Bisnis dan Ivestasi_Hukumonline


Jumat, 19 November 2010

Pertanyaan:
Prosedur Angka Pengenal Importir (API)

Bagaimana syarat dan prosedur untuk pengurusan Angka Pengenal Importir untuk PT biasa? Dan apa perbedaan antara API-P dan API-U? Sebelum mengajukan permohonan kepada Bea & Cukai, apakah harus mengurus ke departemen lain terlebih dahulu?

Jawaban:

Angka Pengenal Importir, selanjutnya disingkat API adalah tanda pengenal sebagai importir. Importir sendiri adalah orang perorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang melakukan kegiatan impor.
                     
Sedangkan untuk API, menurut pasal 3 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 45/M-DAG/PER/9/2009 Tahun 2009 tentang Angka Pengenal Importir (“Permendag API”), ada dua macam API, yaitu:
1.     API Umum (API-U). API – U diberikan kepada importir yang melakukan impor barang untuk keperluan kegiatan usaha dengan memperdagangkan atau memindahtangankan barang kepada pihak lain.
2.     API Produsen (API-P). API – P diberikan kepada importir yang melakukan impor barang untuk dipergunakan sendiri dan/atau untuk mendukung proses produksi dan tidak diperbolehkan untuk memperdagangkan atau memindahtangankan kepada pihak lain.

Menurut pasal 4 Permendag API, API – U diterbitkan oleh Kepala Dinas Provinsi Perdagangan. Sedangkan untuk API – P, penerbitannya dibagi-bagi, yaitu:
1.     bagi badan usaha atau kontraktor di bidang energi, minyak dan gas bumi, mineral serta pengelolaan sumber daya alam lainnya yang melakukan kegiatan usaha, berdasarkan perjanjian kontrak kerja sama dengan Pemerintah Republik Indonesia, API – P dimohonkan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan.
2.     bagi perusahaan penanaman modal asing dan perusahaan penanaman modal dalam negeri kepada dimohonkan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (“BKPM”).
3.     Bagi importir pemilik izin usaha di bidang industri atau izin usaha lain yang sejenis yang diterbitkan oleh instansi/dinas teknis yang berwenang, selain dari perusahaan-perusahaan di point 1 dan 2 di atas, API – P dimohonkan kepada Kepala Dinas Perdagangan Provinsi.

Menurut pasal 11 ayat (1) Permendag API, permohonan untuk mendapatkan API-U diajukan dengan mengisi formulir kepada Kepala Dinas Provinsi dan tembusan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota setempat, dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:

a)     fotokopi Akta Notaris Pendirian Perusahaan dan perubahannya jika ada;
b)     fotokopi surat keterangan domisili kantor pusat perusahaan yang masih berlaku dari kantor Kelurahan setempat atau fotokopi perjanjian sewa tempat berusaha dengan pengelola atau pemilik bangunan;
c)     fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau izin usaha lain yang sejenis yang diterbitkan oleh instansi/dinas teknis yang berwenang di bidang perdagangan;
d)     fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
e)     fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Perusahaan atau perseorangan dan Penanggung Jawab Perusahaan;
f)      pas foto terakhir dengan latar belakang warna merah masing-masing Pengurus atau Direksi Perusahaan 2 (dua) lembar ukuran 3 x 4; dan
g)     fotokopi KTP atau Paspor dari Pengurus atau Direksi Perusahaan.

Sedangkan, untuk permohonan API – P bagi badan usaha atau kontraktor di bidang energi, minyak dan gas bumi, mineral serta pengelolaan sumber daya alam lainnya yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian kontrak kerja sama dengan Pemerintah Republik Indonesia, menurut pasal 11 ayat (2) Permendag API, diajukan dengan mengisi formulir yang ditujukan pada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, dalam hal ini Direktur Impor, dengan melampirkan dokumen berikut:

a)     salinan Kontrak Kerjasama dengan Pemerintah atau Badan Pelaksana yang dibentuk oleh Pemerintah untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha di bidang energi, minyak dan gas bumi, mineral serta pengelolaan sumber daya alam lainnya;
b)     asli Rekomendasi dari Pemerintah atau Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c)     fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan usaha atau kontraktor;
d)     pas foto terakhir dengan latar belakang warna merah masing-masing penanggung jawab Kontraktor Kontrak Kerjasama 2 (dua) lembar ukuran 3x4; dan
e)     fotokopi bukti identitas/paspor masing-masing penanggung jawab.

