Hukumonline-Properthy
Bolehkah Meminta Developer Kembalikan Uang Muka Pembelian Rumah?
Saya membayar DP sebesar 30% di sebuah perumahan 7 tahun yang lalu,
tetapi sampai sekarang ini perumahan itu tidak dikembangkan, boleh
dikatakan proyek perumahan itu gagal. Pertanyaan saya: Dapatkah uang
muka tersebut saya minta kembali, walaupun pengembang sudah selesai
membangun rumah yang saya bayar DP-nya? Perlu diketahui bahwa pengembang
hanya membangun kurang lebih 10 rumah yang termasuk rumah contoh dan
rumah pembayar DP untuk memenuhi SPJB. Di SPJB disebutkan bahwa DP tidak
dapat dikembalikan apabila terjadi pembatalan pembelian. Alasan saya
tidak melunasi rumah tersebut, karena tidak ada bank yang mau bekerja
sama dengan pengembang dan melihat keadaan perumahan tersebut yang sudah
dipenuhi ilalang. Mohon nasihatnya dan terima kasih.
Agus
Agus
Jawaban:
Berdasarkan keterangan Saudara, kami mengetahui bahwa down payment (uang muka) atas pembelian rumah antara Saudara dengan developer dilakukan 7 (tujuh) tahun yang lalu. Kemudian, kami berasumsi bahwa antara Saudara dengan developer
(pengembang) telah menandatangani Surat Pengikatan Jual Beli (SPJB)
atau yang lazimnya disebut sebagai Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”).
Pengaturan mengenai pedoman PPJB diatur dalam Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah (“Kepmenpera 1995”).
Namun, berdasarkan keterangan dan alasan dari Saudara untuk membatalkan
perjanjian, maka kami tidak melihat adanya dasar hukum yang kuat di
dalam Kepmenpera 1995 agar Saudara dapat mendapatkan kembali down payment (uang muka) yang telah Saudara bayarkan. Hal ini sebenarnya diatur dalam UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No. 1/2011”).
Namun, mengingat bahwa pembangunan perumahan dan penandatanganan PPJB
tersebut dibuat jauh sebelum berlakunya UU No. 1/2011, maka dasar hukum
yang berlaku adalah UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
(“UU No. 4/1992”). Adapun UU No. 4/1992 tidak mengatur hal tersebut secara rinci.
Berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), maka perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pacta Sunt Servanda). Sehingga, Saudara tentunya berkewajiban untuk memenuhi kesepakatan yang diatur di dalam PPJB tersebut.
Sehubungan dengan permasalahan mengenai pembangunan komplek perumahan yang tak kunjung dibangun oleh developer, maka Saudara dapat mempelajari kembali brosur-brosur yang dikeluarkan oleh developer sehubungan dengan promosi atas perumahan tersebut. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”),
maka pelaku usaha dilarang untuk menawarkan, memproduksi, dan
mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau
nyata. Berikut kami kutip ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) UU
Perlindungan Konsumen, sebagai berikut:
“(1) Pelaku
usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
a. barang
tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu,
sejarah atau guna tertentu;
b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. barang
dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja
atau aksesori tertentu;
d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j. menggunakan
kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak
mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap;
k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.”
Berdasarkan
ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen di atas, maka
dapat diketahui bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksi,
mengiklankan suatu barang dan/atau jasa, yang seolah-olah menunjukkan
bahwa (i) barang dan/atau jasa tersebut tersedia, dan (ii) mengandung
janji yang belum pasti. Jika di dalam brosur-brosur tersebut ternyata developer menjanjikan adanya fasilitas-fasilitas perumahan, yang ternyata tidak terpenuhi, maka developer tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum (unlawful act),
yaitu melanggar Pasal 9 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen. Lebih
lanjut, pelanggaran atas Pasal 9 UU Perlindungan Konsumen juga dapat
dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling
banyak sebesarRp. 2.000.000.000,- (dua milyar Rupiah).
Demikian jawaban dan penjelasan ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerja samanya, kami ucapkan terima kasih.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23).
Sumber:@klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.Jumat, 04 Mei 2012
Komentar
Posting Komentar