Perdata_Hukumonline
SELASA, 04 SEPTEMBER 2012
Definisi
Hak Servituut (Pengabdian Pekarangan) dan Penerapannya
Bapak/ Ibu yth. redaksi hukumonline, apakah hak servituut
(pengabdian pekarangan) itu? Dan apakah masih berlaku di Indonesia atau sudah
digantikan?
Jawaban: AMRIE HAKIM
Menurut Prof. Subekti dalam
buku Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 75),servituut atau erfdienstbaarheid adalah suatu
beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan pekarangan lain
yang berbatasan. Misalnya pemilik dari pekarangan A harus mengizinkan
orang-orang yang tinggal di pekarangan B setiap waktu melalui pekarangan A atau
air yang dibuang pekarangan B harus dialirkan melalui pekarangan A. lebih jauh
Subekti menulis:
Oleh
karena erfdienstbaarheid itu suatu hak kebendaan, maka haknya tetap melekat
pada pekarangan yang bersangkutan walaupun pekarangan tersebut dijual kepada
orang lain. Erfdienstbaarheid diperoleh karena suatu titel (jual beli,
pemberian, warisan, dan sebagainya) atau karena lewat waktu (berpuluh-puluh
tahun berlaku dengan tiada bantahan orang lain), dan ia hapus apabila kedua
pekarangan jatuh dalam tangan satu orang atau juga karena lewat waktu (lama
tidak dipergunakan).
Servituut diatur dalam Pasal 674 sampai dengan Pasal 710 KUH Perdatayaitu Bab Keenam tentang Pengabdian
Pekarangan.
H.F.A. Vollmar dalam buku Pengantar
Studi Hukum Perdata (hal.
255) menulis bahwa tanda ciri khas dari pengabdian pekarangan itu ialah bahwa
pengabdian tersebut tidak terikat kepada seorang orang tertentu, tetapi kepada
sebidang pekarangan tertentu yang pemilik langsungnya sebagai demikian
melakukan hak pengabdian pekarangan tersebut.
Vollmar juga menjelaskan
bahwa hak pengabdian pekarangan dapat juga diadakan untuk kepentingan atau
untuk beban jalan umum (ibid., hal. 256). Dalam kaitan ini, Vollmar merujuk
pada putusan Hoge Raad tahun 1912 yang menyatakan bahwa benda-benda yang
diperuntukkan bagi dinas umum dapat menjadi obyek dari Hukum Perdata. Lebih
jauh Vollmar menulis (ibid., hal. 200):
Misalnya
adalah sangat mungkin dan memang sangat lazim untuk membebani lapangan-lapangan
yang terletak pada jalan-jalan tertentu dengan "pengabdian pekarangan”
untuk kemanfaatan jalan-jalan itu (misalnya suatu servituut untuk melarang
mendirikan bangunan).
Mengenai apakah hak
servituut masih berlaku, berdasarkan penelusuran kami, hak servituut
sebagaimana diatur dalam KUH Perdata masih berlaku. Hal ini dapat kita lihat
dalam perkara No.
19/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST antara Kisin Miih, Rizal Sofyan Gueci, Margono, Robingatun dan Jakaria sebagai
para penggugat melawan PT Bumi Serpong Damai Tbk, PT Smart Telecom Tbk dan PT
Supra Veritas sebagai para tergugat.
Sebagaimana diberitakan hukumonline dalam artikel BSD dan PT Smart Dihukum Membangun Jalan Warga Lengkong Gudang,
Perkara ini berawal dari tidak digubrisnya usulan warga Kampung Lengkong kepada
para tergugat untuk membuat 12 jalan alternatif akses keluar masuk warga.
Mereka menilai para tergugat melanggar hak servituut warga dengan melakukan perbuatan melawan hukum dengan
‘pengisolasian’ melalui pemagaran. Lebih jauh hukumonline menulis bahwa:
Dalam
pertimbangan hukumnya, majelis hakim berpendapat hak servituutwarga tak dapat diganggu gugat dengan alasan
apapun. Majelis hakim menyatakan berdasarkan bukti peta udara yang diajukan
penggugat terungkap, sejak 1937 hingga sekarang, jalan Kemuning merupakan jalan
penghubung warga. Dua saksi yang diajukan penggugat menyatakan hal senada.
Sayang jalan itu kini tertutup tembok dan diurug tanah.
Demikian jawaban kami,
semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Setiap
artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum,
atau facebook Klinik
Hukumonline.
Komentar
Posting Komentar