RUMAH SUSUN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2011
TENTANG
RUMAH SUSUN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa
setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan
sehat, yang merupakan kebutuhan
dasar manusia, dan yang
mempunyai peran yang sangat
strategis dalam
pembentukan watak serta kepribadian
bangsa sebagai salah satu
upaya membangun manusia
Indonesia seutuhnya,
berjati diri, mandiri, dan produktif;
b. bahwa negara
bertanggung jawab melindungi segenap
bangsa Indonesia dalam
penyelenggaraan perumahan
melalui rumah susun yang
layak bagi kehidupan yang
sehat, aman, harmonis,
dan berkelanjutan di seluruh
wilayah Indonesia;
c. bahwa setiap orang
dapat berpartisipasi untuk memenuhi
kebutuhan tempat tinggal
melalui pembangunan rumah
susun yang layak, aman,
harmonis, terjangkau secara
mandiri, dan
berkelanjutan;
d. bahwa negara
berkewajiban memenuhi kebutuhan tempat
tinggal yang terjangkau
bagi masyarakat berpenghasilan
rendah;
e. bahwa Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun sudah tidak
sesuai dengan perkembangan
hukum, kebutuhan setiap
orang, dan partisipasi
masyarakat serta tanggung
jawab dan kewajiban negara
dalam penyelenggaraan rumah
susun sehingga perlu
diganti;
f. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e perlu membentuk
Undang-Undang tentang
Rumah Susun;
Mengingat . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 2 -
Dengan Persetujuan
Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG RUMAH SUSUN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini
yang dimaksud dengan:
1. Rumah susun adalah
bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional,
baik dalam arah
horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan
yang masing-masing dapat
dimiliki dan digunakan
secara terpisah, terutama untuk
tempat hunian yang
dilengkapi dengan bagian bersama,
benda bersama, dan tanah
bersama.
2. Penyelenggaraan rumah
susun adalah kegiatan
perencanaan, pembangunan,
penguasaan dan
pemanfaatan, pengelolaan,
pemeliharaan dan perawatan,
pengendalian,
kelembagaan, pendanaan dan sistem
pembiayaan, serta peran
masyarakat yang dilaksanakan
secara sistematis,
terpadu, berkelanjutan, dan
bertanggung jawab.
Mengingat : 1. Pasal 20,
Pasal 21, dan Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan
ayat (4) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan
Permukiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5188);
3. Satuan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 3 -
3. Satuan rumah susun
yang selanjutnya disebut sarusun
adalah unit rumah susun
yang tujuan utamanya
digunakan secara terpisah
dengan fungsi utama sebagai
tempat hunian dan
mempunyai sarana penghubung ke
jalan umum.
4. Tanah bersama adalah
sebidang tanah hak atau tanah
sewa untuk bangunan yang
digunakan atas dasar hak
bersama secara tidak
terpisah yang di atasnya berdiri
rumah susun dan
ditetapkan batasnya dalam
persyaratan izin
mendirikan bangunan.
5. Bagian bersama adalah
bagian rumah susun yang
dimiliki secara tidak
terpisah untuk pemakaian bersama
dalam kesatuan fungsi
dengan satuan-satuan rumah
susun.
6. Benda bersama adalah
benda yang bukan merupakan
bagian rumah susun
melainkan bagian yang dimiliki
bersama secara tidak
terpisah untuk pemakaian
bersama.
7. Rumah susun umum
adalah rumah susun yang
diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan rumah
bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
8. Rumah susun khusus
adalah rumah susun yang
diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan khusus.
9. Rumah susun negara
adalah rumah susun yang dimiliki
negara dan berfungsi
sebagai tempat tinggal atau
hunian, sarana pembinaan
keluarga, serta penunjang
pelaksanaan tugas pejabat
dan/atau pegawai negeri.
10. Rumah susun komersial
adalah rumah susun yang
diselenggarakan untuk
mendapatkan keuntungan.
11. Sertifikat hak milik
sarusun yang selanjutnya disebut
SHM sarusun adalah tanda
bukti kepemilikan atas
sarusun di atas tanah hak
milik, hak guna bangunan
atau hak pakai di atas
tanah negara, serta hak guna
bangunan atau hak pakai
di atas tanah hak pengelolaan.
12. Sertifikat
kepemilikan bangunan gedung sarusun yang
selanjutnya disebut SKBG
sarusun adalah tanda bukti
kepemilikan atas sarusun
di atas barang milik
negara/daerah berupa
tanah atau tanah wakaf dengan
cara sewa.
13. Nilai . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 4 -
13. Nilai perbandingan
proporsional yang selanjutnya
disebut NPP adalah angka
yang menunjukkan
perbandingan antara
sarusun terhadap hak atas bagian
bersama, benda bersama,
dan tanah bersama yang
dihitung berdasarkan
nilai sarusun yang bersangkutan
terhadap jumlah nilai
rumah susun secara keseluruhan
pada waktu pelaku
pembangunan pertama kali
memperhitungkan biaya
pembangunannya secara
keseluruhan untuk
menentukan harga jualnya.
14. Masyarakat berpenghasilan
rendah yang selanjutnya
disebut MBR adalah
masyarakat yang mempunyai
keterbatasan daya beli
sehingga perlu mendapat
dukungan pemerintah untuk
memperoleh sarusun
umum.
15. Pelaku pembangunan
rumah susun yang selanjutnya
disebut pelaku
pembangunan adalah setiap orang
dan/atau pemerintah yang
melakukan pembangunan
perumahan dan permukiman.
16. Setiap orang adalah
orang perseorangan atau badan
hukum.
17. Badan hukum adalah
badan hukum yang didirikan oleh
warga negara Indonesia
yang kegiatannya di bidang
penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman.
18. Pemilik adalah setiap
orang yang memiliki sarusun.
19. Penghuni adalah orang
yang menempati sarusun, baik
sebagai pemilik maupun
bukan pemilik.
20. Pengelola adalah
suatu badan hukum yang bertugas
untuk mengelola rumah
susun.ntuk menjamin
21. Perhimpunan pemilik
dan penghuni sarusun yang
selanjutnya disebut
PPPSRS adalah badan hukum yang
beranggotakan para
pemilik atau penghuni sarusun.
22. Pemerintah pusat yang
selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan
negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
23. Pemerintah daerah
adalah gubernur, bupati atau
walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur
penyelenggara
pemerintahan daerah.
24. Menteri . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 5 -
24. Menteri adalah
menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
perumahan dan kawasan
permukiman.
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG
LINGKUP
Pasal 2
Penyelenggaraan rumah
susun berasaskan pada:
a. kesejahteraan;
b. keadilan dan
pemerataan;
c. kenasionalan;
d. keterjangkauan dan
kemudahan;
e. keefisienan dan
kemanfaatan;
f. kemandirian dan
kebersamaan;
g. kemitraan;
h. keserasian dan
keseimbangan;
i. keterpaduan;
j. kesehatan;
k. kelestarian dan
berkelanjutan;
l. keselamatan,
kenyamanan, dan kemudahan; dan
m. keamanan, ketertiban,
dan keteraturan.
Pasal 3
Penyelenggaraan rumah
susun bertujuan untuk:
a. menjamin terwujudnya
rumah susun yang layak huni
dan terjangkau dalam
lingkungan yang sehat, aman,
harmonis, dan
berkelanjutan serta menciptakan
permukiman yang terpadu
guna membangun ketahanan
ekonomi, sosial, dan
budaya;
b. meningkatkan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 6 -
b. meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pemanfaatan
ruang dan tanah, serta
menyediakan ruang terbuka hijau
di kawasan perkotaan
dalam menciptakan kawasan
permukiman yang lengkap
serta serasi dan seimbang
dengan memperhatikan
prinsip pembangunan
berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan;
c. mengurangi luasan dan
mencegah timbulnya perumahan
dan permukiman kumuh;
d. mengarahkan
pengembangan kawasan perkotaan yang
serasi, seimbang,
efisien, dan produktif;
e. memenuhi kebutuhan
sosial dan ekonomi yang
menunjang kehidupan
penghuni dan masyarakat dengan
tetap mengutamakan tujuan
pemenuhan kebutuhan
perumahan dan permukiman
yang layak, terutama bagi
MBR;
f. memberdayakan para
pemangku kepentingan di bidang
pembangunan rumah susun;
g. menjamin terpenuhinya
kebutuhan rumah susun yang
layak dan terjangkau,
terutama bagi MBR dalam
lingkungan yang sehat,
aman, harmonis, dan
berkelanjutan dalam suatu
sistem tata kelola perumahan
dan permukiman yang
terpadu; dan
h. memberikan kepastian
hukum dalam penyediaan,
kepenghunian,
pengelolaan, dan kepemilikan rumah
susun.
Pasal 4
(1) Lingkup pengaturan
undang-undang ini meliputi:
a. pembinaan;
b. perencanaan;
c. pembangunan;
d. penguasaan, pemilikan,
dan pemanfaatan;
e. pengelolaan;
f. peningkatan kualitas;
g. pengendalian;
h. kelembagaan;
i. tugas dan wewenang;
j. hak dan kewajiban;
k. pendanaan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 7 -
k. pendanaan dan sistem
pembiayaan; dan
l. peran masyarakat.
BAB III
PEMBINAAN
Pasal 5
(1) Negara bertanggung
jawab atas penyelenggaraan rumah
susun yang pembinaannya
dilaksanakan oleh
pemerintah.
(2) Pembinaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh:
a. Menteri pada tingkat
nasional;
b. gubernur pada tingkat
provinsi; dan
c. bupati/walikota pada
tingkat kabupaten/kota.