Permohonan API – P yang diajukan pada BKPM, dilakukan dengan mengisi formulir dan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:

a)     fotokopi Akta Notaris Pendirian Perusahaan dan perubahannya;
b)     fotokopi surat keterangan domisili kantor pusat perusahaan yang masih berlaku dari kantor kelurahan setempat atau fotokopi perjanjian sewa atau kontrak tempat berusaha;
c)     fotokopi Surat Pendaftaran Penanaman Modal;
d)     fotokopi izin usaha di bidang industri atau izin usaha lain yang sejenis yang diterbitkan oleh Kepala BKPM;
e)     fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Perusahaan sesuai dengan domisilinya;
f)      fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
g)     pas foto terakhir dengan latar belakang warna merah masing-masing Pengurus atau Direksi Perusahaan 2 (dua) lembar ukuran 3 x 4; dan
h)     fotokopi KTP atau Paspor dari Pengurus atau Direksi.
i)       fotokopi Izin Menetap Tenaga Asing (IMTA), khusus untuk tenaga kerja asing yang menandatangani API.

Sedangkan API – P yang diajukan pada Kepala Dinas Perdagangan Provinsi, diajukan dengan mengisi formulir dan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:

a)     fotokopi Akta Notaris Pendirian Perusahaan dan perubahannya;
b)     fotokopi surat keterangan domisili kantor pusat perusahaan yang masih berlaku dari kantor kelurahan setempat atau fotokopi perjanjian sewa tempat berusaha;
c)     fotokopi izin usaha di bidang industri atau izin usaha lain yang sejenis yang diterbitkan oleh instansi/dinas teknis yang berwenang;
d)     fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Perusahaan sesuai dengan domisilinya
e)     fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
f)      pas foto terakhir dengan latar belakang warna merah masing-masing Pengurus atau Direksi Perusahaan 2 (dua) lembar ukuran 3 x 4;
g)     fotokopi KTP atau Paspor dari Pengurus atau Direksi Perusahaan.

Sementara itu, dokumen yang diurus ke pihak Bea Cukai bukanlah API, melainkan Nomor Identitas Kepabeanan (NIK). NIK adalah nomor identitas yang bersifat pribadi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada importir yang telah melakukan registrasi untuk mengakses atau berhubungan dengan sistem kepabeanan yang menggunakan teknologi informasi maupun secara manual (lihat pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.04/2007 tentang Registrasi Importir).

Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1.     Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 45/M-DAG/PER/9/2009 Tahun 2009 tentang Angka Pengenal Importir
2.     Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.04/2007 tentang Registrasi Importir
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

Selasa, 06 Juli 2010
Pilihan Hukum

Dear klinik hukum, saya mau tanya, begini kasusnya: A = badan hukum Indonesia (tertanggung) dan B = badan hukum Indonesia (penanggung) mengadakan perjanjian asuransi di Indonesia dan obyeknya juga di Indonesia. Tapi, dalam perjanjian tidak dimuat pilihan hukum, forum dan domisili. Namun, polis standar yang digunakan adalah polis dari Inggris. Kemudian terjadi dispute claim. Si A mau gugat tapi bingung mau di mana di Inggris atau Indonesia. Pertanyaan: - bisa digugat di mana, di Inggris saja atau di Indonesia saja atau keduanya bisa? - tolong dasar hukumnya juga ya - bagaimana proses beracara di pengadilan Inggris? Terima kasih, saya sangat berharap dijawab secepatnya. Prihadira. Jakarta.

