Perdata_Hukumonline

JUMAT, 08 APRIL 2011

Debt Collector Menyita Barang Milik Debitur


Langsung saja, teman saya sekarang ini sedang menghadapi masalah. Bapak dari teman saya berhutang kepada Mr. H tetapi uangnya digunakan untuk keperluan yang tidak tahu untuk apa. Dan si bapak berhutang tanpa sepengetahuan seluruh keluarga kecuali dia sendiri. Lalu, belakangan ini ada debt collector yang berdatangan. Saya ingin tanya tentang hukum yang berlaku. Apakah si debt collector berhak untuk menyita barang-barang yang ada di rumahnya itu sedangkan keluarga tidak tahu-menahu akan utang tersebut? Terima kasih sebelumnya.

Jawaban:  AMRIE HAKIM

Pada dasarnya penagih utang atau debt collector bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan oleh pemberi hutang atau kreditur untuk menagih utang kepada pengutang atau debiturnya. Perjanjian pemberian kuasa ini diatur dalamKUHPerdata. Mengenai apa itu kuasa Anda dapat membaca lebih lanjut dalam artikel “Kuasa Umum atau Kuasa Khusus”.

Mengenai masalah yang Anda tanyakan, menurut advokat Alexander Lay dariPusat Bantuan Hukum (PBH) Peradidebt collector yang mendapat kuasa menagih utang dari kreditur tidak boleh menyita paksa barang-barang milik debitur. Alex menyatakan bahwa pada prinsipnya penyitaan barang-barang milik debitur yang wanprestasi hanya bisa dilakukan atas dasar putusan pengadilan.

Terlebih lagi, Alex menambahkan, barang-barang yang terdapat di dalam rumah tersebut boleh jadi statusnya adalah harta bersama yaitu dimiliki bersama dengan istrinya. Seperti diketahui, dalam suatu perkawinan terjadi percampuran harta, kecuali dalam hal adanya perjanjian kawin yaitu perjanjian pisah harta (prenuptial agreement). Demikian ketentuan Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Kemudian, jika debt collector tersebut tetap menyita atau mengambil secara paksa barang-barang milik debitur secara melawan hukum maka yang bersangkutan atau keluarganya dapat melaporkan debt collector tersebut ke polisi. Perbuatan debt collector tersebut dapat dijerat dengan Pasal 362 KUHPtentang pencurian atau jika dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan maka bisa dijerat dengan Pasal 365 ayat (1) KUHP.

Lepas dari itu, Bapak dari teman Anda tersebut tetap wajib melunasi hutang-hutangnya kepada Mr. H selaku kreditur. Jika tidak maka kreditur berhak mengajukan somasi dan menggugat yang bersangkutan ke pengadilan atas dasar wanprestasi. Menurut Pasal 1267 KUHPerdata, salah satu hal yang dapat dituntut dari pihak yang wanprestasi, yaitu pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian. Ganti kerugian tersebut terdiri dari tiga unsur, yaitu biaya, rugi, dan bunga.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

*Catatan: Klinik Hukum meminta pendapat Alexander Lay melalui hubungan telepon pada Jumat 8 April 2011.

Dasar hukum:
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
2.      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht, Staatsblad1915 No. 732)
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.


SENIN, 10 JUNI 2002
derden verzet atau gugatan perlawanan
Apakah yang dimaksud darden verzet? Bagaimanakah tata caranya, melalui gugatankah, atau permohonankah, apa bisa dua-duanya? Kelanjutannya bisa kasasi atau PK kah.
Jawaban: BUNG POKROL
Secara umum istilah verzet diartikan perlawanan. Perlawanan merupakan upaya hukum terhadap putusan. Verzet tergolong upaya hukum biasa yang sifatnya menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara. Selain verzet yang termasuk upaya hukum biasa adalah banding dan kasasi.

Lebih khusus lagi, istilah verzet dalam Hukum Acara Perdata merupakan suatu upaya hukum terhadap putusan verstek (putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya Tergugat). Untuk menjatuhkan putusan verstek, Hakim harus memperhatikan ketentuan pasal 125 HIR terlebih dahulu.