Pasal 6
(1) Pembinaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) meliputi:
a. perencanaan;
b. pengaturan;
c. pengendalian; dan
d. pengawasan.
(2) Dalam melaksanakan
pembinaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Menteri
melakukan koordinasi lintas
sektoral, lintas wilayah,
dan lintas pemangku
kepentingan, baik
vertikal maupun horizontal.
Pasal 7
(1) Perencanaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf a
merupakan satu kesatuan yang utuh
dari perencanaan
pembangunan nasional dan
merupakan bagian integral
dari perencanaan
pembangunan daerah.
(2) Perencanaan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 8 -
(2) Perencanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh
pemerintah sesuai dengan tingkat
kewenangannya serta
melibatkan peran serta
masyarakat.
(3) Perencanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disusun pada tingkat
nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota dengan
memperhatikan kebijakan dan
strategi nasional di
bidang rumah susun sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Perencanaan pada
tingkat nasional menjadi pedoman
untuk menyusun
perencanaan penyelenggaraan
pembangunan rumah susun
pada tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
Pasal 8
Pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf b meliputi:
a. pembangunan;
b. penguasaan, pemilikan,
dan pemanfaatan;
c. pengelolaan;
d. peningkatan kualitas;
e. kelembagaan; dan
f. pendanaan dan sistem
pembiayaan.
Pasal 9
Pengendalian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf c dilakukan untuk
menjamin penyelenggaraan rumah
susun sesuai dengan
tujuannya.
Pasal 10
Pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf d meliputi
pemantauan, evaluasi, dan tindakan
koreksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 11 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 9 -
Pasal 11
(1) Pemerintah melakukan
pembinaan penyelenggaraan
rumah susun secara
nasional untuk memenuhi tertib
penyelenggaraan rumah
susun.
(2) Pembinaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan cara:
a. koordinasi
penyelenggaraan rumah susun;
b. sosialisasi peraturan
perundang-undangan dan
sosialisasi norma,
standar, prosedur, dan kriteria;
c. pemberian bimbingan,
supervisi, dan konsultasi;
d. pendidikan dan
pelatihan;
e. penelitian dan
pengembangan;
f. pengembangan sistem
dan layanan informasi dan
komunikasi; dan
g. pemberdayaan pemangku
kepentingan rumah susun.
(3) Pemerintah melakukan
pembinaan penyelenggaraan
rumah susun kepada
pemerintah daerah provinsi,
pemerintah daerah
kabupaten/kota, dan masyarakat.
(4) Pembinaan
penyelenggaraan rumah susun sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
dilakukan dengan tujuan:
a. mendorong pembangunan
rumah susun dengan
memanfaatkan teknik dan
teknologi, bahan
bangunan, rekayasa
konstruksi, dan rancang bangun
yang tepat-guna serta
mempertimbangkan kearifan
lokal dan keserasian
lingkungan yang aman bagi
kesehatan;
b. mendorong pembangunan
rumah susun yang mampu
menggerakkan industri
perumahan nasional dan
memaksimalkan pemanfaatan
sumber daya lokal,
termasuk teknologi tahan
gempa;
c. mendorong terwujudnya
hunian yang layak dan
terjangkau bagi
masyarakat sebagai sarana
pembinaan keluarga; dan
d. mendorong pewujudan
dan pelestarian nilai-nilai
wawasan nusantara atau
budaya nasional dalam
pembangunan rumah susun.
Pasal 12 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 10 -
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut
mengenai pembinaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6
diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
PERENCANAAN
Pasal 13
(1) Perencanaan
pembangunan rumah susun meliputi:
a. penetapan penyediaan
jumlah dan jenis rumah susun;
b. penetapan zonasi
pembangunan rumah susun; dan
c. penetapan lokasi
pembangunan rumah susun.
(2) Penetapan penyediaan
jumlah dan jenis rumah susun
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilakukan
berdasarkan kelompok
sasaran, pelaku, dan sumber
daya pembangunan yang
meliputi rumah susun umum,
rumah susun khusus, rumah
susun negara, dan rumah
susun komersial.
(3) Penetapan zonasi dan
lokasi pembangunan rumah susun
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dan huruf c
harus dilakukan sesuai
dengan ketentuan rencana tata
ruang wilayah
kabupaten/kota.
(4) Dalam hal daerah
belum mempunyai rencana tata ruang
wilayah, gubernur atau
bupati/walikota dengan
persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah
menetapkan zonasi dan
lokasi pembangunan rumah
susun umum, rumah susun
khusus, dan rumah susun
negara dengan
mempertimbangkan daya dukung dan
daya tampung lingkungan.
(5) Khusus untuk wilayah
Provinsi DKI Jakarta penetapan
zonasi dan lokasi
pembangunan rumah susun dilakukan
sesuai dengan ketentuan
Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi DKI Jakarta.
Pasal 14
(1) Perencanaan
pembangunan rumah susun dilaksanakan
berdasarkan:
a. kepadatan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 11 -
a. kepadatan bangunan;
b. jumlah dan kepadatan
penduduk;
c. rencana rinci tata
ruang;
d. layanan prasarana,
sarana, dan utilitas umum;
e. layanan moda
transportasi;
f. alternatif
pengembangan konsep pemanfaatan rumah
susun;
g. layanan informasi dan
komunikasi;
h. konsep hunian
berimbang; dan
i. analisis potensi
kebutuhan rumah susun.
(2) Pedoman perencanaan
pembangunan rumah susun
diatur dengan peraturan
Menteri.
BAB V
PEMBANGUNAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
(1) Pembangunan rumah
susun umum, rumah susun
khusus, dan rumah susun
negara merupakan tanggung
jawab pemerintah.
(2) Pembangunan rumah
susun umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
yang dilaksanakan oleh setiap
orang mendapatkan
kemudahan dan/atau bantuan
pemerintah.
(3) Pembangunan rumah
susun umum dan rumah susun
khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan oleh lembaga
nirlaba dan badan usaha.
Pasal 16
(1) Pembangunan rumah
susun komersial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13
ayat (2) dapat dilaksanakan
oleh setiap orang.
(2) Pelaku . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 12 -
(2) Pelaku pembangunan
rumah susun komersial
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib menyediakan
rumah susun umum
sekurang-kurangnya 20%
(dua puluh persen) dari
total luas lantai rumah susun
komersial yang dibangun.
(3) Kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan di luar lokasi
kawasan rumah susun komersial
pada kabupaten/kota yang
sama.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kewajiban menyediakan
rumah susun umum
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) diatur
dalam peraturan pemerintah.
Pasal 17
Rumah susun dapat
dibangun di atas tanah:
a. hak milik;
b. hak guna bangunan atau
hak pakai atas tanah negara;
dan
c. hak guna bangunan atau
hak pakai di atas hak
pengelolaan.
Pasal 18
Selain dibangun di atas
tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17, rumah
susun umum dan/atau rumah
susun khusus dapat
dibangun dengan:
a. pemanfaatan barang
milik negara/daerah berupa tanah;
atau
b. pendayagunaan tanah
wakaf.
Pasal 19
(1) Pemanfaatan barang
milik negara/daerah berupa tanah
untuk pembangunan rumah
susun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18
huruf a dilakukan dengan cara
sewa atau kerja sama
pemanfaatan.
(2) Tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus telah
diterbitkan sertifikat
hak atas tanah sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pelaksanaan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 13 -
(3) Pelaksanaan sewa atau
kerja sama pemanfaatan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
(1) Pendayagunaan tanah
wakaf untuk pembangunan
rumah susun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18
huruf b dilakukan dengan
cara sewa atau kerja sama
pemanfaatan sesuai dengan
ikrar wakaf.
(2) Apabila pendayagunaan
tanah wakaf sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
tidak sesuai dengan ikrar wakaf,
dapat dilakukan
pengubahan peruntukan setelah
memperoleh persetujuan
dan/atau izin tertulis Badan
Wakaf Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pengubahan peruntukan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) hanya dapat
dilakukan untuk pembangunan
rumah susun umum.
(4) Pelaksanaan sewa atau
kerja sama pemanfaatan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sesuai
dengan prinsip syariah
dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pendayagunaan tanah
wakaf untuk rumah susun
umum diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
(1) Pemanfaatan dan
pendayagunaan tanah untuk
pembangunan rumah susun
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 dan Pasal
20 harus dilakukan dengan
perjanjian tertulis di
hadapan pejabat yang berwenang
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
(2) Perjanjian tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya
memuat:
a. hak dan kewajiban
penyewa dan pemilik tanah;
b. jangka waktu sewa atas
tanah;
c. kepastian pemilik
tanah untuk mendapatkan
pengembalian tanah pada
akhir masa perjanjian sewa;
dan
d. jaminan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 14 -
d. jaminan penyewa
terhadap tanah yang dikembalikan
tidak terdapat
permasalahan fisik, administrasi, dan
hukum.
(3) Jangka waktu sewa
atas tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b
diberikan selama 60 (enam puluh)
tahun sejak
ditandatanganinya perjanjian tertulis.
(4) Penetapan tarif sewa
atas tanah dilakukan oleh
Pemerintah untuk menjamin
keterjangkauan harga jual
sarusun umum bagi MBR.
(5) Perjanjian tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dicatatkan di kantor
pertanahan.
Bagian Kedua
Penyediaan Tanah
Pasal 22
(1) Penyediaan tanah
untuk pembangunan rumah susun
dapat dilakukan melalui:
a. pemberian hak atas
tanah terhadap tanah yang
langsung dikuasai negara;
b. konsolidasi tanah oleh
pemilik tanah;
c. peralihan atau
pelepasan hak atas tanah oleh
pemegang hak atas tanah;
d. pemanfaatan barang
milik negara atau barang milik
daerah berupa tanah;
e. pendayagunaan tanah
wakaf;
f. pendayagunaan sebagian
tanah negara bekas tanah
terlantar; dan/atau
g. pengadaan tanah untuk
pembangunan bagi
kepentingan umum.
