Perusahaan_Hukumonline
Sabtu, 14 Januari 2012
Akuisisi
Perusahaan Berbentuk CV
Bagaimana caranya suatu perseroan
terbatas mengakuisisi suatu perusahaan berbentuk CV? Apa saja persyaratan yang
harus dipenuhi dalam akuisisi tersebut. Atas jawabannya, terima kasih.
Kata
akuisisi atau pengambilalihan sudah biasa digunakan ketika membicarakan suatu
Perseroan Terbatas (“PT”). Definisi pengambilalihan menurut Pasal 1 angka 11
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) adalah “perbuatan hukum yang
dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham
Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.”
Jadi, sudah terdapat pengaturan yang secara khusus mengatur pengambilalihan
suatu PT. Tetapi, sampai saat ini tidak ada pengaturan perundang-undangan yang
secara khusus mengatur pengambilalihan perusahaan berbentuk Commanditaire
vennootschap (“CV”).
Menurut
Buku Merger, Konsolidasi, Akuisisi, & Pemisahaan Perusahaan Cara Cerdas
Mengembangkan & Memajukan Perusahaaan karangan Iswi Hariyani et.al.,
dijelaskan bahwa akuisisi dapat dilakukan atas saham atau aset milik perusahaan
target. Selain itu, menurut Iswi Hariyani, akuisisi dapat dilakukan oleh PT
kepada CV.
Walaupun
tidak lazim dilakukan, namun menurut Buku Hukum Perusahaan Indonesia
karangan Abdulkadir Muhammad (hal. 97), modal persekutuan komanditer
dapat dibagi atas saham-saham. Persekutuan semacam ini tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD”), tetapi tidak dilarang oleh
peraturan perundang-undangan. Pembentukan modal dengan menerbitkan saham
dibolehkan (lihat Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”). Dalam kasus Anda, apabila CV yang
hendak diakuisisi merupakan CV yang menerbitkan sahamnya, maka suatu PT dapat
juga membeli saham tersebut.
Namun,
menurut hemat kami, pembelian saham CV ini tidak akan menyebabkan beralihnya
pengendalian atas CV tersebut. Karena modal dari CV sebagaimana diatur Pasal
1618 KUHPer adalah berdasarkan pada “pemasukan/inbreng” dari para
sekutunya. Sebagaimana dijelaskan Rudhi Prasetya dalam buku “Maatschap Firma
dan Persekutuan Komanditer” (hal. 13), wujud dari inbreng tersebut
tidak mutlak harus dalam bentuk uang, namun dapat pula dalam bentuk barang atau
kerajinan. Maka pembelian saham dalam CV tidak akan secara otomatis
mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap CV. Hal ini berbeda dengan
pengaturan mengenai modal dari suatu PT, dalam PT modal seluruhnya terbagi atas
saham, sehingga pengambilalihan saham yang melebihi 50 persen akan secara
otomatis akan mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap PT (lihat Pasal
125 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 1 UUPT).
Cara lain
yang dapat digunakan untuk mengambilalih kepemilikan CV adalah dengan secara
langsung ikut serta sebagai sekutu CV. Namun, sebagaimana dijelaskan Rudhi
Prasetya (Hal. 37), pada umumnya ikatan dalam CV sangat pribadi. Maka
penembahan sekutu hanya dapat dilakukan dengan sepertujuan seluruh sekutu. Lagi
pula, yang terpenting dalam CV sepenuhnya diliputi oleh hukum perjanjian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1313 KUHPer. Hal ini dalam praktik lalu
dibuatkan akta “pemasukan” yang pada intinya berisi pernyataan persetujuan
sekalian sekutu dengan masuknya sekutu baru, dan perubahan pasal-pasal dalam
anggaran dasar bertalian dengan masuknya sekutu baru.
Lebih
lanjut, Rudhi Prasetya menegaskan, penerimaan masuknya seorang sekutu baru itu
harus dengan sepersetujuan sekalian sekutu lainnya dan tidak dapat atas
pemungutan suara (voting), atas dasar alasan Pasal 1313 KUHPer.
Selain
itu, karena berdasar Pasal 19 KUHD suatu CV haruslah didirikan oleh
orang, maka suatu PT sebagai badan hukum tidak dapat secara langsung ikut
menjadi sekutu CV. Apabila sebuah PT hendak mengendalikan CV, yang dapat PT
tersebut lakukan adalah membuat perjanjian dengan para sekutu CV, untuk
mengangkat seorang sekutu yang mewakili PT tersebut di dalam CV. Misalnya,
berdasarkan perjanjian tersebut, seorang direksi PT diangkat menjadi sekutu CV.
