Perdata_Hukumonline
1. Mengenai eksekusi putusan pengadilan asing ini dijelaskan oleh M. Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul “Hukum Acara Perdata”. Dalam buku tersebut dijelaskan antara lain bahwa putusan pengadilan asing tidak dapat dieksekusi di wilayah Republik Indonesia kecuali undang-undang mengatur sebaliknya. Yahya Harahap mengacu pada ketentuan Pasal 436Reglement op de Burgerlijke rechtvordering (“Rv”).
Pengecualian terhadap berlakunya Pasal 436 RV ini dijelaskan oleh M. Yahya Harahap sebagai berikut:
“Salah satu contoh yang dikecualikan adalah putusan hakim asing mengenai perhitungan dan pembagian kerugian yang menimpa kapal atau avarij umum berdasarkan Pasal 724 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD”). Menurut ayat terakhir pasal ini, dimungkinkan mengadakan perhitungan dan pembagian avarij di luar Indonesia. Apabila diadakan di luar Indonesia, dan kemudian dijatuhkan putusan meskipun itu putusan Hakim Asing atau berdasarkan wewenang kekuasaan asing, putusan itu mengikat untuk diakui dan dieksekusi oleh pengadilan Indonesia.
Atau berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral antara Indonesia dengan suatu atau beberapa negara, sesuai dengan asas resiprositas. Hanya jalan ini yang dapat menembus larangan Pasal 436 Rv.
Jadi, putusan pengadilan asing tersebut dapat dieksekusi di Indonesia (melalui pengadilan Indonesia) hanya apabila diatur dalam undang-undang tersendiri, perjanjian bilateral atau perjanjian multilateral yang mengecualikan berlakunya Pasal 436 Rv.
2. Prosedur untuk mengeksekusi putusan pengadilan asing oleh di Indonesia lebih lanjut dijelaskan oleh M. Yahya Harahap mengutip dari Pasal 436 ayat (2) Rv bahwa satu-satunya cara untuk mengeksekusi putusan pengadilan asing di Indonesia adalah dengan menjadikan putusan tersebut sebagai dasar hukum untuk mengajukan gugatan baru di pengadilan Indonesia. Kemudian, putusan pengadilan asing tersebut oleh pengadilan Indonesia dapat dijadikan sebagai alat bukti tulisan dengan daya kekuatan mengikatnya secara kasuistik, yaitu:
i. bisa bernilai sebagai akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat; atau
ii. hanya sebagai fakta hukum yang dinilai secara bebas sesuai dengan pertimbangan hakim.
Demikian menurut Yahya Harahap.
Semoga dapat menjawab pertanyaan Anda.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel Voor Indonesie, Staatsblad tahun 1847 No. 43).
2. Rv (Reglement Op De Rechtsvordering, Staatsblad Tahun 1847 No. 52 jo. Staatsblad Tahun 1849 No. 63)
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
Komentar
Posting Komentar