(2) Penyediaan tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Dalam . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 15 -
(3) Dalam hal pembangunan
rumah susun dilakukan di atas
tanah hak guna bangunan
atau hak pakai di atas hak
pengelolaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17
huruf c, pelaku
pembangunan wajib menyelesaikan
status hak guna bangunan
atau hak pakai di atas hak
pengelolaan sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan
sebelum menjual sarusun yang
bersangkutan.
Bagian Ketiga
Persyaratan Pembangunan
Paragraf 1
Umum
Pasal 23
(1) Pembangunan rumah
susun dilakukan melalui
perencanaan teknis,
pelaksanaan, dan pengawasan
teknis.
(2) Perencanaan teknis,
pelaksanaan, dan pengawasan
teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang–
undangan.
Pasal 24
Persyaratan pembangunan
rumah susun meliputi:
a. persyaratan
administratif;
b. persyaratan teknis;
dan
c. persyaratan ekologis.
Pasal 25
(1) Dalam membangun rumah
susun, pelaku pembangunan
wajib memisahkan rumah
susun atas sarusun, bagian
bersama, benda bersama,
dan tanah bersama.
(2) Benda bersama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi bagian bersama
jika dibangun sebagai bagian
bangunan rumah susun.
(3) Pemisahan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 16 -
(3) Pemisahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
memberikan kejelasan
atas:
a. batas sarusun yang
dapat digunakan secara terpisah
untuk setiap pemilik;
b. batas dan uraian atas
bagian bersama dan benda
bersama yang menjadi hak
setiap sarusun; dan
c. batas dan uraian tanah
bersama dan besarnya bagian
yang menjadi hak setiap
sarusun.
Pasal 26
(1) Pemisahan rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1) wajib
dituangkan dalam bentuk gambar
dan uraian.
(2) Gambar dan uraian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi dasar untuk
menetapkan NPP, SHM sarusun
atau SKBG sarusun, dan
perjanjian pengikatan jual beli.
(3) Gambar dan uraian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat sebelum
pelaksanaan pembangunan rumah
susun.
(4) Gambar dan uraian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dituangkan dalam bentuk
akta pemisahan yang disahkan
oleh bupati/walikota.
(5) Khusus untuk Provinsi
DKI Jakarta, akta pemisahan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disahkan oleh
Gubernur.
Pasal 27
Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemisahan rumah susun
serta gambar dan uraian
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 dan Pasal 26
diatur dengan peraturan pemerintah.
Paragraf 2
Persyaratan Administratif
Pasal 28
Dalam melakukan
pembangunan rumah susun, pelaku
pembangunan harus
memenuhi ketentuan administratif
yang meliputi:
a. status . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 17 -
a. status hak atas tanah;
dan
b. izin mendirikan
bangunan (IMB).
Pasal 29
(1) Pelaku pembangunan
harus membangun rumah susun
dan lingkungannya sesuai
dengan rencana fungsi dan
pemanfaatannya.
(2) Rencana fungsi dan
pemanfaatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus
mendapatkan izin dari
bupati/walikota.
(3) Khusus untuk Provinsi
DKI Jakarta, rencana fungsi dan
pemanfaatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus
mendapatkan izin
Gubernur.
(4) Permohonan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diajukan
oleh pelaku pembangunan dengan
melampirkan persyaratan
sebagai berikut:
a. sertifikat hak atas
tanah;
b. surat keterangan
rencana kabupaten/kota;
c. gambar rencana tapak;
d. gambar rencana
arsitektur yang memuat denah,
tampak, dan potongan
rumah susun yang
menunjukkan dengan jelas
batasan secara vertikal
dan horizontal dari
sarusun;
e. gambar rencana
struktur beserta perhitungannya;
f. gambar rencana yang
menunjukkan dengan jelas
bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama;
dan
g. gambar rencana
utilitas umum dan instalasi beserta
perlengkapannya.
(5) Dalam hal rumah susun
dibangun di atas tanah sewa,
pelaku pembangunan harus
melampirkan perjanjian
tertulis pemanfaatan dan
pendayagunaan tanah
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1).
Pasal 30 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 18 -
Pasal 30
Pelaku pembangunan
setelah mendapatkan izin
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (2) dan ayat (3)
wajib meminta pengesahan
dari pemerintah daerah tentang
pertelaan yang
menunjukkan batas yang jelas dari setiap
sarusun, bagian bersama,
benda bersama, dan tanah
bersama berserta uraian
NPP.
Pasal 31
(1) Pengubahan rencana
fungsi dan pemanfaatan rumah
susun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2)
harus mendapatkan izin
dari bupati/walikota.
(2) Khusus untuk Provinsi
DKI Jakarta, pengubahan
rencana fungsi dan
pemanfaatan rumah susun
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus
mendapatkan izin dari
Gubernur.
(3) Pengubahan rencana
fungsi dan pemanfaatan rumah
susun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak
mengurangi fungsi bagian
bersama, benda bersama, dan
fungsi hunian.
(4) Dalam hal pengubahan
rencana fungsi dan pemanfaatan
rumah susun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan pengubahan
NPP, pertelaannya harus
mendapatkan pengesahan
kembali dari bupati/walikota.
(5) Khusus Provinsi DKI
Jakarta pengubahan rencana fungsi
dan pemanfaatan rumah
susun sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) mendapatkan
pengesahan dari Gubernur.
(6) Untuk mendapatkan
izin pengubahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
pelaku pembangunan harus
mengajukan alasan dan
usulan pengubahan dengan
melampirkan:
a. gambar rencana tapak
beserta pengubahannya;
b. gambar rencana
arsitektur beserta pengubahannya;
c. gambar rencana
struktur dan penghitungannya
beserta pengubahannya;
d. gambar rencana yang
menunjukkan dengan jelas
bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama
beserta pengubahannya;
dan
e. gambar rencana
utilitas umum dan instalasi serta
perlengkapannya beserta
pengubahannya.
(7) Pengajuan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 19 -
(7) Pengajuan izin
pengubahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dan ayat (5)
dikenai retribusi.
Pasal 32
Pedoman permohonan izin
rencana fungsi dan pemanfaatan
serta pengubahannya
diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut
mengenai permohonan izin rencana
fungsi dan pemanfaatan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 serta permohonan
izin pengubahan rencana fungsi
dan pemanfaatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
diatur dengan peraturan
daerah.
Pasal 34
(1) Pembangunan rumah
susun dilaksanakan berdasarkan
perhitungan dan penetapan
koefisien lantai bangunan
dan koefisien dasar
bangunan yang disesuaikan dengan
kapasitas daya dukung dan
daya tampung lingkungan
yang mengacu pada rencana
tata ruang wilayah.
(2) Ketentuan mengenai
koefisien lantai bangunan dan
koefisien dasar bangunan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikecualikan
dalam hal terdapat pembatasan
ketinggian bangunan yang
berhubungan dengan:
a. ketentuan keamanan dan
keselamatan operasional
penerbangan; dan/atau
b. kearifan lokal.
Paragraf 3
Persyaratan Teknis
Pasal 35
Persyaratan teknis
pembangunan rumah susun terdiri atas:
a. tata bangunan yang meliputi
persyaratan peruntukan
lokasi serta intensitas
dan arsitektur bangunan; dan
b. keandalan bangunan
yang meliputi persyaratan
keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan.
Pasal 36 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 20 -
Pasal 36
Ketentuan tata bangunan
dan keandalan bangunan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4
Persyaratan Ekologis
Pasal 37
Pembangunan rumah susun
harus memenuhi persyaratan
ekologis yang mencakup
keserasian dan keseimbangan
fungsi lingkungan.
Pasal 38
Pembangunan rumah susun
yang menimbulkan dampak
penting terhadap
lingkungan harus dilengkapi persyaratan
analisis dampak
lingkungan sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
Bagian Keempat
Sertifikat Laik Fungsi
Pasal 39
(1) Pelaku pembangunan
wajib mengajukan permohonan
sertifikat laik fungsi
kepada bupati/walikota setelah
menyelesaikan seluruh
atau sebagian pembangunan
rumah susun sepanjang
tidak bertentangan dengan IMB.
(2) Khusus untuk Provinsi
DKI Jakarta, permohonan
sertifikat laik fungsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan kepada Gubernur.
(3) Pemerintah daerah
menerbitkan sertifikat laik fungsi
setelah melakukan
pemeriksaan kelaikan fungsi
bangunan rumah susun
sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
Bagian . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 21 -
Bagian Kelima
Prasarana, Sarana, dan
Utilitas Umum
Lingkungan Rumah Susun
Pasal 40
(1) Pelaku pembangunan
wajib melengkapi lingkungan
rumah susun dengan
prasarana, sarana, dan utilitas
umum.
(2) Prasarana, sarana,
dan utilitas umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
harus mempertimbangkan:
a. kemudahan dan
keserasian hubungan dalam kegiatan
sehari-hari;
b. pengamanan jika
terjadi hal-hal yang membahayakan;
dan
c. struktur, ukuran, dan
kekuatan sesuai dengan fungsi
dan penggunaannya.