Jadi dasar hubungan antara PT dengan CV, PT dengan wakilnya di CV, dan antara
CV dengan para sekutunya adalah berdasarkan pada perjanjian.
Demikian
yang kami ketahui, semoga membantu.
Dasar
hukum:
2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel Voor
Indonesie, Staatsblad tahun 1847 No. 43);
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum
dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik
Hukumonline.
Jumat, 23 November 2001
Akuisisi
perusahaan telekomunikasi
Bisakah badan hukum asing
mengakuisisi perusahaan telekomunikasi indonesia seperti PT.Telkom, tbk.
misalnya, hingga memiliki 100% saham ?
Berdasarkan peraturan yang berlaku dalam kegiatan investasi asing, suatu
badan hukum asing dimungkinkan untuk memiliki tidak lebih dari 95% saham
perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi. Namun perlu diperhatikan
pula bahwa terdapat pula ketentuan kepemilikan saham yang dikeluarkan oleh
instansi teknis terkait, dalam hal ini Departemen Perhubungan. Sepengetahuan
kami, Departemen Perhubungan, dalam dokumen yang dikenal dengan nama "blue
print" sektor telekomunikasi, masih membatasi kepemilikan asing sampai
dengan 35% saham perusahaan telekomunikasi. Memang kedua ketentuan ini
bertentangan dan sepengetahuan kami, peran instansi teknis cukup besar karena
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mensyaratkan perolehan ijin usaha dari
instansi teknis terkait dalam hal pengambilalihan tersebut.
Selain itu, untuk dapat menjawab pertanyaan anda, perlu pula dikaji
apakah perusahaan yang akan diambil alih adalah: (i) perusahaan penanaman modal
asing (PMA) atau bukan; dan (ii) perusahaan publik (terbuka) atau non-publik
(tertutup). Apabila status perusahaan yang akan diambil alih bukan PMA, maka
perusahaan yang bersangkutan harus mengajukan perubahaan status menjadi PMA
kepada BKPM. Jika perusahaan itu adalah perusahaan terbuka, maka perusahaan
yang akan diambil alih tidak perlu mengajukan perubahan, cukup pengambil alihan
tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum pasar modal yang berlaku.
Ketentuan tersebut antara lain tentang penawaran tender atau pengambilalihan,
tergantung pada prosentase saham yang akan diambilalih dan kontrol atas
perusahaan yang bersangkutan.
Permasalahan ini cukup pelik mengingat besarnya peran 'kebijakan' dari
instansi terkait. Oleh karena itu, jika anda memerlukan nasihat hukum,
sebaiknya menghubungi pengacara atau konsultan hukum yang kompeten (lihat di Direktori hukumonline.com)
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum
dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik
Hukumonline.
Jumat, 31 Desember 1999
Akuisisi
Perusahaan Terbuka
Peraturan dan hal-hal apa sajakah
yang perlu diperhatikan dalam hal akuisisi perusahaan terbuka, terutama apabila
akuisisi tersebut merupakan internal akuisisi? Terimakasih banyak!
Terdapat empat Peraturan Bapepam
yang harus diperhatikan apabila akan melakukan akuisisi sebuah perusahaan
terbuka, yakni :
- Peraturan Bapepam No. IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu
- Peraturan Bapepam NO. IX.E.2 tentang Transakis Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama
- Peraturan Bapepam No.IX.H.1 tentang Pengambil Alihan Perusahaan Terbuka
- Peraturan Bapepam NO.X.K.1 tentang Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik.
Apabila
akan melakukan akuisisi internal, maka yang harus diperhatikan adalah mengenai
persetujuan RUPS Independen. Ketentuannya mengacu pada Peraturan Bapepam
No. IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu. Persetujuan
tersebut dimaksudkan untuk melindungi pemegang saham independen agar mereka
dapat menolak suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan.
Selain itu
juga, perusahaan sebagai pengendali baru wajib melakukan penawaran tender untuk
membeli seluruh sisa saham publik perusahaan yang telah diakuisisi. Kewajiban
penawaran tender ini bertujuan agar pemegang saham publik yang tidak setuju
perusahaannya diambil alih mendapat kesempatan untuk menjual saham mereka.
