Perusahaan_Hukumonline


Sabtu, 14 Januari 2012
Akuisisi Perusahaan Berbentuk CV
Bagaimana caranya suatu perseroan terbatas mengakuisisi suatu perusahaan berbentuk CV? Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi dalam akuisisi tersebut. Atas jawabannya, terima kasih.

Jawaban:  Adi Condro Bawono
Kata akuisisi atau pengambilalihan sudah biasa digunakan ketika membicarakan suatu Perseroan Terbatas (“PT”). Definisi pengambilalihan menurut Pasal 1 angka 11 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) adalah “perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.” Jadi, sudah terdapat pengaturan yang secara khusus mengatur pengambilalihan suatu PT. Tetapi, sampai saat ini tidak ada pengaturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur pengambilalihan perusahaan berbentuk Commanditaire vennootschap (CV”).
Menurut Buku Merger, Konsolidasi, Akuisisi, & Pemisahaan Perusahaan Cara Cerdas Mengembangkan & Memajukan Perusahaaan karangan Iswi Hariyani et.al., dijelaskan bahwa akuisisi dapat dilakukan atas saham atau aset milik perusahaan target. Selain itu, menurut Iswi Hariyani, akuisisi dapat dilakukan oleh PT kepada CV.
Walaupun tidak lazim dilakukan, namun menurut Buku Hukum Perusahaan Indonesia karangan Abdulkadir Muhammad (hal. 97), modal persekutuan komanditer dapat dibagi atas saham-saham. Persekutuan semacam ini tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD”), tetapi tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Pembentukan modal dengan menerbitkan saham dibolehkan (lihat Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”). Dalam kasus Anda, apabila CV yang hendak diakuisisi merupakan CV yang menerbitkan sahamnya, maka suatu PT dapat juga membeli saham tersebut.
Namun, menurut hemat kami, pembelian saham CV ini tidak akan menyebabkan beralihnya pengendalian atas CV tersebut. Karena modal dari CV sebagaimana diatur Pasal 1618 KUHPer adalah berdasarkan pada “pemasukan/inbreng” dari para sekutunya. Sebagaimana dijelaskan Rudhi Prasetya dalam buku “Maatschap Firma dan Persekutuan Komanditer” (hal. 13), wujud dari inbreng tersebut tidak mutlak harus dalam bentuk uang, namun dapat pula dalam bentuk barang atau kerajinan. Maka pembelian saham dalam CV tidak akan secara otomatis mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap CV. Hal ini berbeda dengan pengaturan mengenai modal dari suatu PT, dalam PT modal seluruhnya terbagi atas saham, sehingga pengambilalihan saham yang melebihi 50 persen akan secara otomatis akan mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap PT (lihat Pasal 125 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 1 UUPT).

Cara lain yang dapat digunakan untuk mengambilalih kepemilikan CV adalah dengan secara langsung ikut serta sebagai sekutu CV. Namun, sebagaimana dijelaskan Rudhi Prasetya (Hal. 37), pada umumnya ikatan dalam CV sangat pribadi. Maka penembahan sekutu hanya dapat dilakukan dengan sepertujuan seluruh sekutu. Lagi pula, yang terpenting dalam CV sepenuhnya diliputi oleh hukum perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1313 KUHPer. Hal ini dalam praktik lalu dibuatkan akta “pemasukan” yang pada intinya berisi pernyataan persetujuan sekalian sekutu dengan masuknya sekutu baru, dan perubahan pasal-pasal dalam anggaran dasar bertalian dengan masuknya sekutu baru.
Lebih lanjut, Rudhi Prasetya menegaskan, penerimaan masuknya seorang sekutu baru itu harus dengan sepersetujuan sekalian sekutu lainnya dan tidak dapat atas pemungutan suara (voting), atas dasar alasan Pasal 1313 KUHPer.
Selain itu, karena berdasar Pasal 19 KUHD suatu CV haruslah didirikan oleh orang, maka suatu PT sebagai badan hukum tidak dapat secara langsung ikut menjadi sekutu CV. Apabila sebuah PT hendak mengendalikan CV, yang dapat PT tersebut lakukan adalah membuat perjanjian dengan para sekutu CV, untuk mengangkat seorang sekutu yang mewakili PT tersebut di dalam CV. Misalnya, berdasarkan perjanjian tersebut, seorang direksi PT diangkat menjadi sekutu CV. Jadi dasar hubungan antara PT dengan CV, PT dengan wakilnya di CV, dan antara CV dengan para sekutunya adalah berdasarkan pada perjanjian.  
Demikian yang kami ketahui, semoga membantu.
Dasar hukum:
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23);
2.      Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel Voor Indonesie, Staatsblad tahun 1847 No. 43);
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
Jumat, 23 November 2001