(3) Prasarana, sarana,
dan utilitas umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi standar
pelayanan minimal.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai standar pelayanan
minimal prasarana,
sarana, dan utilitas umum diatur
dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keenam
Pembangunan Melalui
Penanaman Modal Asing
Pasal 41
Pembangunan rumah susun
dapat dilakukan melalui
penanaman modal asing
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Pemasaran dan Jual Beli
Rumah Susun
Pasal 42
(1) Pelaku pembangunan
dapat melakukan pemasaran
sebelum pembangunan rumah
susun dilaksanakan.
(2) Dalam . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 22 -
(2) Dalam hal pemasaran
dilakukan sebelum pembangunan
rumah susun dilaksanakan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pelaku
pembangunan sekurang-kurangnya
harus memiliki:
a. kepastian peruntukan
ruang;
b. kepastian hak atas
tanah;
c. kepastian status
penguasaan rumah susun;
d. perizinan pembangunan
rumah susun; dan
e. jaminan atas
pembangunan rumah susun dari
lembaga penjamin.
(3) Dalam hal pemasaran
dilakukan sebelum pembangunan
rumah susun sebagaimana
dimaksud pada ayat (2),
segala sesuatu yang
dijanjikan oleh pelaku
pembangunan dan/atau agen
pemasaran mengikat
sebagai perjanjian
pengikatan jual beli (PPJB) bagi para
pihak.
Pasal 43
(1) Proses jual beli
sarusun sebelum pembangunan rumah
susun selesai dapat
dilakukan melalui PPJB yang dibuat
di hadapan notaris.
(2) PPJB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan
setelah memenuhi
persyaratan kepastian atas:
a. status kepemilikan
tanah;
b. kepemilikan IMB;
c. ketersediaan
prasarana, sarana, dan utilitas umum;
d. keterbangunan paling
sedikit 20% (dua puluh persen);
dan
e. hal yang
diperjanjikan.
Pasal 44
(1) Proses jual beli, yang
dilakukan sesudah pembangunan
rumah susun selesai,
dilakukan melalui akta jual beli
(AJB).
(2) Pembangunan rumah
susun dinyatakan selesai
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) apabila telah
diterbitkan:
a. Sertifikat Laik
Fungsi; dan
b. SHM . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 23 -
b. SHM sarusun atau SKBG
sarusun.
BAB VI
PENGUASAAN, PEMILIKAN,
DAN PEMANFAATAN
Bagian Kesatu
Penguasaan Sarusun
Pasal 45
(1) Penguasaan sarusun
pada rumah susun umum dapat
dilakukan dengan cara
dimiliki atau disewa.
(2) Penguasaan sarusun
pada rumah susun khusus dapat
dilakukan dengan cara
pinjam-pakai atau sewa.
(3) Penguasaan terhadap
sarusun pada rumah susun negara
dapat dilakukan dengan
cara pinjam-pakai, sewa, atau
sewa-beli.
(4) Penguasaan terhadap
sarusun pada rumah susun
komersial dapat dilakukan
dengan cara dimiliki atau
disewa.
(5) Penguasaan sarusun
dengan cara sewa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (4) dilakukan dengan
perjanjian tertulis yang
dibuat di hadapan pejabat yang
berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6) Perjanjian tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
harus didaftarkan pada
PPPSRS.
(7) Tata cara pelaksanaan
pinjam-pakai atau sewa
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dalam
peraturan pemerintah.
(8) Tata cara pelaksanaan
pinjam-pakai, sewa, atau sewabeli
sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
Bagian . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 24 -
Bagian Kedua
Pemilikan Sarusun
Pasal 46
(1) Hak kepemilikan atas
sarusun merupakan hak milik atas
sarusun yang bersifat
perseorangan yang terpisah
dengan hak bersama atas
bagian bersama, benda
bersama, dan tanah
bersama.
(2) Hak atas bagian
bersama, benda bersama, dan tanah
bersama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung
berdasarkan atas NPP.
Pasal 47
(1) Sebagai tanda bukti
kepemilikan atas sarusun di atas
tanah hak milik, hak guna
bangunan, atau hak pakai di
atas tanah negara, hak
guna bangunan atau hak pakai di
atas tanah hak
pengelolaan diterbitkan SHM sarusun.
(2) SHM sarusun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan bagi setiap
orang yang memenuhi syarat
sebagai pemegang hak atas
tanah.
(3) SHM sarusun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan yang
terdiri atas:
a. salinan buku tanah dan
surat ukur atas hak tanah
bersama sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. gambar denah lantai
pada tingkat rumah susun
bersangkutan yang
menunjukkan sarusun yang
dimiliki; dan
c. pertelaan mengenai
besarnya bagian hak atas bagian
bersama, benda bersama,
dan tanah bersama bagi
yang bersangkutan.
(4) SHM sarusun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh kantor
pertanahan kabupaten/kota.
(5) SHM sarusun dapat
dijadikan jaminan utang dengan
dibebani hak tanggungan sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundangan-undangan.
Pasal 48 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 25 -
Pasal 48
(1) Sebagai tanda bukti
kepemilikan atas sarusun di atas
barang milik
negara/daerah berupa tanah atau tanah
wakaf dengan cara sewa,
diterbitkan SKBG sarusun.
(2) SKBG sarusun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan yang
terdiri atas:
a. salinan buku bangunan
gedung;
b. salinan surat
perjanjian sewa atas tanah;
c. gambar denah lantai
pada tingkat rumah susun yang
bersangkutan yang
menunjukkan sarusun yang
dimiliki; dan
d. pertelaan mengenai
besarnya bagian hak atas bagian
bersama dan benda bersama
yang bersangkutan.
(3) SKBG sarusun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh instansi
teknis kabupaten/kota yang
bertugas dan bertanggung
jawab di bidang bangunan
gedung.
(4) SKBG sarusun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dijadikan jaminan
utang dengan dibebani fidusia
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
(5) SKBG sarusun yang
dijadikan jaminan utang secara
fidusia harus didaftarkan
ke kementerian yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
hukum.
Pasal 49
Ketentuan lebih lanjut
mengenai bentuk SHM sarusun dan
SKBG sarusun dan tata
cara penerbitannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47
dan Pasal 48 diatur dengan
peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Pemanfaatan Rumah Susun
Pasal 50
Pemanfaatan rumah susun
dilaksanakan sesuai dengan
fungsi:
www.djap.p h.kuenmieannk .u m. .h
am.go.id
- 26 -
a. hunian; atau
b. campuran.
Pasal 51
(1) Pemanfaatan rumah
susun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 dapat
berubah dari fungsi hunian ke
fungsi campuran karena
perubahan rencana tata ruang.
(2) Perubahan fungsi yang
diakibatkan oleh perubahan
rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi dasar mengganti
sejumlah rumah susun
dan/atau memukimkan
kembali pemilik sarusun yang
dialihfungsikan.
(3) Pihak yang melakukan
perubahan fungsi rumah susun
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib menjamin
hak kepemilikan sarusun.
Bagian Keempat
Pemanfaatan Sarusun
Pasal 52
Setiap orang yang
menempati, menghuni, atau memiliki
sarusun wajib
memanfaatkan sarusun sesuai dengan
fungsinya.
Pasal 53
(1) Setiap orang dapat
menyewa sarusun.
(2) Penyewaan sarusun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi hak orang
perseorangan atas sarusun dan
pemanfaatan terhadap
bagian bersama, benda bersama,
dan tanah bersama.
Pasal 54
(1) Sarusun umum yang
memperoleh kemudahan dari
pemerintah hanya dapat
dimiliki atau disewa oleh MBR.
(2) Setiap orang yang
memiliki sarusun umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat mengalihkan
kepemilikannya kepada
pihak lain dalam hal:
a. pewarisan;
b. perikatan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 27 -
b. perikatan kepemilikan
rumah susun setelah jangka
waktu 20 (dua puluh) tahun;
atau
c. pindah tempat tinggal
yang dibuktikan dengan surat
keterangan pindah dari
yang berwenang.
(3) Pengalihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dan huruf c hanya dapat
dilakukan kepada badan
pelaksana.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pengalihan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan (3) diatur
dalam peraturan
pemerintah.
(5) Ketentuan mengenai
kriteria dan tata cara pemberian
kemudahan kepemilikan
sarusun umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 55
(1) Sarusun pada rumah
susun negara dapat disewa oleh
perseorangan atau
kelompok dengan kemudahan dari
pemerintah.
(2) Ketentuan mengenai
pedoman penyewaan sarusun
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan
peraturan pemerintah.
BAB VII
PENGELOLAAN
Pasal 56
(1) Pengelolaan rumah
susun meliputi kegiatan operasional,
pemeliharaan, dan
perawatan bagian bersama, benda
bersama, dan tanah
bersama.
(2) Pengelolaan rumah
susun sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus
dilaksanakan oleh pengelola yang
berbadan hukum, kecuali
rumah susun umum sewa,
rumah susun khusus, dan
rumah susun negara.
(3) Badan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus mendaftar dan
mendapatkan izin usaha dari
bupati/walikota.
(4) Khusus . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 28 -
(4) Khusus untuk Provinsi
DKI Jakarta, badan hukum
sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus mendaftar
dan mendapatkan izin
usaha dari Gubernur.
Pasal 57
(1) Dalam menjalankan
pengelolaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (2),
pengelola berhak menerima
sejumlah biaya
pengelolaan.
(2) Biaya pengelolaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebankan kepada pemilik
dan penghuni secara
proporsional.
(3) Biaya pengelolaan
rumah susun umum sewa dan rumah
susun khusus milik
pemerintah dapat disubsidi
pemerintah.
(4) Besarnya biaya
pengelolaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dihitung
berdasarkan kebutuhan nyata biaya
operasional,
pemeliharaan, dan perawatan.
(5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara penghitungan
besarnya biaya
pengelolaan diatur dalam peraturan
menteri yang membidangi
bangunan gedung.