Adapun
harga pelaksanaan penawaran tender mengacu pada peraturan Bapepam No.IX.H.1
angka 12 tentang Pengambil Alihan Perusahaan Terbuka, yakni :
- Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara langsung atas saham Perusahaan Terbuka yang tidak tercatat dan tidak diperdagangkan di Bursa Efek, maka harga pelaksanaan Penawaran Tender paling kurang sebesar harga Pengambilalihan yang sudah dilakukan atau paling kurang sebesar harga wajar yang ditetapkan oleh Penilai. Harga tersebut harus diambil harga yang paling tinggi
- Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara langsung atas saham Perusahaan Terbuka yang tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek namun selama 90 (sembilan puluh) hari atau lebih sebelum pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a atau sebelum pengumuman negosiasi sebagaimana dimaksud angka 7, tidak diperdagangkan di Bursa Efek atau dihentikan sementara perdagangannya oleh Bursa Efek, maka harga pelaksanaan Penawaran Tender adalah paling kurang sebesar harga rata-rata dari harga tertinggi perdagangan harian di Bursa Efek dalam waktu 12 (dua belas) bulan terakhir yang dihitung mundur dari hari perdagangan terakhir atau hari dihentikan sementara perdagangannya, atau harga Pengambilalihan yang sudah dilakukan. Harga tersebut harus diambil harga yang paling tinggi
- Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara langsung atas saham Perusahaan Terbuka yang tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek, maka harga pelaksanaan Penawaran Tender paling kurang sebesar harga rata-rata dari harga tertinggi perdagangan harian di Bursa Efek selama 90 (sembilan puluh) hari terakhir sebelum pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a atau sebelum pengumuman negosiasi sebagaimana dimaksud angka 7, atau harga Pengambilalihan yang sudah dilakukan. Harga tersebut harus dipilih harga yang lebih tinggi
- Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara tidak langsung atas saham Perusahaan Terbuka yang tidak tercatat dan tidak diperdagangkan di Bursa Efek, maka harga pelaksanaan Penawaran Tender sekurang-kurangnya sama dengan harga wajar yang ditetapkan oleh Penilai
- Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara tidak langsung atas saham Perusahaan Terbuka yang tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek namun selama 90 (sembilan puluh) hari atau lebih sebelum pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a atau sebelum pengumuman negosiasi sebagaimana dimaksud angka 7, tidak diperdagangkan di Bursa Efek atau dihentikan sementara perdagangannya oleh Bursa Efek, maka harga pelaksanaan Penawaran Tender paling kurang sebesar harga rata-rata dari harga tertinggi perdagangan harian di Bursa Efek dalam waktu 12 (dua belas) bulan terakhir yang dihitung mundur dari hari perdagangan terakhir atau hari dihentikan sementara perdagangannya
- Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara tidak langsung atas saham Perusahaan Terbuka yang tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek, maka harga pelaksanaan Penawaran Tender paling kurang sama dengan harga ratarata dari harga tertinggi perdagangan harian di Bursa Efek selama 90 (sembilan puluh) hari terakhir sebelum pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a atau sebelum pengumuman negosiasi sebagaimana dimaksud dalam angka 7.
Demikian
sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.
Peraturan
perundang-undangan terkait :
- Peraturan Bapepam No. IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu
- Peraturan Bapepam NO. IX.E.2 tentang Transakis Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama
- Peraturan Bapepam No. IX. H.1 tentang Pengambil Alihan Perusahan Terbuka
- Peraturan Bapepam No.X.K.1 tentang Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik.
Setiap artikel jawaban Klinik
Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik
Hukumonline.
Senin, 11 April 2011
Akuisisi
Perusahaan Tertutup
Apabila sebuah perusahaan patungan
PMA ingin mengakuisisi sebuah perusahaan tertutup bagaimana prosesnya? Apa
dampaknya bagi pemegang saham tertutup tersebut serta bagaimana dengan
komposisi saham di perusahaan PMA tersebut?
I. Untuk melakukan akuisisi, ada
kepentingan-kepentingan yang wajib diperhatikan yaitu kepentingan:
1. Perseroan, pemegang saham minoritas,
karyawan Perseroan;
2. kreditor dan mitra usaha lainnya
dari Perseroan; dan
3. masyarakat dan persaingan sehat
dalam melakukan usaha.
Berdasarkan
Pasal 125 ayat [1] UUPT, akuisisi (pengambilalihan) dilakukan
dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan
dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas (“PT”).
