Hukumonline-Properthy
WNA usaha di bidang properti
Saya mempunyai teman warga negara Brunei. Dia tertarik untuk usaha
berupa perumahan di pinggiran Jakarta. Yang ingin saya tanyakan adalah
apa boleh teman saya (WNA) berusaha di bidang properti? Kalau dia ingin
membentuk perusahaan PT, apakah harus mengajak mitra lokal? Kalau tidak
apa yang harus dilakukan khususnya untuk perizinan? Atas bantuannya saya
ucapkan terima kasih.
fernandy
fernandy
Jawaban:
Dasar hukum untuk investasi adalah:
- UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (”UU PT”)
- UU No. 25 Tahun 2007 tentang Investasi (”UU Investasi”)
- Perpres No. 111 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Perpres No. 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (“Perpres No. 111/2007”)
Berdasarkan Perpres No. 111/2007,
usaha bidang properti terbuka 55% bagi asing, baik dalam bentuk
perorangan ataupun badan usaha. Sedangkan, 45% saham lainnya harus
dimiliki oleh lokal, baik perorangan maupun badan usaha. Sehingga untuk
pihak asing yang akan mendirikan perseroan yang bergerak di bidang
properti di Indonesia, harus bekerjasama dengan pihak lokal. UU PT
mensyaratkan minimal adanya dua pemegang saham dalam suatu perseroan.
Hal-hal yang harus dilakukan untuk memulai izin usaha bidang properti adalah:- Mengajukan permohonan pendaftaran ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
- Setelah mendapatkan izin pendaftaran dari BKPM, maka para pihak harus membuat akta pendirian perseroan di hadapan notaris.
- Pengurusan izin-izin perseroan seperti Surat Keterangan Domisili, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
- Pengesahan akta pendirian oleh Menteri Hukum dan HAM.
Dalam hal modal perseroan, UU PT
mensyaratkan minimal Rp50 juta, akan tetapi hal ini tidak dapat
dijadikan tolak ukur bagi investasi asing. Walaupun tidak ada peraturan
yang mensyaratkan minimal terhadap modal dasar bagi usaha properti akan
tetapi pada prakteknya BKPM akan memberikan rekomendasi suatu nilai yang
dinilai mencukupi atas suatu bidang usaha dengan mempertimbangkan
beberapa faktor, di antaranya rencana kerja, barang modal, tenaga kerja,
atau bahkan aplikasi-aplikasi sebelumnya atas usaha sejenis.
Demikian informasi singkat ini. Semoga bermanfaat.
@klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.jumat, 05 Maret 2010
Komentar
Posting Komentar