WEWENANG PENGADILAN UNTUK MENGADILI (KUHAP) lanjutan
BAB X
WEWENANG PENGADILAN UNTUK MENGADILI
Bagian Kedua
WEWENANG PENGADILAN UNTUK MENGADILI
Bagian Kedua
BAB X
WEWENANG PENGADILAN UNTUK MENGADILI
Bagian Ketiga
Pengadilan Tinggi
Pasal 87
WEWENANG PENGADILAN UNTUK MENGADILI
Bagian Ketiga
Pengadilan Tinggi
Pasal 87
Pengadilan tinggi berwenang mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam daerah
hukumnya yang dimintakan banding.
BAB X
WEWENANG PENGADILAN UNTUK MENGADILI
Bagian Keempat
Mahkamah Agung
Pasal 88
WEWENANG PENGADILAN UNTUK MENGADILI
Bagian Keempat
Mahkamah Agung
Pasal 88
Mahkamah Agung berwenang mengadili semua perkara pidana yang dimintakan kasasi.
BAB XI
KONEKSITAS
Pasal 89
KONEKSITAS
Pasal 89
(1) Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk
Iingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa
dan diadili oleh pengadilan dalam Iingkungan peradilan umum kecuali
jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan
Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan
dalam lingkungan peradilan militer.
(2) Penyidikan perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dan polisi militer Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia dan oditur militer atau oditur militer tinggi sesuai dengan
wewenang mereka masing-masing menurut hukum yang berlaku untuk penyidikan
perkara pidana.
(3)
Tim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibentuk dengan surat keputusan
bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Menteri Kehakiman.
Pasal
90
(1) Untuk menetapkan apakah pengadilan dalam lingkungan peradilan
militer atau pengadilan dalam Iingkungan peradilan umum yang akan
mengadili perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat
(1), diadakan penelitian bersama oleh jaksa atau jaksa tinggi dan
oditur militer atau oditur militer tinggi atas dasar hasil penyidikan
tim tersebut pada Pasal 89 ayat (2).
(2)
Pendapat dan penelitian bersama tersebut dituangkan dalam. berita
acara yang ditandatangani oleh para pihak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
(3) Jika dalam penelitian bersama itu terdapat persesuaian pendapat
tentang pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut, maka
hal itu dilaporkan oleh jaksa atau jaksa tinggi kepada Jaksa Agung
dan oleh oditur militer atau oditur militer tinggi kepada Oditur
Jenideral Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Pasal
91
(1) Jika menurut pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat
(3) titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut
terletak pada kepentingan umum dan karenanya perkara pidana itu
harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, maka
perwira penyerah perkara segera membuat surat keputusan penyerahan
perkara yang diserahkan melalui oditur militer atau oditur militer
tinggi kepada penuntut umum, untuk dijadikan dasar mengajukan perkara
tersebut kepada pengadilan negeri yang berwenang.
(2)
Apabila menurut pendapat itu titik berat kerugian yang ditimbulkan
oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan militer sehingga
perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer, maka pendapat sebagaimaña dimaksud dalam Pasal
90 ayat (3) dijadikan dasar bagi Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia untuk mengusulkan kepada Menteri Pertahan dan
Keamanan, agar dengan persetujuan Menteri Kehakiman dikeluarkan
keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang menetapkan, bahwa
perkara pidana tersebut diadili oleh pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer.
(3) Surat keputusan tersebut pada ayat (2) dijadikan dasar bagi
perwira penyerah perkara dan jaksa atau jaksa tinggi untuk menyerahkan
perkara tersebut kepada mahkamah militer atau mahkamah militer tinggi.
Pasal 92
(1) Apabila perkara diajukan kepada pengadilan negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), maka berita acara pemeriksaan
yang dibuat oleh tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2)
dibubuhi catatan oleh penuntut umum yang mengajukan perkara, bahwa
berita acara tersebut telah diambil alih olehnya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi
oditur militer atau oditur militer tinggi apabila perkara tersebut
akan diajukan kepada pengadilan dalam Iingkungan peradilan militer.
Pasal
93
(1) Apabila dalam penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90
ayat (1) terdapat perbedaan pendapat antara penuntut umum dan oditur
militer atau oditur militer tinggi, mereka masing-masing melaporkan
tentang perbedaan pendapat itu secara tertulis, dengan disertai
berkas perkara yang bersangkutan melalui jaksa tinggi, kepada Jaksa
Agung dan kepada Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
(2) Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia bermusyawarah untuk mengambil keputusan guna mengakhiri
perbedaan pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara Jaksa Agung dan
Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, pendapat
Jaksa Agung yang menentukan.
Pasal 94
(1) Dalam hal perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89
ayat (1) diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum
atau lingkungan peradilan militer, yang mengadili perkara tersebut
adalah majelis hakim yang terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang
hakim.
(2) Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang mengadili
perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), majelis
hakim terdiri dari hakim ketua dari lingkungan peradilan umum dan
hakim anggota masing-masing ditetapkan dari peradilan umum dan peradilan
militer secara berimbang.
(3)
Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan militer yang mengadili
perkara pidana tersebut pada Pasal 89 ayat (1), majelis hakim terdiri
dari hakim ketua dari Iingkungan peradilan militer dan hakim anggota
secara berimbang dari masing-masing lingkungan peradilan militer
dan dari peradilan umum yang diberi pangkat militer tituler.
(4)
Ketentuan tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi
pengadilan tingkat banding.
(5) Menteri Kehakiman dan Menteri Pertahanan dan Keamanan secara
timbal balik mengusulkan pengangkatan hakim anggota sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dan hakim perwira
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4).
Komentar
Posting Komentar