Akuisisi perusahaan telekomunikasi
Bisakah badan hukum asing mengakuisisi perusahaan telekomunikasi indonesia seperti PT.Telkom, tbk. misalnya, hingga memiliki 100% saham ?

Jawaban:  Bung Pokrol

Berdasarkan peraturan yang berlaku dalam kegiatan investasi asing, suatu badan hukum asing dimungkinkan untuk memiliki tidak lebih dari 95% saham perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi. Namun perlu diperhatikan pula bahwa terdapat pula ketentuan kepemilikan saham yang dikeluarkan oleh instansi teknis terkait, dalam hal ini Departemen Perhubungan. Sepengetahuan kami, Departemen Perhubungan, dalam dokumen yang dikenal dengan nama "blue print" sektor telekomunikasi, masih membatasi kepemilikan asing sampai dengan 35% saham perusahaan telekomunikasi. Memang kedua ketentuan ini bertentangan dan sepengetahuan kami, peran instansi teknis cukup besar karena Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mensyaratkan perolehan ijin usaha dari instansi teknis terkait dalam hal pengambilalihan tersebut.

Selain itu, untuk dapat menjawab pertanyaan anda, perlu pula dikaji apakah perusahaan yang akan diambil alih adalah: (i) perusahaan penanaman modal asing (PMA) atau bukan; dan (ii) perusahaan publik (terbuka) atau non-publik (tertutup). Apabila status perusahaan yang akan diambil alih bukan PMA, maka perusahaan yang bersangkutan harus mengajukan perubahaan status menjadi PMA kepada BKPM. Jika perusahaan itu adalah perusahaan terbuka, maka perusahaan yang akan diambil alih tidak perlu mengajukan perubahan, cukup pengambil alihan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum pasar modal yang berlaku. Ketentuan tersebut antara lain tentang penawaran tender atau pengambilalihan, tergantung pada prosentase saham yang akan diambilalih dan kontrol atas perusahaan yang bersangkutan.

Permasalahan ini cukup pelik mengingat besarnya peran 'kebijakan' dari instansi terkait. Oleh karena itu, jika anda memerlukan nasihat hukum, sebaiknya menghubungi pengacara atau konsultan hukum yang kompeten (lihat di Direktori hukumonline.com)
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
Jumat, 31 Desember 1999

Akuisisi Perusahaan Terbuka
Peraturan dan hal-hal apa sajakah yang perlu diperhatikan dalam hal akuisisi perusahaan terbuka, terutama apabila akuisisi tersebut merupakan internal akuisisi? Terimakasih banyak!  