Pasal 58
Dalam menjalankan
kewajibannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (2),
pengelola dapat bekerja sama
dengan orang perseorangan
dan badan hukum.
Pasal 59
(1) Pelaku pembangunan
yang membangun rumah susun
umum milik dan rumah
susun komersial dalam masa
transisi sebelum
terbentuknya PPPSRS wajib mengelola
rumah susun.
(2) Masa transisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan paling lama 1
(satu) tahun sejak penyerahan
pertama kali sarusun
kepada pemilik.
(3) Pelaku pembangunan
dalam pengelolaan rumah susun
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat bekerja sama
dengan pengelola.
(4) Besarnya . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 29 -
(4) Besarnya biaya
pengelolaan rumah susun pada masa
transisi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditanggung
oleh pelaku pembangunan
dan pemilik sarusun
berdasarkan NPP setiap
sarusun.
Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengelolaan rumah susun,
masa transisi, dan tata
cara penyerahan pertama kali
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58,
dan Pasal 59 diatur
dengan peraturan pemerintah.
BAB VIII
PENINGKATAN KUALITAS
Pasal 61
(1) Peningkatan kualitas
wajib dilakukan oleh pemilik
sarusun terhadap rumah
susun yang:
a. tidak laik fungsi dan
tidak dapat diperbaiki; dan/atau
b. dapat menimbulkan
bahaya dalam pemanfaatan
bangunan rumah susun
dan/atau lingkungan rumah
susun.
(2) Peningkatan kualitas
rumah susun selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan atas prakarsa
pemilik sarusun.
Pasal 62
(1) Peningkatan kualitas
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 61 dilakukan dengan
pembangunan kembali
rumah susun.
(2) Pembangunan kembali
rumah susun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui
pembongkaran, penataan,
dan pembangunan.
Pasal 63 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 30 -
Pasal 63
Peningkatan kualitas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
62 ayat (1) dilakukan
dengan tetap melindungi hak
kepemilikan, termasuk
kepentingan pemilik atau penghuni
dengan memperhatikan
faktor sosial, budaya, dan ekonomi
yang berkeadilan.
Pasal 64
Penetapan peningkatan
kualitas rumah susun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 61
ayat (1) merupakan kewenangan
pemerintah daerah.
Pasal 65
(1) Prakarsa peningkatan
kualitas rumah susun
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 ayat (2)
dilakukan oleh:
a. pemilik sarusun untuk
rumah susun umum milik dan
rumah susun komersial
melalui PPPSRS;
b. Pemerintah, pemerintah
daerah, atau pemilik untuk
rumah susun umum sewa dan
rumah susun khusus;
atau
c. Pemerintah atau
pemerintah daerah untuk rumah
susun negara.
(2) Prakarsa peningkatan
kualitas rumah susun yang
berasal dari pemilik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a harus disetujui
paling sedikit 60 % (enam puluh
persen) anggota PPPSRS.
Pasal 66
Pemrakarsa peningkatan
kualitas rumah susun
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 65 ayat (1) wajib:
a. memberitahukan rencana
peningkatan kualitas rumah
susun kepada penghuni
sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun sebelum pelaksanaan
rencana tersebut;
b. memberikan kesempatan
kepada pemilik untuk
menyampaikan masukan
terhadap rencana peningkatan
kualitas; dan
c. memprioritaskan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 31 -
c. memprioritaskan
pemilik lama untuk mendapatkan
satuan rumah susun yang
sudah ditingkatkan
kualitasnya.
Pasal 67
(1) Dalam pelaksanaan
peningkatan kualitas rumah susun
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 65 ayat (1) huruf a,
PPPSRS dapat bekerja sama
dengan pelaku
pembangunan rumah susun.
(2) Kerja sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan
perjanjian tertulis yang dibuat di
hadapan pejabat yang
berwenang berdasarkan prinsip
kesetaraan.
(3) Pelaksanaan
peningkatan kualitas rumah susun umum
dan rumah susun khusus
dilaksanakan oleh badan
pelaksana.
Pasal 68
(1) Pelaku pembangunan
bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan peningkatan
kualitas, penyediaan tempat
hunian sementara yang
layak dengan memperhatikan
faktor jarak, sarana,
prasarana, dan utilitas umum,
termasuk pendanaan.
(2) PPPSRS bertanggung
jawab terhadap penghunian
kembali pemilik lama
setelah selesainya peningkatan
kualitas rumah susun.
(3) Dalam hal penghunian
kembali pemilik lama
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), pemilik tidak
dikenai bea perolehan hak
atas tanah dan bangunan.
Pasal 69
Ketentuan lebih lanjut
mengenai peningkatan kualitas
rumah susun diatur dalam
peraturan pemerintah.
BAB IX . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 32 -
BAB IX
PENGENDALIAN
Pasal 70
(1) Pengendalian
penyelenggaraan rumah susun dilakukan
pada tahap:
a. perencanaan;
b. pembangunan;
c. penguasaan, pemilikan,
dan pemanfaatan; dan
d. pengelolaan.
(2) Pengendalian
penyelenggaraan rumah susun pada tahap
perencanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilakukan melalui
penilaian terhadap:
a. kesesuaian jumlah dan
jenis;
b. kesesuaian zonasi;
c. kesesuaian lokasi; dan
d. kepastian ketersediaan
prasarana, sarana, dan utilitas
umum.
(3) Pengendalian
penyelenggaraan rumah susun pada tahap
pembangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan
terhadap:
a. bukti penguasaan atas
tanah; dan
b. kesesuaian antara
pelaksanaan pembangunan dan
izin mendirikan bangunan.
(4) Pengendalian
penyelenggaraan rumah susun pada tahap
penguasaan, pemilikan,
dan pemanfaatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf c dilakukan melalui:
a. pemberian Sertifikat
Laik Fungsi; dan
b. bukti penguasaan dan
pemilikan atas sarusun.
(5) Pengendalian
penyelenggaraan rumah susun pada tahap
pengelolaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf d dilakukan
melalui:
a. pengawasan terhadap
pembentukan PPPSRS; dan
b. pengawasan terhadap
pengelolaan bagian bersama,
benda bersama, dan tanah
bersama.
Pasal 71 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 33 -
Pasal 71
(1) Pengendalian
penyelenggaraan rumah susun
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70 ayat (1)
dilakukan oleh pemerintah
melalui:
a. perizinan;
b. pemeriksaan; dan
c. penertiban.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pengendalian
penyelenggaraan rumah
susun sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Badan Pelaksana
Pasal 72
(1) Untuk mewujudkan
penyediaan rumah susun yang layak
dan terjangkau bagi MBR,
Pemerintah menugasi atau
membentuk badan
pelaksana.
(2) Penugasan atau
pembentukan badan pelaksana
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertujuan untuk:
a. mempercepat penyediaan
rumah susun umum dan
rumah susun khusus,
terutama di perkotaan;
b. menjamin bahwa rumah
susun umum hanya dimiliki
dan dihuni oleh MBR;
c. menjamin tercapainya
asas manfaat rumah susun;
dan
d. melaksanakan berbagai
kebijakan di bidang rumah
susun umum dan rumah
susun khusus.
(3) Badan pelaksana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai fungsi
pelaksanaan pembangunan,
pengalihan kepemilikan,
dan distribusi rumah susun
umum dan rumah susun
khusus secara terkoordinasi
dan terintegrasi.
(4) Untuk . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 34 -
(4) Untuk melaksanakan
fungsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), badan
pelaksana bertugas:
a. melaksanakan
pembangunan rumah susun umum
dan rumah susun khusus;
b. menyelenggarakan
koordinasi operasional lintas
sektor, termasuk dalam
penyediaan prasarana,
sarana, dan utilitas
umum;
c. melaksanakan
peningkatan kualitas rumah susun
umum dan rumah susun
khusus;
d. memfasilitasi
penyediaan tanah untuk pembangunan
rumah susun umum dan
rumah susun khusus;
e. memfasilitasi
penghunian, pengalihan, pemanfaatan,
serta pengelolaan rumah
susun umum dan rumah
susun khusus;
f. melaksanakan
verifikasi pemenuhan persyaratan
terhadap calon pemilik
dan/atau penghuni rumah
susun umum dan rumah
susun khusus; dan
g. melakukan pengembangan
hubungan kerja sama di
bidang rumah susun dengan
berbagai instansi di
dalam dan di luar negeri.
Pasal 73
Ketentuan lebih lanjut
mengenai penugasan atau
pembentukan badan
pelaksana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 72 diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
PPPSRS
Pasal 74
(1) Pemilik sarusun wajib
membentuk PPPSRS.
(2) PPPSRS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
beranggotakan pemilik
atau penghuni yang mendapat
kuasa dari pemilik
sarusun.
(3) PPPSRS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberi
kedudukan sebagai badan
hukum berdasarkan undangundang
ini.
Pasal 75 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 35 -
Pasal 75
(1) Pelaku pembangunan
wajib memfasilitasi terbentuknya
PPPSRS paling lambat
sebelum masa transisi
sebagaimana dimaksud pada
Pasal 59 ayat (2) berakhir.
(2) Dalam hal PPPSRS
telah terbentuk, pelaku
pembangunan segera
menyerahkan pengelolaan benda
bersama, bagian bersama,
dan tanah bersama kepada
PPPSRS.
(3) PPPSRS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
berkewajiban mengurus
kepentingan para pemilik dan
penghuni yang berkaitan
dengan pengelolaan
kepemilikan benda
bersama, bagian bersama, tanah
bersama, dan penghunian.
(4) PPPSRS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat
membentuk atau menunjuk
pengelola.
