Bisnis dan Ivestasi_Hukumonline


Jumat, 15 Oktober 2010

Pajak Penjual dan Pembeli

Apakah penjual dan pembeli dikenakan pajak jika melakukan transaksi jual beli tanah? Dasar hukumnya apa?

Jawaban:  Shanti Rachmadsyah
Dalam transaksi jual beli tanah, baik penjual maupun pembeli dikenakan pajak. Untuk penjual, dikenakan Pajak Penghasilan (“PPh”). Dasar hukum pengenaan PPh untuk penjual tanah adalah pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan:
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan

Untuk pembeli, dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”), yaitu pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Hal ini didasarkan pada pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah aan Bangunan.

Demikian jawaban singkat kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1.      Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah aan Bangunan
2.      Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

Senin, 21 Juni 2010

Nilai Susut Barang yang Disewakan

Bapak/ibu yang terhormat, saya ingin menanyakan sesuatu. Saya pernah mendengar suatu dalil yang mengatakan bahwa nilai susut suatu barang yang disewakan merupakan tanggung jawab dari pemilik barang yang disewakan bukan tanggung jawab dari penyewa. Apakah benar dan apakah dasar hukumnya?

Jawaban:  Shanti Rachmadsyah

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami merujuk pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)yang disusun dan diterbitkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dalam PSAK No. 17 tentang Akuntansi Penyusutan, penyusutan adalah:

alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi.

Dalam PSAK No. 17 selanjutnya diatur bahwa aktiva yang dapat disusutkan adalah aktiva yang:
a)     diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi;
b)     memiliki suatu masa manfaat yang terbatas;
c)     ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa, untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi

Jadi, penyusutan nilai barang yang disewakan jatuh kepada pihak yang menyewakan.
Demikian yang kami tahu. Semoga bermanfaat.
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
Selasa, 02 November 2010
Pertanyaan:
Modal Dasar PT PMA

Yth. Hukumonline, Kami bermaksud mendirikan sebuah perusahaan PT. PMA, adakah peraturan yang menetapkan batasan modal dasar suatu PT. PMA? Apakah dalam praktek di BKPM ada kebijakan tak tertulis terhadap modal dasar suatu PT. PMA dalam proses pendaftaran/permohonan penanaman modal asing? Terima kasih.

Jawaban:  Shanti Rachmadsyah
Mengenai pendirian perusahaan penanaman modal asing (“PMA”), pertama kita perlu melihat Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UUPM”) Pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa investasi asing di Indonesia wajib dalam bentuk perseroan terbatas (“PT”), kecuali undang-undang menentukan lain. Oleh karena itu, investasi asing di Indonesia wajib patuh pada ketentuan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”).
Dalam pasal 32 ayat (1) UUPT, ditentukan bahwa modal dasar suatu PT adalah minimal Rp50 juta. Akan tetapi, jumlah minimal modal dasar ini dapat ditentukan lain atau berbeda-beda berdasarkan jenis kegiatan usahanya. Yang menentukan adalah Undang-Undang yang mengatur tentang kegiatan usaha tertentu tersebut (lihat pasal 32 ayat [2] UUPT). Jadi, besaran modal dasar suatu PT dapat berbeda-beda berdasarkan jenis usahanya.
Kami kurang paham mengenai kebijakan tidak tertulis dari Badan Koordinasi Pasar Modal (“BKPM”) terhadap modal dasar suatu PT PMA. Ada baiknya Anda konsultasikan masalah tersebut langsung kepada BKPM.

Demikian yang kami ketahui, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
1.      Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
2.      Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

Selasa, 12 Oktober 2010

Modal Asing dalam Perusahaan Telekomunikasi

Saya ingin tahu berapa persen batasan saham asing dalam perusahaan telekomunikasi khususnya perusahaan jasa internet di Indonesia, dan apa dasar hukumnya?

Jawaban:  Davidson Samosir
Penanaman modal asing di Indonesia diatur oleh UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing. Sebagaimana perlu dipahami tidak semua bidang usaha di Indonesia terbuka untuk investasi asing. Bidang-bidang usaha tertentu tertutup bagi investasi asing. Istilah yang sering dipergunakan untuk bidang usaha yang tertutup bagi invstasi asing adalah daftar negatif investasi (DNI).    

Di Indonesia peraturan yang mengatur mengenai bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka untuk investasi asing adalah Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (“Perpres 36/2010”). Perusahaan jasa internet berdasarkan pasal 2 Perpres 36/2010 terklasifikasi sebagai bidang usaha yang terbuka namun bersyarat.