Jawaban:  Shanti Rachmadsyah

Menurut Prof. Dr. Soedargo Gautama S.H. dalam bukunya “Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia”, ada empat macam pilihan hukum dalam Hukum Perdata Internasional, yaitu:
1.      Pilihan hukum secara tegas, di mana di dalam klasula kontrak tersebut terdapat pilihan hukum yang dinyatakan secara tegas. Contohnya: “This contract shall be governed by the laws of Republic of Indonesia”. Dari klausula ini, jelas terllihat bahwa pilihan hukum para pihak adalah hukum negara Indonesia.
2.      Pilihan hukum secara diam-diam. Pada jenis ini para pihak memilih hukum yang berlaku secara diam-diam. Maksud dari para pihak mengenai pilihan hukum seperti ini disimpulkan dari sikap mereka, isi dan bentuk perjanjian tersebut.
3.      Pilihan hukum yang dianggap atau yang disebut juga “presumptio iuris”. Hakim menerima telah terjadi suatu pilihan hukum berdasarkan dugaan-dugaan hukum belaka. Dalam hukum antar tata hukum (HATAH) intern Indonesia dikenal lembaga penundukan hukum secara dianggap.
4.      Pilihan hukum secara hipotetis. Di sini, sebenarnya tidak ada satu kemauan dari para pihak untuk memilih pilihan hukum. Hakimlah yang melakukan pilihan hukum.
Selanjutnya dalam buku “Hukum Perdata Internasional Indonesia” Jilid III Bagian 2 Buku ke-delapan, Prof Dr Sudargo Gautama S.H. menerangkan bahwa dalam hal tidak ada pilihan hukum yang ditentukan dalam perjanjian, ada beberapa teori pilihan hukum dalam Hukum Perdata Internasional yang bisa dipakai:
1.      Teori Lex Loci Contractus → suatu kontrak ditentukan oleh hukum di mana tempat kontrak itu dibuat, di mana ia diciptakan, dilahirkan.
2.      Teori Lex loci Solutionis → pilihan hukum ditentukan dari tempat di mana kontrak tersebut dilaksanakan. Teori ini digunakan untuk menentukan akibat-akibat hukum dari suatu perjanjian.
3.      Teori proper law of the contract → pilihan hukum ditentukan dari “intention of the parties”. Jadi, dilihat maksud dari para pihak, hukum mana yang akan diaplikasikan.
4.      The most characteristic connection→ pilihan hukum didasarkan pada hukum negara mana yang memperlihatkan “the most characteristic connection”. Jadi, dicari apa yang menjadi “center of gravity” dari kontrak tersebut.
Dari keempat teori di atas, Sudargo condong untuk memilih teori “the most characteristic connection.”
Dari teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk pengajuan penyelesaian sengketa dapat dilakukan baik di Indonesia, maupun di Inggris. Jadi, para pihak dapat memilih untuk mengajukan perkara tersebut di pengadilan Indonesia atau Inggris. Akan tetapi, jika kedua belah pihak adalah badan hukum Indonesia -- seperti yang Anda jelaskan -- tentu akan lebih mudah apabila sengketa diajukan ke pengadilan Indonesia.
Kami tidak paham mengenai prosedur beracara di pengadilan Inggris. Sebaiknya Anda menghubungi advokat yang dapat membantu Anda menyelesaikan sengketa di luar wilayah hukum Indonesia, dalam hal ini Inggris.
Demikian jawaban singkat dari kami. Semoga bermanfat.
 Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.


Senin, 07 November 2011
Pertanyaan:

Persentase Modal Asing untuk Bidang Usaha Non-DNI
Apakah perusahaan yang tidak termasuk ke dalam DNI Perpres No. 36 Tahun 2010 boleh melakukan penanaman modal asing? Sampai sebesar apa? Tolong disertai dengan dasar hukumnya. Terima kasih.  
  •  
Jawaban: Diana Kusumasari

 Ketentuan Pasal 12 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ("UU No. 25/2007") menyatakan bahwa pada umumnya semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang memang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Persyaratan ini yang diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal ("Perpres No. 36/2010"). Perpres ini lazim dikenal dengan Perpres Daftar Negatif Investasi atau DNI.