Dalam
buku “Hukum Perseroan Terbatas” (hal. 510), M. Yahya harahap,
S.H. menyatakan bahwa menurut hukum, saham Perseroan yang dapat diambil
alih adalah saham yang telah ditempatkan dan disetor (geplaats en gestort
aandeel, subscribed and paid-up share). Akan tetapi, dapat juga terhadap
saham yang belum dikeluarkan atau yang akan dikeluarkan (aandelen in
portefeulle) atau saham portefel (portpolio).
Cara
pengambilalihan saham perseroan ini dapat dilakukan dengan:
A. melalui Direksi Perseroan, atau
B. langsung dari pemegang saham.
(lihat
Pasal 125 ayat [1] UUPT)
A. Melalui Direksi Perseroan
(1) Pihak yang Akan Mengambil Alih Menyampaikan
Maksudnya (lihat Pasal 125 ayat [5] UUPT);
(2) Menyusun Rancangan Pengambilalihan (lihat Pasal
125 ayat [6] UUPT jo. Pasal 26 ayat [3] PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas) yang memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan dari
Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
b. alasan serta penjelasan Direksi
Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil
alih;
c. laporan keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku terakhir dari
Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
d. tata cara penilaian dan konversi
saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila
pembayaran Pengambilalihan dilakukan dengan saham;
e. jumlah saham yang akan diambil alih;
f. kesiapan pendanaan;
g. neraca konsolidasi proforma
Perseroan yang akan mengambil alih setelah Pengambilalihan yang disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h. cara penyelesaian hak pemegang saham
yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan;
i. cara penyelesaian status, hak dan
kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan dari Perseroan yang
akan diambil alih;
j. perkiraan jangka waktu pelaksanaan
Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari
pemegang saham kepada Direksi Perseroan;
k. rancangan perubahan anggaran dasar
Perseroan hasil Pengambilalihan apabila ada.
(3) Mendapat Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham
(“RUPS”) (lihat Pasal 127 ayat [1] UUPT).
(4) Wajib Mengumumkan Ringkasan Rancangan
Pengambilalihan (lihat Pasal 127 ayat [2] dan ayat [3] UUPT).
Sebelum RUPS diselenggarakan untuk membicarakan Rancangan
Pengambilalihan, Ringkasan Rancangan Pengambilalihan wajib terlebih dahulu
“diumumkan” oleh Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan yang akan
diambil alih (Hukum Perseroan Terbatashal. 514):
·Diumumkan paling sedikit dalam 1
(satu) Surat Kabar;
·Mengumumkan secara tertulis kepada
Karyawan Perseroan yang akan mengambil alih;
·Pengumuman dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS;
·Pengumuman wajib memuat
“pemberitahuan” bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh Rancangan
Pengambilalihan di kantor Perseroan, sejak tanggal pengumuman sampai tanggal
RUPS diselenggarakan.
(5) Kreditor
Berhak Mengajukan Keberatan (lihat Pasal 127 ayat [4] UUPT).
(6) Rancangan Pengambilalihan Dituangkan ke Dalam Akta
Pengambilalihan (lihat Pasal 128 UUPT).
(7) Salinan Akta Pengambilalihan Dilampirkan pada
Penyampaian Pemberitahuan kepada Menteri (lihat Pasal 131 ayat [1] UUPT).
B. Langsung dari Pemegang Saham
Menurut
M. Yahya Harahap (Hukum Perseroan Terbatas, hal. 516), ketentuan pokok
proses pengambilalihan saham secara langsung dari pemegang saham, berbeda
dengan tata cara pengambilalihan saham melalui direksi. Pengambilalihan saham
secara langsung dari pemegang saham, lebih sederhana prosedurnya, seperti yang
dijelaskan di bawah ini.
Proses yang Tidak Perlu Dilakukan
1.
Pihak yang mengambil alih tidak
perlu menyampaikan maksud untuk melakukan pengambilalihan kepada Direksi (lihat
Pasal 125 ayat [7] UUPT).
2.
Tidak perlu membuat rancangan
pengambilalihan (lihat Pasal 125 ayat [7] UUPT). Namun, disyaratkan
dalam Pasal 125 ayat [8] UUPT bahwa pengambilalihan “wajib” memperhatikan AD
Perseroan yang akan diambil mengenai hal:
- Pemindahan hak atas saham; dan
- Perjanjian yang telah dibuat oleh
Perseroan dengan pihak lain.
