Kekuatan Mengikat Tindakan Direksi Tanpa Persetujuan RUPS
Kekuatan Mengikat Tindakan Direksi Tanpa Persetujuan RUPS

Menjawab pertanyaan Anda, yang menanyakan apakah Direksi dapat membuat suatu kebijakan berupa peraturan untuk internal perusahaan dimana kebijakan tersebut bertentangan dengan yang dipersyaratkan dalam Akta Pendirian Perusahaan, maka berdasarkan prinsip-prinsip hukum perseroan terbatas dan praktik yang ada, dapat disimpulkan bahwa batasan-batasan yang telah digariskan dalam UU Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar sekali-kali tidak boleh dan jangan sampai membelenggu tugas dan wewenang Direksi dalam pengurusan perseroan, yang telah dilakukan dengan prinsip itikad baik (good faith), kehatian-hatian (prudential) untuk memajukan usaha perseroan.
Sebelumnya, perlu saya sampaikan bahwa Direksi adalah organ perseroan yang menjalankan tugas pengurusan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Tugas pengurusan perseroan tersebut dilakukan oleh Direksi dengan mengambil kebijakan-kebijakan yang dianggap tepat dan beriktikad baik (business judgement rule), dengan tetap berpadanan pada batas-batas yang ditentukan oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (“UU Perseroan Terbatas”) dan/atau Anggaran Dasar Perseroan (Vide: Pasal 92 ayat [1] dan ayat [2] UU Perseroan Terbatas).
Sebagai suatu badan hukum yang seringkali disebut sebagai artificial person, suatu Perseroan Terbatas tidak dapat dilepaskan dari arahan dan kehendak dari organ perseroan, yang terdiri, Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”), Direksi dan Dewan Komisaris. Secara sederhana, dapat diibaratkan bahwa peran eksekutif dari Direksi adalah seperti seorang presiden yang memimpin suatu Negara, yang wewenangnya diawasi secara yudikatif oleh Dewan Komisaris, yang pada akhirnya akan dipertanggungjawabkan pada RUPS sebagai “perwakilan rakyat” atau DPR-nya.
Sebagaimana yang sudah saya singgung di awal, tugas dan wewenang yang diemban oleh Direksi yang merupakan “tugas kepercayaan” (fiduciary duty), ternyata tetap dibatasi oleh UU Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar dari Perseroan Terbatas tersebut. Hal ini senada dengan pendapat dari Paul L. Davies, yang dikutip olehGunawan Widjaja dalam bukunya Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT, terbitan Forum Sahabat (2008), halaman 43-44, bahwa dalam menjalankan pengurusan perseroan, Direksi harus senantiasa:
1. Bertindak dengan itikad baik;
2. Senantiasa memperhatikan kepentingan perseroan dan bukan kepentingan dari pemegang saham semata-mata;
3. Kepengurusan Perseroan harus dilakukan dengan baik, sesuai dengan tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya, dengan tingkat kecermatan yang wajar;
4. Tidak diperkenankan untuk berada dalam suatu keadaan yang dapat mengakibatkan kepentingan dan atau kewajibannya terhadap perseroan berbenturan dengan kepentingan perseroan, kecuali dengan pengetahuan dan persetujuan perseroan.
Direksi dapat membuat suatu kebijakan berupa peraturan untuk internal perusahaan dimana kebijakan tersebut bertentangan dengan yang dipersyaratkan dalam Akta Pendirian Perusahaan, maka berdasarkan prinsip-prinsip hukum perseroan terbatas dan praktik yang ada, dapat disimpulkan bahwa batasan-batasan yang telah digariskan dalam UU Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar sekali-kali tidak boleh dan jangan sampai membelenggu tugas dan wewenang Direksi dalam pengurusan perseroan, yang telah dilakukan dengan prinsip itikad baik (good faith), kehatian-hatian (prudential) untuk memajukan usaha perseroan.
Jika dalam keadaaan mendesak, Direksi harus mengambil kebijakan secara mandiri untuk perseroan tanpa melalui persetujuan dari Dewan Komisaris dan RUPS, yang bahkan dapat bertentangan dengan anggaran dasar perseroan? Nampaknya, pembuat UU Perseroan Terbatas telah memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. Dalam Pasal 97 ayat 3 - ayat 5 UU Perseroan Terbatas dinyatakan bahwa Direksi yang melakukan kesalahan atau kelalaian sehingga mengakibatkan perseroan merugi harus bertanggungjawab penuh secara pribadi dan tanggung renteng, kecuali Direksi tersebut dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan karena kesalahan/kelalaiannya, menjalankan pengurusan perseroan dengan itikad baik dan kehati-hatian, tidak mempunyai benturan kepentingan (conflict of interest) dan telah mengambil tindakan untuk mencegah kerugian berlanjut.
Konsep kemandirian dari Direksi tersebut bersumber dari Negara Amerika (Common Law), yang dikenal dengan istilah Business Judgement Rule, hal mana konsep ini dimaksudkan agar pengambilan keputusan usaha oleh Direksi yang telah beritikad baik dengan penuh kehati-hatian, semata-mata untuk menguntungkan perseroan jangan sampai dipertanyakan oleh pengadilan atau pihak-pihak yang berkepentingan sehingga menghambat kemandirian dari Direksi.
Lalu yang menjadi pertanyaan penting untuk direnungkan bersama, apakah tindakan Direksi yang dilakukan tanpa persetujuan Dewan Komisaris dan RUPS tersebut tetap sah dan mengikat perseroan dan pihak ketiga? Dalam hal ini, Pasal 102 ayat 4 UU Perseroan Terbatas telah memberikan suatu kepastian yaitu bahwa suatu perbuatan hukum yang dilakukan Direksi untuk dan atas nama perseroan (dengan itikad baik dan kehati-hatian serta tanpa benturan kepentingan), yang dilaksanakan tanpa persetujuan RUPS (dan Dewan Komisaris), adalah tetap mengikat perseroan tersebut, sepanjang pihak ketiga dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.
Sumber:
Gunawan Widjaja.2008. Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT. Forum Sahabat.
Www.hukumonline.com
Komentar
Posting Komentar