Selanjutnya, Pasal 12 ayat (2) UUPM mengatur jenis-jenis bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing yaitu:
a.      produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
b.      bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.
 Selain itu, di dalam Lampiran I Perpres No. 36/2010 juga diatur daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal.

Jadi, yang diatur dalam UUPM dan Perpres 36/2010 adalah bidang usahanya, dan bukan perusahaannya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan antara lain bahwa sepanjang bidang usaha tersebut tidak dinyatakan tertutup bagi penanaman modal asing dan tidak tercantum dalam DNI, maka bidang usaha atau jenis usaha tersebut terbuka 100% (seratus persen) untuk penanaman modal asing.
 Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 Dasar hukum:
2.         Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal

Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

Kamis, 15 Maret 2012

Prosedur Pendaftaran Prospektus dan Perjanjian Waralaba

Apa saja yang dibutuhkan untuk pendaftaran waralaba dan mendapatkan surat tanda usaha pendaftaran waralaba? Ke mana pengajuan pendaftarannya dan prosedur apa saja yang harus ditempuh?  


Waralaba merupakan hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan Perjanjian Waralaba (Pasal 1 butir 1 PP 42/2007 jo Pasal 1 butir 1 Permendag 31/2008).
 Pemberi Waralaba yang ingin mendaftarkan waralaba wajib untuk melakukan pendaftaran Prospektus Waralaba sebelum membuat perjanjian waralaba dengan Penerima Waralaba, yang akan diikuti dengan penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba ("STPW") (apabila seluruh persyaratan yang akan diuraikan selanjutnya telah dipenuhi oleh Pemberi Waralaba).

Setelah Pemberi Waralaba memperoleh STPW, maka Pemberi Waralaba dapat melakukan Perjanjian Waralaba dengan Penerima Waralaba. Selanjutnya, Penerima Waralaba akan mendaftarkan Perjanjian Waralaba, yang akan diikuti dengan penerbitan STPW (apabila seluruh persyaratan yang akan diuraikan selanjutnya telah dipenuhi oleh Penerima Waralaba).

Apabila yang dimaksud dalam pertanyaan Anda adalah prosedur pendaftaran Prospektus Waralaba dan Perjanjian Waralaba untuk mendapatkan STPW, berikut kami uraikan prosedur pendaftaran Prospektus Waralaba dan Perjanjian Waralaba berdasarkan Permendag 31/2008 jo PP 42/2007 :

I.                   Pendaftaran Prospektus Waralaba oleh Pemberi Waralaba
A.     Prospektus Waralaba
Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) PP 42/2007 Prospektus Waralaba yang akan didaftarkan oleh Pemberi Waralaba, setidaknya memuat :
(i)         Data Identitas Pemberi Waralaba, termasuk namun tidak terbatas pada copy KTP Pemberi Waralaba (apabila Pemberi Waralaba merupakan perseorangan), KTP Pemegang Saham berikut dewan komisaris dan direksi (apabila Pemberi Waralaba merupakan badan usaha (i.e Perseroan Terbatas));
(ii)        Legalitas Usaha Pemberi Waralaba, termasuk namun tidak terbatas pada Surat Izin Usaha Perdagangan ("SIUP"), Izin tetap Usaha Pariwisata, Surat Izin Pendirian Satuan Pendidikan;
(iii)       Sejarah Kegiatan Usahanya;
(iv)      Struktur organisasi Pemberi Waralaba;
(v)       Laporan Keungan 2 (dua) tahun terkahir;
(vi)      Jumlah Tempat Usaha;
(vii)    Daftar Penerima Waralaba;
(viii)   Hak dan Kewajiban Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba

Apabila Prospektus Waralaba yang akan didaftarkan menggunakan bahasa asing, maka wajib untuk diterjemahkan terlebih dahulu ke dalam bahasa Indonesia. Pemberi Waralaba yang berasal dari luar negeri wajib melegalisir Prospektus Penawaran Waralaba oleh Notaris Publik dengan melampirkan surat keterangan dari Atase Perdagangan Republik Indonesia atau Pejabat Perwakilan Republik Indonesia di negara asal Pemberi Waralaba.