Pasal 76
Tata cara mengurus
kepentingan para pemilik dan penghuni
yang bersangkutan dengan
penghunian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75
diatur dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga
PPPSRS.
Pasal 77
(1) Dalam hal PPPSRS
memutuskan sesuatu yang berkaitan
dengan kepemilikan dan
pengelolaan rumah susun,
setiap anggota mempunyai
hak yang sama dengan NPP.
(2) Dalam hal PPPSRS memutuskan
sesuatu yang berkaitan
dengan kepentingan
penghunian rumah susun, setiap
anggota berhak memberikan
satu suara.
Pasal 78
Ketentuan lebih lanjut
mengenai PPPSRS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 74,
Pasal 75, Pasal 76, dan Pasal 77
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB XI . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 36 -
BAB XI
TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 79
(1) Pemerintah dalam
melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan rumah
susun mempunyai tugas dan
wewenang.
(2) Tugas dan wewenang
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh
pemerintah sesuai dengan tingkat
kewenangan masing-masing.
Bagian Kedua
Tugas
Paragraf 1
Pemerintah
Pasal 80
Pemerintah dalam
melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan rumah
susun mempunyai tugas:
a. merumuskan kebijakan dan
strategi di bidang rumah
susun pada tingkat
nasional;
b. menyusun rencana dan
program pembangunan dan
pengembangan rumah susun
pada tingkat nasional;
c. menyelenggarakan
sinkronisasi dan sosialisasi peraturan
perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi
penyelenggaraan rumah
susun pada tingkat nasional;
d. menyelenggarakan
fungsi operasionalisasi pelaksanaan
kebijakan penyediaan
rumah susun dan
mengembangkan lingkungan
rumah susun sebagai
bagian dari permukiman
pada tingkat nasional;
e. memberdayakan pemangku
kepentingan dalam bidang
rumah susun pada tingkat
nasional;
f. menyusun . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 37 -
f. menyusun dan
menetapkan standar pelayanan minimal
rumah susun;
g. menyelenggarakan
koordinasi dan fasilitasi penyusunan
dan penyediaan basis data
rumah susun pada tingkat
nasional;
h. mengalokasikan dana
dan/atau biaya pembangunan
untuk mendukung
terwujudnya rumah susun umum,
rumah susun khusus, dan
rumah susun negara;
i. memfasilitasi
penyediaan rumah susun bagi masyarakat,
terutama bagi MBR;
j. memfasilitasi
penyediaaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum bagi rumah
susun yang disediakan untuk
MBR;
k. menyelenggarakan
penyusunan kebijakan nasional
tentang pendayagunaan dan
pemanfaatan hasil rekayasa
teknologi di bidang rumah
susun; dan
l. melakukan pencadangan
atau pengadaan tanah untuk
rumah susun umum, rumah
susun khusus, dan rumah
susun negara yang sesuai
dengan peruntukan lokasi
pembangunan rumah susun.
Paragraf 2
Pemerintah Provinsi
Pasal 81
Pemerintah provinsi dalam
melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan rumah
susun mempunyai tugas:
a. merumuskan kebijakan
dan strategi di bidang rumah
susun pada tingkat
provinsi dengan berpedoman pada
kebijakan dan strategi
nasional;
b. menyusun rencana dan
program pembangunan dan
pengembangan rumah susun
pada tingkat provinsi
dengan berpedoman pada
perencanaan nasional;
c. melaksanakan
sinkronisasi dan sosialisasi peraturan
perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi
penyelenggaraan rumah
susun pada tingkat provinsi;
d. melaksanakan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 38 -
d. melaksanakan fungsi
operasionalisasi kebijakan
penyediaan rumah susun
dan mengembangkan
lingkungan hunian rumah
susun sebagai bagian dari
kawasan permukiman pada
tingkat provinsi;
e. memberdayakan pemangku
kepentingan dalam bidang
rumah susun pada tingkat
provinsi;
f. melaksanakan standar
pelayanan minimal rumah susun;
g. melaksanakan
koordinasi dan fasilitasi penyusunan dan
penyediaan basis data
rumah susun di kabupaten/kota
pada wilayah provinsi;
h. mengalokasikan dana dan/atau
biaya pembangunan
untuk mendukung
terwujudnya rumah susun umum,
rumah susun khusus, dan
rumah susun negara;
i. memfasilitasi
penyediaan rumah susun bagi masyarakat,
terutama bagi MBR;
j. memfasilitasi
penyediaaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum bagi rumah
susun yang disediakan untuk
MBR;
k. melaksanakan kebijakan
provinsi tentang
pendayagunaan dan
pemanfaatan hasil rekayasa
teknologi di bidang rumah
susun dengan berpedoman
pada kebijakan nasional;
dan
l. melakukan pencadangan
atau pengadaan tanah untuk
rumah susun umum, rumah
susun khusus, dan rumah
susun negara yang sesuai
dengan peruntukan lokasi
pembangunan rumah susun.
Paragraf 3
Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 82
Pemerintah kabupaten/kota
dalam melaksanakan
pembinaan penyelenggaraan
rumah susun mempunyai
tugas:
a. merumuskan kebijakan
dan strategi pada tingkat
kabupaten/kota di bidang
rumah susun dengan
berpedoman pada kebijakan
dan strategi provinsi
dan/atau nasional;
b. menyusun . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 39 -
b. menyusun rencana dan
program pembangunan dan
pengembangan rumah susun
pada tingkat
kabupaten/kota dengan
berpedoman pada perencanaan
provinsi dan/atau
nasional;
c. melaksanakan
sinkronisasi dan sosialisasi peraturan
perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi
penyelenggaraan rumah
susun pada tingkat
kabupaten/kota;
d. melaksanakan fungsi
operasionalisasi kebijakan
penyediaan dan penataan
lingkungan hunian rumah
susun pada tingkat
kabupaten/kota;
e. memberdayakan pemangku
kepentingan dalam bidang
rumah susun pada tingkat kabupaten/kota;
f. melaksanakan standar
pelayanan minimal rumah susun;
g. melaksanakan
koordinasi dan fasilitasi penyusunan dan
penyediaan basis data
rumah susun pada tingkat
kabupaten/kota;
h. mengalokasikan dana
dan/atau biaya pembangunan
untuk mendukung
terwujudnya rumah susun umum,
rumah susun khusus, dan
rumah susun negara;
i. memfasilitasi
penyediaan rumah susun bagi masyarakat,
terutama bagi MBR;
j. memfasilitasi
penyediaaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum pembangunan
rumah susun bagi MBR;
k. melaksanakan kebijakan
daerah tentang pendayagunaan
dan pemanfaatan hasil
rekayasa teknologi di bidang
rumah susun dengan
berpedoman pada kebijakan
provinsi dan/atau
nasional;
l. melakukan pencadangan
atau pengadaan tanah untuk
rumah susun umum, rumah
susun khusus, dan rumah
susun negara yang sesuai
dengan peruntukan lokasi
pembangunan rumah susun;
m. memfasilitasi
pemeliharaan dan perawatan prasarana,
sarana, dan utilitas umum
rumah susun yang dibangun
secara swadaya oleh
masyarakat; dan
n. menginventarisasi,
mencatat, dan memetakan tanah,
prasarana, sarana,
utilitas umum, dan bangunan yang
menjadi bagian dari rumah
susun.
Bagian . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 40 -
Bagian ketiga
Wewenang
Paragraf 1
Pemerintah
Pasal 83
Pemerintah dalam
melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan rumah
susun mempunyai wewenang:
a. menetapkan kebijakan
dan strategi di bidang rumah
susun pada tingkat
nasional;
b. menetapkan peraturan
perundang-undangan, termasuk
norma, standar, prosedur,
dan kriteria di bidang rumah
susun;
c. mengawasi dan
mengendalikan pelaksanaan kebijakan,
strategi, dan program di
bidang rumah susun pada
tingkat nasional;
d. mengawasi pelaksanaan
operasionalisasi kebijakan dan
strategi di bidang rumah
susun pada tingkat nasional;
e. memfasilitasi
pengelolaan bagian bersama dan benda
bersama rumah susun umum,
rumah susun khusus,
dan rumah susun negara;
f. memfasilitasi kerja
sama pada tingkat nasional antara
pemerintah dan badan
hukum atau kerja sama
internasional antara
pemerintah dan badan hukum asing
dalam penyelenggaraan
rumah susun;
g. menyelenggarakan
koordinasi pemanfaatan teknologi dan
rancang bangun yang ramah
lingkungan serta
pemanfaatan industri
bahan bangunan yang
mengutamakan sumber daya
dalam negeri dan kearifan
lokal yang aman bagi
kesehatan;
h. menyelenggarakan
koordinasi pengawasan pelaksanaan
peraturan
perundang-undangan di bidang rumah susun;
dan
i. memfasilitasi
peningkatan kualitas rumah susun umum,
rumah susun khusus, dan
rumah susun negara pada
tingkat nasional.