Mengingat banyaknya area pada bidang usaha jasa internet, dan pertanyaan Saudara tidaklah spesifik, saya akan asumsikan yang Saudara maksud adalah perusahaan jasa internet yang terkategori sebagai perusahaan internet service provider (“ISP”). Berdasarkan Lampiran II Perpres 36/2010, perusahaan ISP jatuh pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“KBLI”) nomor 61921.
 Berdasarkan KBLI 61921, maksimum investasi yang dapat dimiliki oleh investor asing adalah 49 persen, dengan demikian mayoritas kepemilikan saham lokal haruslah minimum 51 persen.
 Semoga pertanyaan Saudara terjawab.

Dasar hukum:
1.      Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing
2.      Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal

Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

Rabu, 28 April 2010

Mengenai Modal ventura

Salah satu lembaga pembiayaan yang dikenal adalah modal ventura. 1) Apa sebenarnya modal ventura itu? 2) Apabila akan mendirikan perusahaan untuk jangka panjang, namun tidak punya modal yang cukup, bisakah modal ventura ini memberikan solusi? 3) Lantas apa konsekuensi yang ada bila memilih modal ventura ini? 4) Bagaimana jika dibandingkan dengan kredit di bank? Mana yang mempunyai risiko lebih besar, dan mana yang lebih solutif?


1.                  Pengertian Perusahaan Modal Ventura adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu Perusahaan Pasangan Usaha (investee company) untuk jangka waktu tertentu (pasal 1 angka 11 Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan).
2.                  Menurut kami Modal Ventura bisa menjadi salah satu solusi yang menjanjikan, karena biasanya penyertaan modal bersifat jangka panjang yakni biasanya di atas 3 (tiga) tahun. Jangka waktu masa penyertaan modal dibatasi dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, pasal 4 ayat (2) memberikan batasan, bahwa penyertaan modal tersebut bersifat sementara dan tidak boleh melebihi jangka waktu 10 (sepuluh) tahun.
3 & 4. Keunggulan dan kelemahan Modal Ventura dibandingkan Kredit di Bank yaitu:
a.      Pembiayaan dari Perusahaan Modal Ventura bisa menjadi sumber dana bagi perusahaan baru yang belum memenuhi syarat untuk mendapatkan dana dari sumber pembiayaan lainnya. Bila kredit dengan Bank biasanya mempunyai syarat yang tidak mungkin dimiliki oleh sebuah usaha atau perusahaan yang belum berdiri, sebagai contoh: usaha telah berjalan minimal selama 2 (dua) tahun.
b.      Bantuan yang diberikan oleh Perusahaan Modal Ventura berupa Penyertaan Modal dan juga Bantuan manajemen. Keadaan ini juga berarti perusahaan pasangan dapat kehilangan kontrol dan kepemilikan atas perusahaannya karena manajemen dan saham yang dipegang oleh perusahaan modal (namun harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Sedangkan, bila melakukan pinjaman di Bank maka kendali penuh perusahaan tetap berada di tangan Anda, namun perusahaan Anda akan dibebankan dengan bunga dan cicilan-cicilan.
5.                  Perbandingan singkat di atas mudah-mudahan dapat menjadi pertimbangan Anda menentukan pilihan mana yang lebih beresiko atau pilihan yang lebih solutif.
 Demikian penjelasan kami. Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
a.      Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan
b.      Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

Rabu, 31 Oktober 2012

Mengapa Penanaman Modal Asing Harus Dalam Bentuk PT?
Mengapa baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri wajib berbentuk badan hukum (perseroan terbatas)?


A.     Alasan PMA harus dilaksanakan dengan bentuk badan hukum (PT)

1.      Perintah Undang-undang
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UU 25/07”) mengatur mengenai bentuk badan usaha bagi PMA pada Pasal 5 ayat (2) yang berbunyi “penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah Indonesia, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang”.
Di samping itu, tujuan atas hal tersebut diterangkan dalam penjelasan UU 25/07, yaitu merupakan salah satu upaya pemerintah dalam memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan PMA. Maka, terhadap pertanyaan Saudara, dapat kami sampaikan bahwa pengaturan bentuk badan usaha terhadap pelaksanaan PMA merupakan perintah dari UU 25/07 yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum.
2.      Kepastian hukum dalam PT
Berikut adalah instrumen kepastian hukum yang diberikan dalam PT sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU 40/07”):
-        Anggaran Dasar
Berdasarkan UU 40/07, jenis dan kegiatan usaha serta tata cara pelaksanaan kegiatan PT diatur dalam anggaran dasar yang dibuat dalam akta notarial dan harus didaftarkan serta disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (“Kemenkumham”).
Begitu pula terhadap setiap perubahan anggaran dasar harus diberitahukan kepada Kemenkumham, yang mana beberapa di antara perubahan tersebut, bahkan juga harus mendapatkan persetujuan dari Kemenkumham. Melalui mekanisme ini, memperlihatkan bahwa adanya kepastian hukum terhadap setiap tindakan dan kegiatan usaha PT harus sesuai dengan UU 40/07 dan anggaran dasar. Hal-hal tersebut tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan nama orang perorangan saja seperti pada badan usaha yang tidak berbadan hukum.
Pada badan usaha yang tidak berbentuk badan hukum (Firma, CV, Persekutuan perdata, dan lain-lain), anggaran dasar para pendiri tidak membutuhkan pengesahan dari Kemenkumham. Guna memenuhi asas publisitas, akta pendirian badan usaha cukup didaftarkan kepada panitera pengadilan sesuai domisili badan usaha tersebut.