Prospektus Waralaba tersebut wajb untuk disampaikan oleh Pemberi Waralaba kepada calon Penerima Waralaba pada saat penawaran atau paling lambat 2 (dua) minggu sebelum penandatangan Perjanjian Waralaba (Pasal 7 ayat (1) PP 42/2007 jo Pasal 4 ayat (1) Permendag 31/2008).

B.     Tata Cara Pendaftaran Prospektus Waralaba untuk Memperoleh STPW :

1)     Pengajuan Permohonan STPW

(i)      Pemberi Waralaba yang berasa dari luar negeri dan Pemberi Waralaba lanjutan yang berasa dari luar negeri mengajukan permohonan kepada Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan, Direktorat Jendral Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, sesuai dengan Lampiran III A-1 Permendag 31/2008;
(ii)     Pemberi Waralaba yang berasa dari dalam negeri dan Pemberi Waralaba lanjutan yang berasa dari dalam negeri mengajukan permohonan kepada kantor Dinas Perdagangan DKI Jakarta/ kabupaten/kota setempat, sesuai dengan Lampiran III A-2 Permendag 31/2008.

2)     Dokumen yang diperlukan dalam Permohonan STPW
Setiap pemohon wajib untuk menyampaikan permohonan STPW yang ditandatangani oleh pemilik, pengurus atau penanggung jawab perusahaan atau kuasa pemohon (dengan menyertakan surat kuasa)  dengan melampirkan dokumen sebagai berikut : 

(i)      Apabila permohonan dilakukan oleh Pemberi Waralaba yang berasal dari luar negeri wajib melampirkan :
a. Fotocopy Prospektus Penawaran Waralaba; dan
b. Fotocopy legalitas usaha

(ii)     Apabila permohonan dilakukan oleh Pemberi Waralaba lanjutan yang berasal dari luar negeri dan Pemberi Waralaba lanjutan yang berasal dari dalam negeri wajib melampirkan :
a.   Fotocopy Izin Teknis;
b.   Fotocopy Prospektus Penawaran Waralaba;
c.   Fotocopy Tanda Daftar Perusahaan ("TDP");
d.   Fotocopy STPW sebagai Penerima Waralaba;
e.   Fotocopy Akta Pendirian Perusahaan dan/atau Akta Perubahan yang telah mendapat Pengesahan dari Instansi Berwenang (apabila Pemberi Waralaba merupakan badan hukum);
f.     Fotocopy Tanda Bukti Pendaftaran HKI; dan
g.   Fotocopy KTP Pemilik/Penanggungjawab Perusahaan.

(iii)   Apabila permohonan dilakukan oleh Pemberi Waralaba yang berasal dari dalam negeri wajib melampirkan :
                       a. Fotocopy Izin Teknis;
b.   Fotocopy Prospektus Penawaran Waralaba;
c.   Fotocopy TDP;
d.   Fotocopy Akta Pendirian Perusahaan dan/atau Akta Perubahan yang telah mendapat Pengesahan dari Instansi Berwenang (apabila Pemberi Waralaba merupakan badan hukum);
e.   Fotocopy Tanda Bukti Pendaftaran HKI; dan
f.     Fotocopy KTP Pemiliki/Penanggungjawab Perusahaan.  