Jawaban:  Aisyah Rj Siregar

Terdapat empat Peraturan Bapepam yang harus diperhatikan apabila akan melakukan akuisisi sebuah perusahaan terbuka, yakni :
  1. Peraturan Bapepam No. IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu
  2. Peraturan Bapepam NO. IX.E.2 tentang Transakis Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama
  3. Peraturan Bapepam No.IX.H.1 tentang Pengambil Alihan Perusahaan Terbuka
  4. Peraturan Bapepam NO.X.K.1 tentang Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik.
Apabila akan melakukan akuisisi internal, maka yang harus diperhatikan adalah mengenai persetujuan RUPS Independen.  Ketentuannya mengacu pada Peraturan Bapepam No. IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu. Persetujuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi pemegang saham independen agar mereka dapat menolak suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan.
Selain itu juga, perusahaan sebagai pengendali baru wajib melakukan penawaran tender untuk membeli seluruh sisa saham publik perusahaan yang telah diakuisisi. Kewajiban penawaran tender ini bertujuan agar pemegang saham publik yang tidak setuju perusahaannya diambil alih mendapat kesempatan untuk menjual saham mereka.
Adapun harga pelaksanaan penawaran tender mengacu pada peraturan Bapepam No.IX.H.1 angka 12 tentang Pengambil Alihan Perusahaan Terbuka, yakni :
  1. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara langsung atas saham Perusahaan Terbuka yang tidak tercatat dan tidak diperdagangkan di Bursa Efek, maka harga pelaksanaan Penawaran Tender paling kurang sebesar harga Pengambilalihan yang sudah dilakukan atau paling kurang sebesar harga wajar yang ditetapkan oleh Penilai. Harga tersebut harus diambil harga yang paling tinggi
  2. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara langsung atas saham Perusahaan Terbuka yang tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek namun selama 90 (sembilan puluh) hari atau lebih sebelum pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a atau sebelum pengumuman negosiasi sebagaimana dimaksud angka 7, tidak diperdagangkan di Bursa Efek atau dihentikan sementara perdagangannya oleh Bursa Efek, maka harga pelaksanaan Penawaran Tender adalah paling kurang sebesar harga rata-rata dari harga tertinggi perdagangan harian di Bursa Efek dalam waktu 12 (dua belas) bulan terakhir yang dihitung mundur dari hari perdagangan terakhir atau hari dihentikan sementara perdagangannya, atau harga Pengambilalihan yang sudah dilakukan. Harga tersebut harus diambil harga yang paling tinggi
  3. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara langsung atas saham Perusahaan Terbuka yang tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek, maka harga pelaksanaan Penawaran Tender paling kurang sebesar harga rata-rata dari harga tertinggi perdagangan harian di Bursa Efek selama 90 (sembilan puluh) hari terakhir sebelum pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a atau sebelum pengumuman negosiasi sebagaimana dimaksud angka 7, atau harga Pengambilalihan yang sudah dilakukan. Harga tersebut harus dipilih harga yang lebih tinggi
  4. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara tidak langsung atas saham Perusahaan Terbuka yang tidak tercatat dan tidak diperdagangkan di Bursa Efek, maka harga pelaksanaan Penawaran Tender sekurang-kurangnya sama dengan harga wajar yang ditetapkan oleh Penilai
  5. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara tidak langsung atas saham Perusahaan Terbuka yang tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek namun selama 90 (sembilan puluh) hari atau lebih sebelum pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a atau sebelum pengumuman negosiasi sebagaimana dimaksud angka 7, tidak diperdagangkan di Bursa Efek atau dihentikan sementara perdagangannya oleh Bursa Efek, maka harga pelaksanaan Penawaran Tender paling kurang sebesar harga rata-rata dari harga tertinggi perdagangan harian di Bursa Efek dalam waktu 12 (dua belas) bulan terakhir yang dihitung mundur dari hari perdagangan terakhir atau hari dihentikan sementara perdagangannya
  6. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara tidak langsung atas saham Perusahaan Terbuka yang tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek, maka harga pelaksanaan Penawaran Tender paling kurang sama dengan harga ratarata dari harga tertinggi perdagangan harian di Bursa Efek selama 90 (sembilan puluh) hari terakhir sebelum pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a atau sebelum pengumuman negosiasi sebagaimana dimaksud dalam angka 7.

Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.
Peraturan perundang-undangan terkait :
  1. Peraturan Bapepam No. IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu
  2. Peraturan Bapepam NO. IX.E.2 tentang Transakis Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama
  3. Peraturan Bapepam No. IX. H.1 tentang Pengambil Alihan Perusahan Terbuka
  4. Peraturan Bapepam No.X.K.1 tentang Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik.
 Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
Senin, 11 April 2011

Akuisisi Perusahaan Tertutup
Apabila sebuah perusahaan patungan PMA ingin mengakuisisi sebuah perusahaan tertutup bagaimana prosesnya? Apa dampaknya bagi pemegang saham tertutup tersebut serta bagaimana dengan komposisi saham di perusahaan PMA tersebut?
Jawaban: Diana Kusumasari