Proses yang Harus Dilakukan
(1) Mengadakan perundingan dan kesepakatan langsung
yaitu antara para pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan
tetap memperhatikan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih (lihat penjelasan
Pasal 125 ayat [7] UUPT);
(2) Mengumumkan rencana kesepakatan pengambilalihan
(lihat Pasal 127 ayat [8] UUPT).
· Diumumkan paling sedikit dalam 1
(satu) Surat Kabar;
· Mengumumkan secara tertulis kepada
Karyawan Perseroan yang akan mengambil alih;
· Pengumuman dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS;
(3) Kreditor
dapat mengajukan keberatan (lihat Pasal 127 ayat [4] UUPT);
(4) Kesepakatan pengambilalihan, dituangkan dalam akta
pengambilalihan (lihat Pasal 128 UUPT).
(5) Salinan akta pemindahan hak atas saham dilampirkan
pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan susunan
pemegang saham (lihat Pasal 131 ayat [2] UUPT).
Proses
terakhir yang harus dilakukan dalam rangka pengambilalihan adalah pengumuman
hasil pengambilalihan (lihat Pasal 133 ayat [2] UUPT). Direksi dari
perseroan yang sahamnya diambil alih wajib mengumumkan hasil pengambilalihan
dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya pengambilalihan.
II. Dampak bagi pemegang saham pada PT
yang diakuisisi adalah apabila sahamnya termasuk yang diambil alih, tentunya
pemegang saham tersebut tidak lagi mempunyai saham pada PT tersebut sehingga
tidak lagi mempunyai hak suara dalam RUPS maupun hak atas dividen. Demikian pula
sebaliknya, bagi pemegang saham yang tidak termasuk diambil alih sahamnya, maka
pemegang saham tersebut masih memiliki hak sebagai pemegang saham yaitu untuk
dicatat dalam daftar pemegang saham, hak untuk menghadiri dan mengeluarkan
suara dalam RUPS, atau hak untuk menerima dividen yang dibagikan.
III. Komposisi saham pada
Perusahaan PMA yang melakukan akuisisi tentunya tidak berubah dengan
dilakukannya akuisisi/pengambilalihan. Karena, akuisisi hanya mengakibatkan
beralihnya pengendalian atas suatu PT (lihat Pasal 1 ayat [11] UUPT).
Tidak menambahkan saham pada PMA yang melakukan akuisisi karena PMA yang
mengakuisisi merupakan badan hukum yang terpisah dari PT yang diakuisisi.
Demikian jawaban dari kami, semoga
bermanfaat.
Dasar hukum:
Setiap artikel jawaban Klinik
Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik
Hukumonline.
Jumat, 15 Agustus 2003
Apakah
Orang Asing atau Badan Hukum Asing Boleh Mendirikan Yayasan?
Saya ingin
menanyakan, apakah orang asing atau Badan Hukum Asing boleh mendirikan Yayasan
di Indonesia?
Jawaban:
Orang asing ataupun badan hukum
asing boleh mendirikan Yayasan di Indonesia. Pendirian Yayasan oleh orang asing
ataupun badan hukum asing ini didelegasikan pengaturannya oleh Undang-Undang No.16 Tahun 2001 Tentang Yayasan (UUY) kepada Peraturan
Pemerintah. Hal ini dapat dilihat dalam ps. 9 UUY yang berbunyi:
(1) Yayasan
didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan
pendirinya, sebagai kekayaan awal.
(2) Pendirian
Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan
dibuat dalam bahasa Indonesia.
(3) Yayasan dapat
didirikan berdasarkan surat wasiat.
(4) Biaya
pembuatan akta notaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
(5) Dalam hal
Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didirikan oleh orang asing atau
bersama-sama orang asing, mengenai syarat dan tata cara pendirian Yayasan
tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sejauh yang saya ketahui, hingga
saat ini belum dikeluarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur pendirian yayasan
oleh atau bersama-sama orang asing tersebut. Hal ini merupakan permasalahan
dalam banyak undang-undang di Indonesia dimana peraturan pelaksananya kerap
kali lambat menyusul undang-undang itu sendiri.
Namun demikian, belum adanya
Peraturan Pemerintah ini tidaklah menghalangi pendirian yayasan oleh aatau bersama-sama
orang asing. Pendirian yayasan oleh atau bersama-sama orang asing ini menurut
hemat saya tetap dapat dilakukan dengan mekanisme yang selama ini telah
dijalankan, dengan tetap memperhatikan syarat dan tata cara pendirian yayasan
dalam UUY.
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum
dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik
Hukumonline.
Komentar
Posting Komentar