3)     Skema pendaftaran Prospektus untuk mendapatkan STPW:


 


II.                   Pendaftaran Perjanjian Waralaba oleh Penerima Waralaba

A.     Perjanjian Waralaba

Berdasarkan Pasal 5 PP 42/2007 Perjanjian Waralaba yang akan didaftarkan oleh Penerima Waralaba, setidaknya memuat :
(i)         nama dan alamat para pihak;
(ii)        jenis Hak Kekayaan Intelektual;
(iii)      kegiatan usaha;
(iv)     hak dan kewajiban para pihak;
(v)       bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba;
(vi)     wilayah usaha;
(vii)    jangka waktu perjanjian;
(viii) tata cara pembayaran imbalan;
(ix)      kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris;
(x)       penyelesaian sengketa; dan
(xi)      tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian.

Dalam suatu Perjanjian Waralaba dapat memuat klausula bahwa Penerima Waralaba dapat menunjuk Penerima Waralaba lain.

Apabila Perjanjian Waralaba yang akan didaftarkan menggunakan bahasa asing, maka wajib untuk diterjemahkan terlebih dahulu ke dalam bahasa Indonesia. Para Pihak dalam Perjanjian Waralaba memiliki kedudukan hukum yang setara dan tunduk pada peraturan perundang-undangan Republik Indonesia.

Perjanjian Waralaba tersebut wajb untuk disampaikan kepada calon Penerima Waralaba paling lambat 2 (dua) minggu sebelum penandatangan Perjanjian Waralaba (Pasal 5 ayat (3) PP 42/2007 jo Permendag 31/2008). Setelah menandatangani Perjanjian Waralaba, Penerima Waralaba wajib untuk mendaftarkan Perjanjian Waralaba tersebut untuk memperoleh STPW.


B.     Tata Cara Pendaftaran Perjanjian Waralaba untuk Memperoleh STPW :

1)     Pengajuan Permohonan STPW

(i)      Penerima Waralaba yang berasa dari luar negeri mengajukan permohonan kepada Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan, Direktorat Jendral Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, sesuai dengan Lampiran III B-1 Permendag 31/2008;
(ii)     Penerima Waralaba yang berasal dari dalam negeri, Penerima Waralaba lanjutan yang berasal dari waralaba dalam negeri, dan  Penerima Waralaba lanjutan yang berasal dari waralaba luar negeri mengajukan permohonan kepada kantor Dinas Perdagangan DKI Jakarta/kabupaten/kota setempat, sesuai dengan Lampiran III B-2 Permendag 31/2008.

2)     Dokumen yang diperlukan dalam Permohonan STPW

Setiap pemohon wajib untuk menyampaikan permohonan STPW yang ditandatangani oleh pemilik, pengurus atau penanggung jawab perusahaan atau kuasa pemohon (dengan menyertakan surat kuasa) dengan melampirkan dokumen sebagai berikut : 

a.        Fotocopy Izin Teknis;
b.        Fotocopy Prospektus Penawaran Waralaba dari Pemberi Waralaba;
c.        Fotocopy Perjanjian Waralaba;
d.        Fotocopy TDP;
e.        Fotocopy STPW Pemberi Waralaba;
f.         Fotocopy Akta Pendirian Perusahaan dan/atau Akta Perubahan yang telah mendapat Pengesahan dari Instansi Berwenang (apabila Penerima Waralaba merupakan badan hukum);
g.        Fotocopy Tanda Bukti Pendaftaran HKI; dan
h.        Fotocopy KTP Pemiliki/Penanggungjawab Perusahaan.


3)     Skema pendaftaran Perjanjian Waralaba untuk mendapatkan STPW:
 

         
           Berdasarkan Pasal 19 Permendag 31/2008, pengurusan permohonan STPW  baik yang dilakukan oleh Pemberi Waralaba maupun oleh Penerima Waralaba sebagaimana disampaikan sebelumnya, tidak dikenakan biaya administrasi.

Demikian jawaban yang dapat kami berikan. Semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
2.      Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
  
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

Komentar

Postingan Populer