I.       Untuk melakukan akuisisi, ada kepentingan-kepentingan yang wajib diperhatikan yaitu kepentingan:
1.      Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
2.      kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
3.      masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
(lihat Pasal 126 ayat [1] UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas atau “UUPT”)
Berdasarkan Pasal 125 ayat [1] UUPT, akuisisi (pengambilalihan) dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas (“PT”).
Dalam buku Hukum Perseroan Terbatas(hal. 510), M. Yahya harahap, S.H. menyatakan bahwa menurut hukum, saham Perseroan yang dapat diambil alih adalah saham yang telah ditempatkan dan disetor (geplaats en gestort aandeel, subscribed and paid-up share). Akan tetapi, dapat juga terhadap saham yang belum dikeluarkan atau yang akan dikeluarkan (aandelen in portefeulle) atau saham portefel (portpolio).
Cara pengambilalihan saham perseroan ini dapat dilakukan dengan:
A.     melalui Direksi Perseroan, atau
B.      langsung dari pemegang saham.
(lihat Pasal 125 ayat [1] UUPT)

A.     Melalui Direksi Perseroan
(1) Pihak yang Akan Mengambil Alih Menyampaikan Maksudnya (lihat Pasal 125 ayat [5] UUPT);
(2) Menyusun Rancangan Pengambilalihan (lihat Pasal 125 ayat [6] UUPT jo. Pasal 26 ayat [3] PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas) yang memuat sekurang-kurangnya:
a.      nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
b.      alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih;
c.      laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
d.      tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran Pengambilalihan dilakukan dengan saham;
e.      jumlah saham yang akan diambil alih;
f.       kesiapan pendanaan;
g.      neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah Pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h.      cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan;
i.        cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan dari Perseroan yang akan diambil alih;
j.        perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan;
k.      rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengambilalihan apabila ada.
(3) Mendapat Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) (lihat Pasal 127 ayat [1] UUPT).  
(4) Wajib Mengumumkan Ringkasan Rancangan Pengambilalihan (lihat Pasal 127 ayat [2] dan ayat [3] UUPT).
Sebelum RUPS diselenggarakan untuk membicarakan Rancangan Pengambilalihan, Ringkasan Rancangan Pengambilalihan wajib terlebih dahulu “diumumkan” oleh Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan yang akan diambil alih (Hukum Perseroan Terbatashal. 514):
·Diumumkan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar;
·Mengumumkan secara tertulis kepada Karyawan Perseroan yang akan mengambil alih;
·Pengumuman dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS;
·Pengumuman wajib memuat “pemberitahuan” bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh Rancangan Pengambilalihan di kantor Perseroan, sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.
(5) Kreditor Berhak Mengajukan Keberatan (lihat Pasal 127 ayat [4] UUPT).
(6) Rancangan Pengambilalihan Dituangkan ke Dalam Akta Pengambilalihan (lihat Pasal 128 UUPT).
(7) Salinan Akta Pengambilalihan Dilampirkan pada Penyampaian Pemberitahuan kepada Menteri (lihat Pasal 131 ayat [1] UUPT).

