Hukumonline-Properthy
Jawaban:
Pada
prinsipnya, jual beli tanah yang terjadi antara ayah dengan anaknya
tidak berbeda dengan jual beli (tanah) pada umumnya. Tidak ada peraturan
perundang-undangan yang melarang jual beli tanah antara orang tua
dengan anak (-anaknya). Lebih jauh simak artikel Sahkah Jual Beli Tanah antara Ayah dengan Anak?
Jual beli yang Saudara sampaikan adalah jual beli dengan uang panjar. Menurut Pasal 1464 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”):
“Jika pembelian dilakukan
dengan memberi uang panjar, maka salah satu pihak tak dapat membatalkan
pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang
panjarnya.”
Menurut ketentuan tersebut, Saudara tidak bisa menuntut pengembalian uang panjar yang telah dibayarkan untuk pembelian rumah.
Berdasarkan Pasal 1458 KUHPer, jual beli dianggap telah terjadi
antara kedua belah pihak, segera setelah tercapai kesepakatan tentang
barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan
dan harganya belum dibayar. Dengan demikian, telah terjadi jual beli
antara Saudara dan ayah Saudara.
Meskipun demikian, menurut Pasal 1459 KUHPer jis. Pasal 616, Pasal 506 angka 1 KUHPer hak milik dari rumah tersebut baru beralih setelah adanya pengumuman akta. Tindakan ayah Saudara yang menjual rumah tersebut kepada pembeli lain padahal sudah terjadi kesepakatan jual beli dengan Saudara dapat dikategorikan sebagai wanprestasi atau ingkar janji.
Wanprestasi,
adalah suatu keadaan di mana salah satu pihak dinyatakan lalai memenuhi
kewajibannya untuk melakukan suatu prestasi sebagaimana diperjanjikan.
Wanprestasi ini dapat berupa:
a) tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b) melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
c) melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
d) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Lebih jauh simak artikel Beda Kepailitan dan Wanprestasi.
Ayah
Saudara dapat dikatakan wanprestasi karena melakukan sesuatu yang
seharusnya tidak boleh dilakukan, yakni menjual rumah tersebut kepada
orang lain padahal sebelumnya telah menyepakati jual beli rumah yang sama dengan Saudara.
Jika
memang jual beli yang terjadi antara ayah Saudara dengan pihak ketiga
dilakukan secara sah, dibenarkan oleh hukum dan pembeli tidak mengetahui
adanya jual beli yang terjadi sebelumnya, pembeli tersebut dapat
dikatakan sebagai pembeli yang beritikad baik.
Kedudukan pembeli rumah (orang lain) yang beritikad baik dilindungi oleh hukum sebagaimana disebutkan dalam yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 26 Desember 1958 Nomor 251 K/Sip/1958.
Kesimpulannya,
Saudara tidak dapat menuntut rumah dari pihak pembeli yang beritikad
baik. Akan tetapi, Saudara masih bisa melakukan gugatan atas dasar
wanprestasi kepada ayah Saudara. Dengan demikian, Saudara dapat menggugat ganti rugi atas uang panjar yang telah dibayarkan. Akan tetapi, kami
menyarankan sebaiknya permasalahan ini diselesaikan secara kekeluargaan
demi menjaga silaturahmi keluarga dan mencegah keretakan hubungan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847
Putusan:
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 26 Desember 1958 Nomor 251 K/Sip/1958
Sumber:@klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.Rabu, 27 Juni 2012
Komentar
Posting Komentar