Hukumonline-Properthy
Jawaban:
Kami asumsikan yang Anda maksud dalam pertanyaan adalah pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Menurut Arie S. Hutagalung, pelepasan
hak atas tanah dilaksanakan apabila subyek yang memerlukan tanah tidak
memenuhi syarat untuk menjadi pemegang hak atas tanah yang diperlukan
sehingga tidak dapat diperoleh dengan jual beli dan pemegang hak atas
tanah bersedia untuk melepaskan hak atas tanahnya. Acara pelepasan hak
wajib dilakukan dengan surat pernyataan pelepasan hak tersebut dilakukan
oleh pemegang hak atas tanah dengan sukarela. Oleh karena itu, menurut Arie, dasar hukum pelepasan hak atas tanah diatur dalam Pasal 27, Pasal 34 dan Pasal 40 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan tata cara pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum (“Perpres 36/2005”).
Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, menurut Pasal 1 angka 6 Perpres 36/2005,
adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas
tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas
dasar musyawarah.
Menurut notaris Irma Devita Purnamasari,
pelepasan hak atas tanah dilakukan di atas surat atau akta yang dibuat
di hadapan notaris yang menyatakan bahwa pemegang hak yang bersangkutan
telah melepaskan hak atas tanahnya. Akta atau surat dimaksud umumnya
berjudul Akta Pelepasan Hak atau APH.
APH kadang dikenal juga dengan nama Surat Pelepasan Hak atau SPH.
Menurut Irma, APH harus dibuat di hadapan notaris agar kekuatan
pembuktiannya sempurna dibandingkan jika dibuat secara bawah tangan.
Jadi berdasarkan penjelasan di atas, APH
tidak dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seperti halnya Akta
Jual beli (AJB), melainkan di hadapan notaris.
Dengan adanya pelepasan hak, maka tanah
yang bersangkutan menjadi tanah negara. Pihak yang memerlukan tanah
tersebut dapat mengajukan permohonan hak atas tanah yang baru ke Kantor
Pertanahan setempat sesuai ketentuan undang-undang dan sesuai
keperluannya. Sehingga pihak yang bersangkutan mendapatkan hak atas
tanah sesuai ketentuan undang-undang dan sesuai keperluannya.
Menurut Irma, dalam praktiknya pihak
yang memerlukan tanah kadang menguasakan kepada notaris untuk mengajukan
permohonan hak atas tanah yang baru ke Kantor Pertanahan setempat.
Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.
Catatan editor: Klinik Hukum meminta pendapat Irma Devita Purnamasari melalui telepon pada 26 Agustus 2011.
Dasar hukum:
3. Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
4. Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997
Sumber:@klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.Jumat, 02 September 2011
Komentar
Posting Komentar