Pasal 98 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (“UUPT”), Direksi berwenang untuk mewakili PT baik di dalam maupun
di luar pengadilan, dan dalam hal terdapat lebih dari satu orang anggota
Direksi, maka setiap anggota Direksi berwenang untuk mewakili PT (perwakilan
kolegial).
Sistem
perwakilan kolegial ini akan terlihat jika dalam suatu PT terdapat lebih dari
satu orang Direksi (Pasal 92 ayat (3) UUPT). Dalam hal ada lebih dari
satu orang Direksi, maka apabila salah satu berhalangan, PT tersebut masih
dapat diwakili oleh Direksi lainnya (tetapi tetap harus melihat pada ketentuan
Anggaran Dasar (“AD”) mengenai pengaturan pembagian tugas antara anggota
Direksi).
Berdasarkan hal tersebut, maka semua
anggota Direksi bertanggung jawab atas perikatan yang dibuat oleh anggota
Direksi yang mengikat PT. Dengan pengecualian pada Pasal 97 ayat (3) UUPT,
bahwa setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas
kerugian PT apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan
tugasnya. Tugas Direksi sendiri berdasarkan Pasal 92 ayat (1) jo. Pasal 97
ayat (2) UUPT adalah menjalankan pengurusan PT untuk kepentingan PT dan
sesuai dengan maksud dan tujuan PT dengan iktikad baik dan penuh tanggung
jawab.
Sedangkan, dalam hal hanya ada satu
orang anggota Direksi, apabila Direksi tersebut berhalangan, maka berdasarkan
AD atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris yang akan melaksanakan tugas pengurusan
PT (Pasal 118 UUPT beserta penjelasannya) atau orang lain sebagaimana
diatur lebih lanjut dalam AD. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 107
UUPT yang mengatakan bahwa dalam AD diatur ketentuan mengenai:
a. tata cara pengunduran diri anggota
Direksi;
b. tata cara pengisian jabatan anggota
Direksi yang lowong; dan
c. pihak yang berwenang menjalankan
pengurusan dan mewakili Perseroan dalam hal seluruh anggota Direksi berhalangan
atau diberhentikan untuk sementara.
Sebagaimana
dijelaskan dalam artikel Bagaimana Pengurusan Perseroan Jika Direksi
Terkena Stroke?, menurut M. Yahya Harahap
dalam buku “Hukum Perseroan Terbatas” (hal. 435), untuk mengatasi
kevakuman atau kekosongan jabatan jika direksi berhalangan secara
temporer/sementara atau permanen, perseroan harus mengantisipasinya dalam AD
dengan jalan mengatur ketentuan, siapa atau pihak mana ataupun organ mana yang
berwenang bertindak menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan yang
ditentukan Pasal 92 ayat (1) UUPT serta siapa yang berwenang mewakili perseroan
ke dalam dan keluar sesuai dengan ketentuan Pasal 98 ayat (1) UUPT.
Hal tersebutlah yang membedakan
antara PT dengan CV. Dalam CV, perikatan yang dibuat oleh sekutu pengurus CV
akan mengikatnya hingga harta pribadi yang bersangkutan. Ini karena CV bukanlah
badan hukum seperti PT. Lebih lanjut Anda dapat membaca artikel-artikel
berikut:
Sehingga dalam kasus Anda
(baik dalam PT tersebut hanya ada 1 (satu) orang Direksi atau lebih dari 1
(satu) orang Direksi) walaupun Direksi, yang menandatangani perjanjian utang
piutang dengan CV, telah meninggal, perjanjian tersebut tetap mengikat PT yang
bersangkutan dan pihak CV karena yang terikat dalam perjanjian tersebut adalah
PT itu sendiri (Direksi hanya menjalankan tugasnya mewakili PT). Direksi PT
yang menggantikan Direksi yang telah meninggal tersebut, berwenang mengambil
segala tindakan dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab mewakili PT untuk
memastikan pihak CV selaku debitur memenuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian
tersebut (melunasi utangnya).
Lebih lanjut mengenai
kewenangan dan tanggung jawab Direksi, dapat Anda baca pada artikel-artikel
berikut ini:
Demikian jawaban dari kami, semoga
bermanfaat.
Dasar hukum:
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum
dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik
Hukumonline.
Rabu, 05 Agustus 2009
Pengurusan Perseroan
bilamana masa jabatan direksi dan
komisaris berakhir, siapakah yang berwenang melakukan pengurusan perseroan?
apakah direksi dan komisaris (demisioner) masih boleh melakukan pengurusan
termasuk melakukan panggilan RUPS untuk RUPS menentukan pengganti pengurus yang
baru? mohon penjelasan (doktrin hukumnya) ... terima kasih.
bambangw
Jawaban:
Direksi adalah Organ
Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan
untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta
mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar (lihat Pasal 1 angka 5 UU No. 40/2007 tentang
Perseroan Terbatas atau UU PT).
Dewan komisaris
adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau
khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi (lihat
Pasal 1 angka 6 UU PT).
Bila masa jabatan
Direksi dan komisaris telah berakhir, maka berakhir pula segala hak dan
tanggung jawab mereka pada Perseroan. Direksi baru lah yang akan bertanggung
jawab penuh atas pengurusan perseroan dan Komisaris yang baru yang akan
bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat pada direksi.
Dalam penyelenggaraan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) untuk menentukan pengganti pengurus yang baru, maka saat
itu status direksi dan komisaris belum demisioner. RUPS (termasuk direksi dan
komisaris yang akan berakhir) menentukan pergantian pengurus Perseroan untuk
menentukan kepengurusan yang baru. Penyelenggaraan RUPS untuk penggantian
Direksi dan Komisaris karena berakhir masa jabatannya dilakukan dalam RUPS Tahunan
(bukan RUPS Luar Biasa). Hal tersebut merupakan fiduciary duties dari
Direksi dan Komisaris (lihat Pasal 78, Pasal 79, Pasal 94, dan Pasal 111
UU PT).
Setiap
artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter
Komentar
Posting Komentar