-        Pengalokasian Modal
Satu hal yang paling krusial dalam pelaksanaan PMA adalah pengalokasian modal dan penggunaannya dalam menjalankan tujuan kegiatan usaha. Dalam PT penggunaan modal untuk kegiatan usaha hanya dapat digunakan dengan persetujuan perseroan yang ditempuh dengan mekanisme dan kesepakatan para pemegang saham yang dituangkan dalam anggaran dasar.
Sehingga setiap tindakan dalam PT merupakan tindakan atas nama perseroan dan tidak bisa dilakukan hanya dengan persetujuan orang perorangan semata. Berbeda halnya dengan badan usaha yang tidak berbentuk badan hukum yang dalam menjalankan tindakannya dapat bertindak dan bertanggung jawab atas nama orang perorangan tanpa persetujuan dari para pendiri badan usaha tersebut. Tentunya jika hal ini terjadi pada PMA, maka bentuk badan usaha tersebut tidak memberikan kepastian hukum terhadap modal yang ditanamkan oleh pihak asing.
Demikian pula, bentuk penyertaan modal asing dalam suatu PT yang dapat dibuktikan dengan saham. Berbeda halnya dengan badan usaha yang tidak berbadan hukum, kepemilikan para pendiri tidak dapat diwujudkan dalam bentuk saham melainkan hanya kekayaan perseroan semata yang diatur oleh para pendiri sendiri.

Pengalokasian modal dengan bentuk saham ini memiliki maksud dan tujuan yang di antaranya menentukan: (i) besar suara dalam pengambilan keputusan terhadap tindakan perseroan dan (ii) menentukan besar dividen dan/atau kerugian (tanggung jawab) yang akan diterima/diderita atas kegiatan usaha perseroan.

-        Tanggung jawab yang terbatas

Pasal 3 ayat (1) UU 40/07menyatakan bahwa “Para pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas tindakan PT dan perikatan yang dilakukan oleh PT melebihi dari saham yang dimiliki oleh masing-masing pemegang saham”. Berdasarkan ketentuan di atas, kami memahami bahwa besar tanggung jawab pemegang saham dalam PT hanya sebatas pada besar saham yang dimiliki dan tidak dapat mencakup kekayaan pribadi dari pemegang saham.
Di dalam PT terdapat pemisahan kekayaan pribadi pemegang saham dengan PT itu sendiri.. Berbeda halnya dengan badan usaha yang tidak berbentuk badan hukum, dalam pemenuhan tanggung jawab oleh para pendiri tidak dibatasi berdasarkan besar kekayaan yang ditanamkan dalam badan usaha, tetapi dapat mencakup kekayaan pribadi dari para pendiri tersebut.
-        Organ Perseroan

PT dalam menjalankan kegiatan usahanya dijalankan oleh organ perseroan yang terdiri dari:
o    Rapat Umum Pemegang Saham;
o    Dewan Komisaris; dan
o    Direksi.

Dari ketiga organ perseroan di atas, masing-masing organ memiliki kapasitas dan kewajiban masing-masing dalam menjalankan kegiatan usaha perseroan yag dituangkan dalam anggaran dasar dan/atau UU 40/07. Berbeda halnya dengan badan usaha yang tidak berbadan hukum yang dalam menjalankan kegiatan usahanya hanya dijalankan oleh paling sedikit 2 (dua) orang dan pengambilan keputusan dapat dilakukan langsung oleh pesero/sekutu aktif dalam badan usaha non-badan hukum tersebut.


B.     PMDN tidak harus dilakukan dalam badan usaha yang berbentuk badan hukum
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU 25/07 bahwa “PMDN dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Maka, terkait pertanyaan saudara, berdasarkan Pasal di atas, kami memahami bahwa bentuk badan usaha bagi PMDN dapat dilakukan dengan badan usaha yang tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan.

Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

Kamis, 21 April 2011

Memilih Produk Asuransi yang Aman

Sebagai nasabah asuransi, saya mau bertanya apabila kelak ternyata perusahaan asuransi saya mengalami masalah sehingga gagal bayar pada saat klaim. 1. Apakah ada jaminan dari pemerintah untuk menanggung klaim saya (contoh kasus Bakrie Life)? 2. Apakah yang harus saya tanyakan perihal legalitasnya apabila saya akan menjadi nasabah dari perusahaan asuransi tersebut? 3. Secara awam, bagaimana memilih asuransi jiwa yang aman?

Jawaban:  Diana Kusumasari

1.        Dalam hal adanya gagal bayar oleh perusahaan asuransi, Pemerintah tidak menanggung klaim nasabah (pengguna jasa asuransi). Namun, Pemerintah telah memberikan perlindungan hukum bagi nasabah dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yaitu dalam Pasal 2 mengenai Batasan Tingkat Solvabilitas. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa:
(1)       Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi setiap saat wajib memenuhi tingkat solvabilitas paling sedikit 120 % (seratus dua puluh perseratus) dari risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban.
(2)         Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang tidak memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), namun memilki tingkat solvabilitas paling sedikit 100% (seratus perseratus), diberikan kesempatan melakukan penyesuaian dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi ketentiuan tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
 Hal senada juga diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan No. 504/KMK.06/2004 tentang Kesehatan Keuangan Bagi Perusahaan Asuransi yang Berbentuk Badan Hukum Bukan Perseroan Terbatas.

 Dengan demikian Pemerintah telah memberikan perlindungan dalam bentuk antisipasi sehingga setiap perusahaan asuransi diharapkan tidak sampai dalam keadaan insolvent (tidak mampu membayar) selama beroperasi. Memang dalam kenyataannya, ada perusahaan asuransi tertentu yang kemudian gagal bayar terhadap klaim nasabahnya. Hal ini seharusnya bukanlah karena ketiadaan dana, namun lebih bersifat kesalahan teknis maupun error in persona (kesalahan ada pada orang yang menjalankannya).

2.        Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial (lihat Pasal 9 ayat [1] UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian – “UU 2/1992”). Kecuali bagi perusahaan asuransi yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak diperlukan adanya izin dari Menteri Keuangan (lihat penjelasan Pasal 9 ayat [1] UU 2/1992).
Dengan demikian, untuk mengetahui legalitas perusahaan asuransi tersebut, Anda perlu melihat apakah perusahaan asuransi tersebut telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan.
 3.        Tips untuk memilih asuransi jiwa yang aman (dikutip dari buku “Tips Hukum Praktis - Tanah dan Bangunan” yang diterbitkan oleh Redaksi Raih Asa Sukses):
a.            Jangan serta merta memilih asuransi dengan premi (harga) murah karena belum tentu memberikan perlindungan optimal. Perhatikan hal-hal yang ditanggung/dilindungi dan yang tidak dilindungi oleh perusahaan asuransi tersebut. Cermati jumlah premi yang dibayar dengan perlindungan yang diberikan, pastikan Anda mendapat perlindungan yang optimal. Jangan sampai Anda membayar mahal tapi perlindungan yang didapat sangat minim.
b.            Cermati polis yang ditawarkan. Pastikan polis tersebut sesuai kebutuhan Anda dan dapat menjamin asset Anda secara optimal.
c.            Jangan pernah ragu untuk bertanya tentang syarat dan ketentuan yang dapat membatalkan klaim Anda. Bandingkan antara satu perusahaan dengan yang lain. Jangan sampai Anda sudah membayar premi, tapi ketika Anda melakukan klaim, klaim Anda tidak dikabulkan karena persyaratan dan ketentuan diberlakukan perusahaan asuransi.
d.            Perhatikan rekam jejak keuangan perusahaan asuransi tersebut. Pastikan kondisi keuangan perusahaan asuransi tersebut dalam keadaan sehat.
e.            Cari informasi sebanyak mungkin. Tanyai rekan-rekan Anda tentang perusahaan asuransi yang mereka rekomendasikan, cari informasi melalui internet dan majalah keuangan. Informasi yang melimpah, membuat Anda lebih mantap dalam memilih perusahaan asuransi.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
2.      Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
3.      Keputusan Menteri Keuangan No. 504/KMK.06/2004 tentang Kesehatan Keuangan Bagi Perusahaan Asuransi yang Berbentuk Badan Hukum Bukan Perseroan Terbatas
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

Komentar

Postingan Populer