Paragraf . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 41 -
Paragraf 2
Pemerintah Provinsi
Pasal 84
Pemerintah provinsi dalam
melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan rumah
susun mempunyai wewenang:
a. menetapkan kebijakan
dan strategi di bidang rumah
susun pada tingkat
provinsi dengan berpedoman pada
kebijakan dan strategi
nasional;
b. menyusun dan
menyempurnakan peraturan perundangundangan
di bidang rumah susun
pada tingkat provinsi
dengan berpedoman pada
norma, standar, prosedur, dan
kriteria nasional;
c. menyusun petunjuk
pelaksanaan norma, standar,
prosedur dan kriteria di
bidang rumah susun yang telah
ditetapkan oleh
Pemerintah;
d. melakukan pemantauan
dan evaluasi pelaksanaan
operasionalisasi
kebijakan dan strategi di bidang rumah
susun pada tingkat
provinsi;
e. melaksanakan
pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, kebijakan,
strategi, serta program
di bidang rumah susun pada
tingkat provinsi;
f. memfasilitasi
pengelolaan bagian bersama dan benda
bersama rumah susun umum,
rumah susun khusus,
dan rumah susun negara
pada tingkat provinsi;
g. memfasilitasi kerja
sama pada tingkat provinsi, antara
pemerintah provinsi,
kabupaten/kota, dan badan hukum
dalam penyelenggaraan
rumah susun;
h. melaksanakan
pemanfaatan teknologi dan rancang
bangun yang ramah
lingkungan serta pemanfaatan
industri bahan bangunan
yang mengutamakan sumber
daya dalam negeri dan
kearifan lokal yang aman bagi
kesehatan;
i. melaksanakan
pengawasan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan di
bidang rumah susun; dan
j. memfasilitasi
peningkatan kualitas rumah susun umum,
rumah susun khusus, dan
rumah susun negara pada
tingkat provinsi.
Paragraf . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 42 -
Paragraf 3
Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 85
Pemerintah kabupaten/kota
dalam melaksanakan
pembinaan penyelenggaraan
rumah susun mempunyai
wewenang:
a. menetapkan kebijakan
dan strategi di bidang rumah
susun pada tingkat
kabupaten/kota dengan berpedoman
pada kebijakan dan
strategi nasional dan provinsi;
b. menyusun dan
menyempurnakan peraturan perundangundangan
di bidang rumah susun
pada tingkat
kabupaten/kota dengan
berpedoman pada norma,
standar, prosedur, dan
kriteria provinsi dan/atau
nasional;
c. menyusun petunjuk
pelaksanaan norma, standar,
prosedur dan kriteria di
bidang rumah susun yang telah
ditetapkan oleh
pemerintah provinsi dan/atau
Pemerintah;
d. melakukan pemantauan
dan evaluasi pelaksanaan
operasionalisasi
kebijakan dan strategi di bidang rumah
susun;
e. melaksanakan
pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, kebijakan,
strategi, serta program
di bidang rumah susun pada
tingkat kabupaten/kota;
f. memfasilitasi
pengelolaan bagian bersama dan benda
bersama rumah susun umum,
rumah susun khusus,
dan rumah susun negara
pada tingkat kabupaten/kota;
g. menetapkan zonasi dan
lokasi pembangunan rumah
susun;
h. memfasilitasi kerja
sama pada tingkat kabupaten/kota
antara pemerintah
kabupaten/kota dan badan hukum
dalam penyelenggaraan
rumah susun;
i. melaksanakan
pemanfaatan teknologi dan rancang
bangun yang ramah
lingkungan serta pemanfaatan
industri bahan bangunan
yang mengutamakan sumber
daya dalam negeri dan
kearifan lokal yang aman bagi
kesehatan;
j. melaksanakan
pengawasan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan di
bidang rumah susun; dan
k. memfasilitasi . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 43 -
k. memfasilitasi
peningkatan kualitas rumah susun umum,
rumah susun khusus, dan
rumah susun negara pada
tingkat kabupaten/kota.
Bagian Keempat
Bantuan dan Kemudahan
Pasal 86
Pemerintah memberikan
bantuan dan kemudahan dalam
rangka pembangunan,
penghunian, penguasaan, pemilikan,
dan pemanfaatan rumah
susun bagi MBR.
Pasal 87
(1) Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah bertanggung
jawab dalam pengadaan
tanah untuk pembangunan
rumah susun umum, rumah
susun khusus, dan/atau
rumah susun negara.
(2) Tanggung jawab dalam
pengadaan tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan rencana
tata ruang.
(3) Biaya pengadaan tanah
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibebankan
kepada Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah sesuai
dengan tingkat
kewenangannya.
Pasal 88
(1) Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah memberikan
insentif kepada pelaku
pembangunan rumah susun
umum dan rumah susun
khusus serta memberikan
bantuan dan kemudahan
bagi MBR.
(2) Insentif yang
diberikan kepada pelaku pembangunan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa:
a. fasilitasi dalam
pengadaan tanah;
b. fasilitasi dalam
proses sertifikasi tanah;
c. fasilitasi dalam
proses perizinan;
d. fasilitas kredit
konstruksi dengan suku bunga rendah;
e. insentif perpajakan
sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan; dan/atau
f. bantuan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 44 -
f. bantuan penyediaan
prasarana, sarana, dan utilitas
umum.
(3) Bantuan dan kemudahan
yang diberikan kepada MBR
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa:
a. kredit kepemilikan
sarusun dengan suku bunga
rendah;
b. keringanan biaya sewa
sarusun;
c. asuransi dan
penjaminan kredit pemilikan rumah
susun;
d. insentif perpajakan
sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan; dan/atau
e. sertifikasi sarusun.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai bentuk dan tata cara
pemberian insentif kepada
pelaku pembangunan rumah
susun umum dan rumah
susun khusus serta bantuan
dan kemudahan kepada MBR
diatur dalam peraturan
pemerintah.
BAB XII
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 89
(1) Setiap orang
mempunyai hak untuk menghuni sarusun
yang layak, terjangkau,
dan berkelanjutan di dalam
lingkungan yang sehat,
aman, dan harmonis.
(2) Dalam penyelenggaraan
rumah susun, setiap orang
berhak:
a. memberikan masukan dan
usulan dalam penyusunan
kebijakan dan strategi
rumah susun pada tingkat
nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota;
b. mengawasi ketaatan
para pemangku kepentingan
terhadap pelaksanaan
kebijakan, strategi, dan
program pembangunan rumah
susun sesuai dengan
ketentuan yang
ditetapkan, baik pada tingkat
nasional, provinsi,
maupun kabupaten/kota;
c. memperoleh . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 45 -
c. memperoleh informasi,
melakukan penelitian, serta
mengembangkan pengetahuan
dan teknologi rumah
susun;
d. ikut serta membantu
mengelola informasi rumah
susun, baik pada tingkat
nasional, provinsi, maupun
kabupaten/kota;
e. membangun rumah susun;
f. memperoleh manfaat
dari penyelenggaraan rumah
susun;
g. memperoleh penggantian
yang layak atas kerugian
yang dialami secara
langsung sebagai akibat
penyelenggaraan rumah
susun;
h. mengupayakan kerja
sama antarlembaga dan
kemitraan antara
pemerintah dan masyarakat dalam
kegiatan usaha di bidang
rumah susun; dan
i. mengajukan gugatan
perwakilan ke pengadilan
terhadap penyelenggaraan
rumah susun yang
merugikan masyarakat.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 90
(1) Setiap orang wajib
menaati pelaksanaan kebijakan,
strategi, dan program
pembangunan rumah susun yang
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di
bidang rumah susun.
(2) Setiap orang dalam
menggunakan haknya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89
wajib menaati ketentuan
peraturan
perundangan-undangan di bidang rumah
susun.
(3) Dalam penyelenggaraan
rumah susun, setiap orang
wajib:
a. menjaga keamanan,
ketertiban, kebersihan, dan
kesehatan di lingkungan
rumah susun;
b. ikut serta mencegah
terjadinya penyelenggaraan
rumah susun yang
merugikan dan membahayakan
orang lain dan/atau
kepentingan umum;
c. menjaga . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 46 -
c. menjaga dan memelihara
prasarana dan sarana
lingkungan serta utilitas
umum yang berada di
lingkungan rumah susun;
dan
d. mengawasi pemanfaatan
dan pemfungsian prasarana,
sarana, dan utilitas umum
di lingkungan rumah
susun.
BAB XIII
PENDANAAN DAN SISTEM
PEMBIAYAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 91
(1) Pendanaan dan sistem
pembiayaan dimaksudkan untuk
memastikan ketersediaan
dana dan dana murah jangka
panjang yang
berkelanjutan untuk pemenuhan
kebutuhan rumah susun.
(2) Pemerintah dan
pemerintah daerah mendorong
pemberdayaan sistem
pembiayaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Bagian Kedua
Pendanaan
Pasal 92
Sumber dana untuk
pemenuhan kebutuhan rumah susun
berasal dari:
a. anggaran pendapatan
dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan
dan belanja daerah; dan/atau
c. sumber dana lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 93
Dana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 92 dimanfaatkan
untuk mendukung:
a. penyelenggaraan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 47 -
a. penyelenggaraan rumah
susun umum, rumah susun
khusus, serta rumah susun
negara; dan/atau
b. pemberian bantuan
dan/atau kemudahan pembangunan
rumah susun umum, rumah
susun khusus, dan rumah
susun negara.
Bagian Ketiga
Sistem Pembiayaan
Paragraf 1
Umum
Pasal 94
(1) Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah melakukan
upaya pengembangan sistem
pembiayaan untuk
penyelenggaraan rumah
susun.
(2) Pengembangan sistem
pembiayaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. lembaga pembiayaan;
b. pengerahan dan
pemupukan dana;
c. pemanfaatan sumber
biaya; dan
d. kemudahan atau bantuan
pembiayaan.
(3) Sistem pembiayaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 2
Pemanfaatan Sumber Biaya
Pasal 95
Pemanfaatan sumber biaya
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 94 ayat (2) huruf c
digunakan untuk:
a. pembangunan rumah
susun;
b. pemerolehan sarusun;
c. pemeliharaan dan
perawatan rumah susun;
d. peningkatan kualitas
rumah susun; dan/atau
e. kepentingan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 48 -
e. kepentingan lain di
bidang rumah susun sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XIV
PERAN MASYARAKAT
Pasal 96
(1) Penyelenggaraan rumah
susun dilakukan oleh
pemerintah sesuai dengan
tingkat kewenangannya
dengan melibatkan peran
masyarakat.
