Perdata_Hukumonline
Setiap perjanjian penjaminan pada dasarnya masuk dalam rejim hukum perikatan walaupun memiliki dimensi hukum kebendaan. Salah satu ciri hukum perikatan, adalah sifatnya fakultatif. Sesuai azas kebebasan berkontrak masing-masing pihak bebas saling mengikatkan diri selama syarat sahnya perjanjian terpenuhi. Sebaliknya, hukum kebendaan lebih banyak berciri imperatif alias bersifat memaksa karena berlaku umum untuk semua pihak.
Nah, suatu perjanjian penjaminan hak kebendaan memiliki kedua ciri tersebut. Walaupun para pihak bebas menyusun klausulanya, perjanjian itu wajib memuat beberapa unsur yang ditentukan undang-undang. Hal ini jelas terlihat dalam UU No. 42 tahun 1999 tentang Fidusia (UU Fidusia).
Tidka terpenuhinya unsur-unsur wajib/imperatif dalam undang-undang penjaminan tidak berakibat perjanjian itu sendiri batal. Namun, pihak yang memiliki hak atas perjanjian itu tidak bisa menikmati haknya sebagaimana diberikan dalam undang-undang yang bersangkutan. Jaminan fidusia yang tidak memenuhi syarat imperatif dalam UU Fidusia (misalnya syarat akta jaminan fidusia dalam Pasal 6 UU Fidusia) tidak akan dapat didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Akibatnya sang kreditur tidak menikmati hak mendahului yang lazimnya didapat dari perjanjian penjaminan sesuai UU Fidusia.
Kesimpulannya, perjanjian yang disusun dengan konsep fidusia yang lama(fiduciairie eigendom overdracht atau biasa disingkat FEO) tetap sah dan berlaku mengikat pada kedua belah pihak. Namun, perjanjian itu tidak memberikan hak mendahului pada sang kreditur untuk mengambil pelunasan terlebih dahulu dibanding kreditur lainnnya. Kreditur hanya berhak atas pelunasan pari pasu atau bersama-sama dengan kreditur konkuren lainnya.
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
Komentar
Posting Komentar