Hukumonline-Properthy
Jawaban:
Karena
pembagian waris berupa sebidang tanah akan dibagikan berdasarkan jumlah
anak si pewaris, maka peralihan hak atas tanah tersebut harus disertai
dengan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris.
Hal ini diatur berdasarkan Pasal 42 ayat (4) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP Pendaftaran Tanah”), yang berbunyi:
Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan
waktu peralihan hak tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian
waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau hak milik atas
satuan rumah susun tertentu jatuh kepada seorang penerima warisan
tertentu, pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas
satuan rumah susun itu dilakukan kepada penerima warisan yang
bersangkutan berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan akta
pembagian waris tersebut.
Surat tanda bukti waris, menurut penjelasan Pasal 42 PP Pendaftaran Tanah,
dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris, atau Surat Penetapan Ahli
Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris. Surat Keterangan Hak Waris
(SKHW) untuk Warga Negara Indonesia berdasarkan Surat Edaran tanggal 20
Desember 1969 No. Dpt/12/63/12/69 yang diterbitkan oleh Direktorat
Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster) di Jakarta, yaitu:
- Golongan Keturunan Eropah (Barat) dibuat oleh Notaris;
- Golongan penduduk asli Surat Keterangan oleh Ahli Waris, disaksikan oleh Lurah/Desa dan diketahui oleh Camat.
- Golongan keturunan Tionghoa, oleh Notaris;
- Golongan Timur Asing bukan Tionghoa, oleh Balai Harta Peninggalan (BHP).
Akan tetapi, apabila Anda tetap ingin membuat penetapan ahli waris maka Penetapan ahli waris dikeluarkan oleh pengadilan (Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama). Penetapan ahli waris untuk yang beragama Islam dibuat oleh Pengadilan Agama atas permohonan para ahli waris. Dasar hukumnya adalah Pasal 49 huruf b UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sedangkan, penetapan ahli waris yang beragama selain Islam dibuat oleh Pengadilan Negeri. Dasar hukumnya adalah Pasal 833 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”).
Mengenai prosedur, persyaratan dan biaya pemecahan sertipikat tanah berdasarkan situs bpn.go.id adalah:
Dasar Hukum:
3. Peraturan
Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997.
5. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No.600-1900 Tanggal 31 Juli 2003.
Persyaratan:
1. Permohonan yang disertai alasan Pemecahan tersebut.
2. Identitas diri pemohon dan atau kuasanya (fotocopy KTP).
3. Sertipikat Hak Atas Tanah asli.
4. Site Plan (Untuk Kawasan Pembangunan Perumahan).
Biaya dan Waktu
1. Rp. 25.000,- dikalikan banyaknya sertipikat pemecahan yang diterbitkan.
2. Waktu: 7 hari kerja = 1 bidang diluar waktu Pengukuran.
3. 1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam.
Keterangan:
Catatan: Untuk menghapus catatan dalam sertipikat tentang ijin pejabat yang berwenang diperlukan SE KBPN.
|
Lebih lanjut, simak artikel-artikel berikut:
Demikian penjelasan singkat dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23);
3. Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
6. Peraturan
Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997;
7. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No.600-1900 Tanggal 31 Juli 2003.
Sumber:@klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.Jumat, 27 April 2012
Komentar
Posting Komentar