(2) Peran masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan
memberikan masukan dalam:
a. penyusunan rencana
pembangunan rumah susun dan
lingkungannya;
b. pelaksanaan
pembangunan rumah susun dan
lingkungannya;
c. pemanfaatan rumah
susun dan lingkungannya;
d. pemeliharaan dan
perbaikan rumah susun dan
lingkungannya; dan/atau
e. pengawasan dan
pengendalian penyelenggaraan
rumah susun dan
lingkungannya.
(3) Masyarakat dapat
membentuk forum pengembangan
rumah susun.
(4) Forum sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) mempunyai
fungsi dan tugas:
a. menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat
dalam pengembangan rumah
susun;
b. membahas dan
merumuskan pemikiran arah
pengembangan
penyelenggaraan rumah susun;
c. meningkatkan peran dan
pengawasan masyarakat;
d. memberikan masukan
kepada pemerintah; dan/atau
e. melakukan peran
arbitrase dan mediasi di bidang
penyelenggaraan rumah
susun.
(5) Pembentukan forum
sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6) Ketentuan . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 49 -
(6) Ketentuan lebih
lanjut mengenai peran masyarakat
dalam penyelenggaraan
rumah susun dan forum
pengembangan rumah susun
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat
(3) diatur dalam peraturan
Menteri.
BAB XV
LARANGAN
Pasal 97
Setiap pelaku pembangunan
rumah susun komersial
dilarang mengingkari
kewajibannya untuk menyediakan
rumah susun umum
sekurang-kurangnya 20% (dua puluh
persen) dari total luas
lantai rumah susun komersial yang
dibangun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2).
Pasal 98
Pelaku pembangunan
dilarang membuat PPJB:
a. yang tidak sesuai
dengan yang dipasarkan; atau
b. sebelum memenuhi
persyaratan kepastian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43
ayat (2).
Pasal 99
Setiap orang dilarang:
a. merusak atau mengubah
prasarana, sarana, dan utilitas
umum yang ada di
lingkungan rumah susun;
b. melakukan perbuatan
yang membahayakan orang lain
atau kepentingan umum
dalam lingkungan rumah
susun;
c. mengubah fungsi dan
pemanfaatan sarusun; atau
d. mengalihfungsikan
prasarana, sarana, dan utilitas
umum, serta benda
bersama, bagian bersama, dan tanah
bersama dalam pembangunan
atau pengelolaan rumah
susun.
Pasal 100 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 50 -
Pasal 100
Setiap orang dilarang
membangun rumah susun di luar lokasi
yang ditetapkan.
Pasal 101
(1) Setiap orang
dilarang:
a. mengubah peruntukan
lokasi rumah susun yang
sudah ditetapkan; atau
b. mengubah fungsi dan
pemanfaatan rumah susun.
(2) Larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan apabila
terdapat perubahan tata ruang.
Pasal 102
Setiap pejabat dilarang:
a. menetapkan lokasi yang
berpotensi menimbulkan bahaya
untuk pembangunan rumah
susun; atau
b. mengeluarkan izin
mendirikan bangunan rumah susun
yang tidak sesuai dengan
lokasi peruntukan.
Pasal 103
Setiap orang dilarang
menyewakan atau mengalihkan
kepemilikan sarusun umum
kepada pihak lain, kecuali
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 ayat (2).
Pasal 104
Setiap orang dilarang
menghalang-halangi kegiatan
peningkatan kualitas
rumah susun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 ayat (1),
Pasal 62, Pasal 64, dan Pasal 65.
BAB XVI . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 51 -
BAB XVI
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 105
(1) Penyelesaian sengketa
di bidang rumah susun terlebih
dahulu diupayakan
berdasarkan musyawarah untuk
mufakat.
(2) Dalam hal
penyelesaian sengketa melalui musyawarah
untuk mufakat tidak
tercapai, pihak yang dirugikan
dapat menggugat melalui
pengadilan yang berada di
lingkungan pengadilan
umum atau di luar pengadilan
berdasarkan pilihan yang
disepakati para pihak yang
bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(3) Penyelesaian sengketa
di luar pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
dilakukan melalui arbitrase,
konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, dan/atau
penilaian ahli sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Penyelesaian sengketa
di luar pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
tidak menghilangkan tanggung
jawab pidana.
Pasal 106
Gugatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2)
dapat dilakukan oleh:
a. orang perseorangan;
b. badan hukum;
c. masyarakat; dan/atau
d. pemerintah atau
instansi terkait.
BAB XVII . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 52 -
BAB XVII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 107
Setiap orang yang
menyelenggarakan rumah susun tidak
memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (2), Pasal
22 ayat (3), Pasal 25 ayat (1),
Pasal 26 ayat (1), Pasal
30, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 ayat
(1), Pasal 51 ayat (3),
Pasal 52, Pasal 59 ayat (1), Pasal 61
ayat (1), Pasal 66, Pasal
74 ayat (1) dikenai sanksi
administratif.
Pasal 108
(1) Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 107 dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan
pembangunan dan/atau
kegiatan usaha;
c. penghentian sementara
pada pekerjaan pelaksanaan
pembangunan;
d. penghentian sementara
atau penghentian tetap pada
pengelolaan rumah susun;
e. pengenaan denda
administratif;
f. pencabutan IMB;
g. pencabutan sertifikat
laik fungsi;
h. pencabutan SHM sarusun
atau SKBG sarusun;
i. perintah pembongkaran
bangunan rumah susun;
atau
j. pencabutan izin usaha.
(2) Pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak
menghilangkan tanggung jawab
pemulihan dan pidana.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai sanksi administratif,
tata cara, dan besaran
denda administratif diatur dalam
peraturan pemerintah.
BAB XVIII . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 53 -
BAB XVIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 109
Setiap pelaku pembangunan
rumah susun komersial yang
mengingkari kewajibannya
untuk menyediakan rumah
susun umum
sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen)
dari total luas lantai
rumah susun komersial yang dibangun
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 97 dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun atau denda paling
banyak
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
Pasal 110
Pelaku pembangunan yang
membuat PPJB:
a. yang tidak sesuai
dengan yang dipasarkan; atau
b. sebelum memenuhi
persyaratan kepastian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43
ayat (2);
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98, dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun atau denda
paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 111
(1) Setiap orang yang:
a. merusak atau mengubah
prasarana, sarana, dan
utilitas umum yang ada di
lingkungan rumah susun;
b. melakukan perbuatan
yang membahayakan orang lain
atau kepentingan umum dalam
lingkungan rumah
susun;
c. mengubah fungsi dan
pemanfaatan sarusun; atau
d. mengalihfungsikan
prasarana, sarana, dan utilitas
umum, serta benda
bersama, bagian bersama, dan
tanah bersama dalam
pembangunan atau pengelolaan
rumah susun
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
(2) Dalam . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 54 -
(2) Dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mengakibatkan bahaya
bagi nyawa orang atau
barang, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak
Rp250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 112
Setiap orang yang
membangun rumah susun di luar lokasi
yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun
atau denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
Pasal 113
(1) Setiap orang yang:
a. mengubah peruntukan
lokasi rumah susun yang
sudah ditetapkan; atau
b. mengubah fungsi dan
pemanfaatan rumah susun
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 101 dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mengakibatkan bahaya
bagi nyawa orang atau
barang, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak
Rp250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 114
Setiap pejabat yang:
a. menetapkan lokasi yang
berpotensi menimbulkan bahaya
untuk pembangunan rumah
susun; atau
b. mengeluarkan izin
mendirikan bangunan rumah susun
yang tidak sesuai dengan
lokasi peruntukan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 102 dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Pasal 115 . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 55 -
Pasal 115
Setiap orang yang
menyewakan atau mengalihkan
kepemilikan sarusun umum
kepada pihak lain,
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 103, dipidana dengan
pidana denda paling
banyak Rp150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah).
Pasal 116
Setiap orang yang
menghalang-halangi kegiatan
peningkatan kualitas
rumah susun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 104 dipidana
dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun atau
denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
Pasal 117
(1) Dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 109 sampai dengan
Pasal 116 dilakukan oleh
badan hukum, maka selain
pidana penjara dan denda
terhadap pengurusnya,
pidana dapat dijatuhkan
terhadap badan hukum
berupa pidana denda dengan
pemberatan 3 (tiga) kali
dari pidana denda terhadap
orang.
(2) Selain pidana denda
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), badan hukum
dapat dijatuhi pidana tambahan
berupa:
a. pencabutan izin usaha;
atau
b. pencabutan status
badan hukum.
BAB XIX . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 56 -
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 118
Pada saat Undang-Undang
ini mulai berlaku:
a. Undang-Undang Nomor 16
Tahun 1985 tentang Rumah
Susun (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun
1985 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3318)
dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
b. Semua peraturan
perundang-undangan yang merupakan
peraturan pelaksanaan
dari Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun dinyatakan
tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan atau belum
diganti dengan peraturan
pelaksanaan yang baru
berdasarkan Undang-Undang
ini.
Pasal 119
Peraturan
perundang-undangan pelaksanaan yang
diamanatkan dalam
Undang-Undang ini diselesaikan paling
lambat 1 (satu) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
Pasal 120
Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar . . .
www.djpp.kemenkumham.go.id
- 57 -
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang
ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 10 November
2011
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 November
2011
MENTERI HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 108
www.djpp.kemenkumham.go.id
Komentar
Posting Komentar