Leveraged Buyout di Indonesia 


Leveraged Buyout di Indonesia

Leveraged Buyout (“LBO”) adalah suatu proses membeli atau mengakuisisi sebuah perusahaan yang mana uang yang akan digunakan untuk mengakusisi didapat melalui utang dari bank atau pihak ketiga lainnya. Aset dari perusahaan yang akan diakuisisi dijadikan jaminan bagi utang tersebut. Implementasi dari akuisisi di Indonesia itu sendiri telah diatur dalamUndang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Leveraged Buyout (“LBO”) adalah suatu proses membeli atau mengakuisisi sebuah perusahaan yang mana uang yang akan digunakan untuk mengakusisi didapat melalui utang dari bank atau pihak ketiga lainnya. Aset dari perusahaan yang akan diakuisisi dijadikan jaminan bagi utang tersebut.

Pada dasarnya LBO merupakan akuisisi sebuah perusahaan dengan uang yang didapat melalui utang kepada pihak lain. Implementasi dari akuisisi di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas(“UUPT”). UUPT mengenal akuisisi sebagai pengambilalihan, yang mana menurut Pasal 1 butir 11 UUPT, pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut. Pengambilalihan hanya dapat dilaksanakan dengan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”).

Cara pengambilalihan saham perseroan ini dapat dilakukan dengan:

A.    melalui Direksi Perseroan, atau
B.    langsung dari pemegang saham.
(lihat Pasal 125 ayat [1] UUPT)

A.   Melalui Direksi Perseroan

1.    Pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksudnya (lihat Pasal 125 ayat [5] UUPT);
2.    Menyusun rancangan pengambilalihan (lihat Pasal 125 ayat [6] UUPT jo. Pasal 26 ayat [3] Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas) yang memuat sekurang-kurangnya:
a.    nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
b.    alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih;
c.    laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a UUPT untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
d.    tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran Pengambilalihan dilakukan dengan saham;
e.    jumlah saham yang akan diambil alih;
f.     kesiapan pendanaan;
g.    neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah Pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h.    cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan;
i.      cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan dari Perseroan yang akan diambil alih;
j.     perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan;
k.    rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengambilalihan apabila ada.
3.    Mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) (lihat Pasal 127 ayat [1] UUPT).
4.    Wajib mengumumkan ringkasan rancangan pengambilalihan (lihat Pasal 127 ayat [2] dan ayat [3] UUPT).
Sebelum RUPS diselenggarakan untuk membicarakan Rancangan Pengambilalihan, Ringkasan Rancangan Pengambilalihan wajib terlebih dahulu “diumumkan” oleh Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan yang akan diambil alih (Hukum Perseroan Terbatas,hal. 514):
a.    Diumumkan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar;
b.    Mengumumkan secara tertulis kepada Karyawan Perseroan yang akan mengambil alih;
c.    Pengumuman dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS;
d.    Pengumuman wajib memuat “pemberitahuan” bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh Rancangan Pengambilalihan di kantor Perseroan, sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.
5.         Kreditor berhak mengajukan keberatan (lihatPasal 127 ayat [4] UUPT).
6.         Rancangan pengambilalihan dituangkan ke dalam akta pengambilalihan (lihat Pasal 128 UUPT).
7.         Salinan akta pengambilalihan dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri (lihatPasal 131 ayat [1] UUPT).

B.   Langsung dari Pemegang Saham

Menurut M. Yahya Harahap (Hukum Perseroan Terbatas, hal. 516), ketentuan pokok proses pengambilalihan saham secara langsung dari pemegang saham, berbeda dengan tata cara pengambilalihan saham melalui direksi. Pengambilalihan saham secara langsung dari pemegang saham, lebih sederhana prosedurnya, seperti yang dijelaskan di bawah ini.

Proses yang Tidak Perlu Dilakukan
1.    Pihak yang mengambil alih tidak perlu menyampaikan maksud untuk melakukan pengambilalihan kepada Direksi (lihat Pasal 125 ayat [7] UUPT).
2.    Tidak perlu membuat rancangan pengambilalihan (lihat Pasal 125 ayat [7] UUPT). Namun, disyaratkan dalam Pasal 125 ayat (8) UUPT bahwa pengambilalihan “wajib” memperhatikan AD Perseroan yang akan diambil mengenai hal:
a.    Pemindahan hak atas saham; dan
b.    Perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.

Proses yang Harus Dilakukan
1.    Mengadakan perundingan dan kesepakatan langsung yaitu antara para pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih (lihat Penjelasan Pasal 125 ayat [7] UUPT);
2.    Mengumumkan rencana kesepakatan pengambilalihan (lihat Pasal 127 ayat [8] UUPT).
a.    Diumumkan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar;
b.    Mengumumkan secara tertulis kepada Karyawan Perseroan yang akan mengambil alih;
c.    Pengumuman dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS;
3.         Kreditor dapat mengajukan keberatan (lihat Pasal 127 ayat [4] UUPT);
4.         Kesepakatan pengambilalihan, dituangkan dalam akta pengambilalihan (lihat Pasal 128 UUPT).
5.         Salinan akta pemindahan hak atas saham dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham (lihat Pasal 131 ayat [2] UUPT).

Proses terakhir yang harus dilakukan dalam rangka pengambilalihan adalah pengumuman hasil pengambilalihan (lihat Pasal 133 ayat [2] UUPT). Direksi dari perseroan yang sahamnya diambil alih wajib mengumumkan hasil pengambilalihan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya pengambilalihan.



Sumber:
3.www.hukumonline.com
  

Komentar

Postingan Populer