Hukumonline-Properthy


Menyita Agunan atas Tanah yang Dijaminkan
 
Salam hukumonline.com, Perusahan saya begerak dalam bidang retail barang-barang yang dikreditkan (dibayar dalam jangka waktu 1 tahun) kepada konsumen yang memberikan jaminan/agunan aset mereka berupa surat-surat tanah/bangunan (Girik/Akte Jual-Beli/Sertifikat/HGB). Dalam melakukan ikatan ini, telah dibuatkan juga Surat Perjanjian Jual Beli dengan Angsuran, yang didalamnya juga terdapat pasal yang memberitahukan atas penguasaan atas jaminan tersebut bila, customer/pengangsur telah lalai dan atau tidak mampu melunasi hutangnya dalam kurun waktu maksimal 3 bulan, terhitung 1 tahun dari batas akhir Surat Perjanjian dengan Angsuran tersebut. Yang menjadi pertanyaan saya; 1. Apakah perusahaan berhak melakukan penjualan/balik nama agunan tersebut, tanpa harus mengkonfirmasi kepada customer/pengangsur yang lalai tersebut? 2. Apa yang harus kami lakukan, bila agunan tersebut ternyata milik orang-tua si pengangsur ?
andisuhandi
Jawaban:

1.      Untuk tanah, hanya dapat dijadikan jaminan dengan Hak Tanggungan (HT). Ini sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria jo. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UU HT), bahwa Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai bisa dijadikan jaminan atas utang dengan dibebani Hak Tanggungan.
 
Pasal 6 UU HT selanjutnya mengatur bahwa apabila debitur wanprestasi, maka pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
 
Dalam pasal 1243 KUHPer diatur bahwa tuntutan atas wanprestasi suatu perjanjian hanya dapat dilakukan apabila si berutang telah diberi peringatan bahwa ia melalaikan kewajibannya, namun kemudian ia tetap melalaikannya. Oleh karena itu, sebelumnya perusahaan harus menyatakan terlebih dahulu pada debitur bahwa yang bersangkutan telah lalai memenuhi kewajibannya.
 
Jadi, apabila debitur wanprestasi, maka kreditur (dalam hal ini perusahaan) berhak untuk menjual obyek Hak Tanggungan tersebut dan mengambil pelunasan piutangnya.
 
2.      Dalam pembebanan Hak Tanggungan, harus dilakukan oleh orang yang mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan tersebut. Jadi, silakan cek dokumen Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) Anda. Apakah orangtua si pengangsur (sebagai pemegang hak atas tanah) ikut menandatangani APHT tersebut? Jika ya, maka artinya Hak Tanggungan tersebut adalah sah dan perusahaan dapat mengeksekusi objek Hak Tanggungan apabila debitur wanprestasi.
 
Demikian sejauh yang kami tahu. Semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie, Staatsblad 1847 No. 23)
2.      Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria
3.      Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah
 
Sumber:@klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.Rabu, 16 Juni 2010

Komentar

Postingan Populer