Sedangkan yang dimaksud derden verzet adalah perlawanan (dari) pihak ketiga. Memang pada azasnya putusan pengadilan hanya mengikat para pihak yang berperkara dan tidak mengikat pihak ketiga. Namun tidak tertutup kemungkinan ada pihak ketiga yang dirugikan oleh suatu putusan pengadilan. Terhadap putusan tersebut, pihak yang dirugikan dapat mengajukan perlawanan (derden verzet) ke Hakim Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut.

Caranya, pihak ketiga yang dirugikan menggugat para pihak yang berperkara (pasal 379 Rv). Apabila perlawanan tersebut dikabulkan maka terhadap putusan yang merugikan pihak ketiga tersebut haruslah diperbaiki (pasal 382 Rv). Terhadap putusan perlawanan yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri, dapat diajukan upaya hukum banding, kasasi, dan peninjauan kembali.

Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

KAMIS, 25 OKTOBER 2012
Diancam Debt Collector Karena Belum Lunasi Utang

Saya kredit laptop di Cxxxxxa seharga Rp4.2 juta, tapi saya sudah DP Rp2 juta dan bayar angsuran 3 bulan dengan besaran Rp388 ribu. Setelah 3 bulan saya ada masalah keluarga, terpaksa laptopnya saya jual. Tapi, masalahnya saya belum bisa melunasi utangnya dalam jangka pendek karena saya barusan dikeluarkan dari pekerjaan, sehingga belum ada kepastian mengenai pendapatan saya. Apakah masalah saya ini bisa dibawa ke ranah pidana? Mohon segera balasannya karena saya selalu diancam sama debt collector Cxxxxxa, biar saya ada pegangan untuk menghadapi masalah saya terima kasih atas jawabannya.

Jawaban: LETEZIA TOBING

Dalam perjanjian jual beli, jual beli dianggap telah terjadi antara penjual dan pembeli seketika penjual dan pembeli mencapai kesepakatan mengenai harga dan barangnya, meskipun benda tersebut belum diserahkan dan harganya belum dibayar (Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata - “KUHPer”). Oleh karena itu, Anda tidak dapat diperkarakan secara pidana atas dasar menjual laptop Anda yang belum lunas angsurannya. Hal ini karena laptop itu telah menjadi milik Anda setelah jual beli telah berlangsung dan pemindahan hak milik atas laptop telah diberikan kepada Anda (berdasarkan Pasal 612 KUHPer, pemindahan hak milik laptop sebagai benda bergerak cukup dengan penyerahan secara nyata atas laptop tersebut).

Akan tetapi, dalam hal ini Anda dapat digugat secara perdata oleh pihak penjual karena dalam perjanjian jual beli, kedua belah pihak mempunyai prestasi masing-masing yang harus dipenuhi. Dalam hal ini, penjual telah melakukan prestasinya memberikan laptop tersebut kepada Anda, dan Anda belum melakukan prestasi Anda sepenuhnya sehingga Anda dapat digugat atas dasar wanprestasi (Pasal 1243 KUHPer).

Namun, dalam hal gugatan wanprestasi ini, sebelum mengajukan gugatan, pihak penjual harus terlebih dahulu melayangkan somasi untuk menjadi peringatan bagi Anda untuk memenuhi prestasi Anda melunasi uang pembayaran laptop (Pasal 1238 KUHPer). Jika somasi atau peringatan itu tidak Anda hiraukan, maka Anda dapat digugat karena tidak melakukan kewajiban Anda sesuai dengan yang diperjanjikan.

Jadi, menurut hemat kami, Anda tidak dapat dituntut secara pidana karena belum bisa melunasi utang Anda, tetapi pihak penjual dapat menuntut Anda secara perdata atas dasar wanprestasi tersebut.

Sedangkan, mengenai penagih utang atau debt collector yang mengancam Anda, apabila debt collector tersebut dalam menagih utang kepada Anda menggunakan kekerasan atau dengan mengancam, Anda dapat menuntut debt collector tersebut atas dasar perbuatan tidak menyenangkan yang diatur Pasal 335 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang berbunyi:

“Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp.4500 barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”

Dalam hal ini perlu pula diketahui bahwa menurut advokat Bobby Rahman Manalu dalam artikel Menghadapi Debt Collector, umumnya pihak debt collector masih membuka kemungkinan untuk negosiasi karena mereka sendiri memperoleh bagian dari tagihan tersebut. Kecuali, debitur memang sudah tidak mampu membayar, maka penyelesaian utang hanya dapat diselesaikan melalui proses di pengadilan.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

Komentar

Postingan Populer