B.     Langsung dari Pemegang Saham
Menurut M. Yahya Harahap (Hukum Perseroan Terbatas, hal. 516), ketentuan pokok proses pengambilalihan saham secara langsung dari pemegang saham, berbeda dengan tata cara pengambilalihan saham melalui direksi. Pengambilalihan saham secara langsung dari pemegang saham, lebih sederhana prosedurnya, seperti yang dijelaskan di bawah ini.
Proses yang Tidak Perlu Dilakukan
1.      Pihak yang mengambil alih tidak perlu menyampaikan maksud untuk melakukan pengambilalihan kepada Direksi (lihat Pasal 125 ayat [7] UUPT).
2.      Tidak perlu membuat rancangan pengambilalihan (lihat Pasal 125 ayat [7] UUPT). Namun, disyaratkan dalam Pasal 125 ayat [8] UUPT bahwa pengambilalihan “wajib” memperhatikan AD Perseroan yang akan diambil mengenai hal:
-         Pemindahan hak atas saham; dan
-         Perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.
Proses yang Harus Dilakukan
(1) Mengadakan perundingan dan kesepakatan langsung yaitu antara para pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih (lihat penjelasan Pasal 125 ayat [7] UUPT);
(2) Mengumumkan rencana kesepakatan pengambilalihan (lihat Pasal 127 ayat [8] UUPT).
·         Diumumkan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar;
·         Mengumumkan secara tertulis kepada Karyawan Perseroan yang akan mengambil alih;
·         Pengumuman dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS;
(3) Kreditor dapat mengajukan keberatan (lihat Pasal 127 ayat [4] UUPT);
(4) Kesepakatan pengambilalihan, dituangkan dalam akta pengambilalihan (lihat Pasal 128 UUPT).
(5) Salinan akta pemindahan hak atas saham dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham (lihat Pasal 131 ayat [2] UUPT).
Proses terakhir yang harus dilakukan dalam rangka pengambilalihan adalah pengumuman hasil pengambilalihan (lihat Pasal 133 ayat [2] UUPT). Direksi dari perseroan yang sahamnya diambil alih wajib mengumumkan hasil pengambilalihan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya pengambilalihan.
 II.     Dampak bagi pemegang saham pada PT yang diakuisisi adalah apabila sahamnya termasuk yang diambil alih, tentunya pemegang saham tersebut tidak lagi mempunyai saham pada PT tersebut sehingga tidak lagi mempunyai hak suara dalam RUPS maupun hak atas dividen. Demikian pula sebaliknya, bagi pemegang saham yang tidak termasuk diambil alih sahamnya, maka pemegang saham tersebut masih memiliki hak sebagai pemegang saham yaitu untuk dicatat dalam daftar pemegang saham, hak untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, atau hak untuk menerima dividen yang dibagikan.

 III. Komposisi saham pada Perusahaan PMA yang melakukan akuisisi tentunya tidak berubah dengan dilakukannya akuisisi/pengambilalihan. Karena, akuisisi hanya mengakibatkan beralihnya pengendalian atas suatu PT (lihat Pasal 1 ayat [11] UUPT). Tidak menambahkan saham pada PMA yang melakukan akuisisi karena PMA yang mengakuisisi merupakan badan hukum yang terpisah dari PT yang diakuisisi.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
 Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

Jumat, 15 Agustus 2003

Apakah Orang Asing atau Badan Hukum Asing Boleh Mendirikan Yayasan?
Saya ingin menanyakan, apakah orang asing atau Badan Hukum Asing boleh mendirikan Yayasan di Indonesia?

Jawaban:
http://static.hukumonline.com/frontend/default/images/gravatar-140.png
Orang asing ataupun badan hukum asing boleh mendirikan Yayasan di Indonesia. Pendirian Yayasan oleh orang asing ataupun badan hukum asing ini didelegasikan pengaturannya oleh Undang-Undang No.16 Tahun 2001 Tentang Yayasan (UUY) kepada Peraturan Pemerintah. Hal ini dapat dilihat dalam ps. 9 UUY yang berbunyi:

(1)    Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal.
(2)    Pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
(3)    Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat.
(4)    Biaya pembuatan akta notaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(5)    Dalam hal Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didirikan oleh orang asing atau bersama-sama orang asing, mengenai syarat dan tata cara pendirian Yayasan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sejauh yang saya ketahui, hingga saat ini belum dikeluarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur pendirian yayasan oleh atau bersama-sama orang asing tersebut. Hal ini merupakan permasalahan dalam banyak undang-undang di Indonesia dimana peraturan pelaksananya kerap kali lambat menyusul undang-undang itu sendiri.

Namun demikian, belum adanya Peraturan Pemerintah ini tidaklah menghalangi pendirian yayasan oleh aatau bersama-sama orang asing. Pendirian yayasan oleh atau bersama-sama orang asing ini menurut hemat saya tetap dapat dilakukan dengan mekanisme yang selama ini telah dijalankan, dengan tetap memperhatikan syarat dan tata cara pendirian yayasan dalam UUY.

Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

Komentar

Postingan Populer