PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN (KUHAP)
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
BAB XVI
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Kesatu
Panggilan dan Dakwaan
Pasal 145
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Kesatu
Panggilan dan Dakwaan
Pasal 145
(1) Pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan dilakukan Secara
sah, apabila disampaikan dengan surat panggilan kepada terdakwa
di alamat tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak
diketahui, disampaikan di tempat kediaman terakhir.
(2)
Apabila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnya atau ditempat kediaman
terakhir, surat panggilan disampaikan melalui kepala desa yang berdaerah
hukum tempat tinggal terdakwa atau tempat kediaman terakhir.
(3)
Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan surat panggilan disampaikan
kepadanya melalui pejabat rumah tahanan negara.
(4)
Penerimaan surat panggilan oleh terdakwa sendiri ataupun oleh orarig
lain atau melalui orang lain, dilakukan dengan tanda penerimaan.
(5)
Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman terakhir tidak dikenal,
surat panggilan ditempelkan pada tempat pengumuman di gedung pengadilan
yang berwenang mengadili perkaranya.
Pasal 146
(1)
Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa yang
memuat tanggal, hari, serta jam sidang dan untuk perkara apa ia
dipanggil yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya
tiga hari sebelum sidang dimulai.
(2)
Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada saksi yang memuat
tanggal, hari serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil
yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-Iambatnya
tiga hari sebelum sidang dimulai.
BAB XVI
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Kedua
Memutus Sengketa mengenai Wewenang Mengadili
Pasal 147
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Kedua
Memutus Sengketa mengenai Wewenang Mengadili
Pasal 147
Setelah pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dari penuntut
umum, ketua mempelajari apakah perkara itu termasuk wewenang pengadilan
yang dipimpinnya.
Pasal 148
(1)
Dalam hal ketua pengadilan negeri berpendapat, bahwa perkara pidana
itu tidak termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya, tetapi
termasuk wewenang pengadilan negeri lain, ia menyerahkan surat pelimpahan
perkara tersebut kepada pengadilan negeri lain yang dianggap berwenang
mengadilinya dengan surat penetapan yang memuat alasannya.
(2)
Surat pelimpahan perkara tersebut diserahkan kembali kepada penuntut
umum selanjutnya kejaksaan negeri yang bersangkutan menyampaikannya
kepada kejaksaan negeri di tempat pengadilan negeri yang tercantum
dalam surat penetapan.
(3)
Turunan surat penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disarnpaikan
kepada terdakwa atau penasihat hukum dan penyidik.
Pasal 149
(1)
Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap surat penetapan pengadilan
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148, maka:
a.Ia
mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi yang bersangkutan
dalam waktu tujuh hari setelah penetapan tersebut diterima;
b.tidak
dipenuhinya tenggang waktu tersebut di atas mengakibatkan batalnya
perlawanan;
c.
perlawanan tersebut disampaikan kepada ketua pengadilan negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 148 dan hal itu dicatat dalam buku daftar panitera;
d.
dalam waktu tujuh hari pengadilan negeri wajib meneruskan perlawanan
tersebut kepada pengadilan tinggi yang bersangkutan.
(2)
Pengadilan tinggi dalam waktu paling lama empat belas hari setelah
menerima perlawanan tersebut dapat menguatkan atau menolak perlawanan
itu dengan surat penetapan.
(3)
Dalam hal pengadilan tinggi menguatkan perlawanan penuntut umum,
maka dengan surat penetapan diperintahkan kepada pengadilan negeri
yang bersangkutan untuk menyidangkan perkara tersebut.
(4)
Jika pengadilan tinggi menguatkan pendapat pengadilan negeri, pengadilan
tinggi mengirimkan berkas perkara pidana tersebut kepada pengadilan
negeri yang bcrsangkutan.
(5)
Tembusan surat penetapan pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) dan ayat (4) disampaikan kepada penuntut umum.
Pasal 150
Sengketa
tentang wewenang mengadili terjadi:
a.jika
dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili
atas perkara yang sama;
b.jika
dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili
perkara yang sama.
Pasal 151
(1)
Pengadilan tinggi memutus sengketa wewenang mengadili antara dua
pengadilan negeri atau lebih yang berkedudukan dalam daerah hukumnya.
(2)
Mahkamah Agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa
tentang wewenang mengadili:
a.antara
pengadilan dari satu lingkungan peradilan dengan pengadilan dari
lingkungan peradilan yang lain;
b.antara
dua pengadilan negeri yang berkedudukan dalam daerah hukum pengadilan
tinggi yang berlainan;
c.antara
dua pengadilan tinggi atau lebih.
BAB XVI
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Ketiga
Acara Pemeriksaan Biasa
Pasal 152
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Ketiga
Acara Pemeriksaan Biasa
Pasal 152
(1) Dalam hal pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan
berpendapat bahwa perkara itu termasuk wewenangnya, ketua pengadilan
menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan hakim
yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang.
(2)
Hakim dalam menetapkan hari sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa
dan saksi untuk datang di sidang pengadilan.
Pasal 153
(1)
Pada hari yang ditentukan menurut Pasal 152 pengadilan bersidang.
(2)
a.Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang
dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh
terdakwa dan saksi;
b.Ia
wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan
yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara
tidak bebas.
(3)
Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan
menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan
atau terdakwanya anak-anak.
(4)
Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan
batalnya putusan demi hukum.
(5)
Hakim ketua sidang dapat menentukan bahwa anak yang belum mencapai
umur tujuh belas tahun tidak diperkenankan menghadiri sidang.
Pasal 154
(1)
Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk
dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas.
(2)
Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak
hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang
meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah.
(3)
Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang rnenunda
persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk
hadir pada hari sidang berikutnya.
(4)
Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang
di sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak
dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa
dipanggil sekali lagi.
(5)
Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak
semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa
yang hadir dapat dilangsungkan.
(6)
Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir
tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya,
dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya.
(7)
Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (6) dan menyampaikannya
kepada hakim ketua sidang.
Pasal 155
(1)
Pada permulaan sidang. hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa
tentang nama Iengkap. tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis
kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaannya sertta
mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar
dan dilihatnya di sidang.
(2)a.Sesudah
itu hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum untuk membacakan
surat dakwaan;
b.Selanjutnya
hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa apakah ia sudah benar-benar
mengerti, apabila terdakwa ternyata tidak mengerti, penuntut umum
atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang
diperlukan.
Pasal 156
(1)
Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa
pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak
dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah
diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya,
hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil
keputusan.
(2)
Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara
itu tidak diperiksa lebih .lanjut, sebaliknya dalam hal tidak diterima
atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai
pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan.
(3)
Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan tersebut,
maka Ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui
pengadilan negeri yang bersangkutan.
(4)
Dalam hal perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat
hukumnya diterima oleh pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat
belas hari, pengadilan tinggi dengan surat penetapannya membatalkan
putusan pengadilan negeri dan memerintahkan pengadilan negeri yang
berwenang untuk memeriksa perkara itu.
(5)
a. Dalam hal perlawanan diajukan bersama-sama dengan permintaan
banding oleh terdakwa atau penasihat hukumnya kepada pengadilan
tinggi, maka dalam waktu empat belas hari sejak ia menerima perkara
dan membenarkan perlawanan terdakwa, pengadilan tinggi dengan keputusan
membátalkan putusan pengadilan negeri yang bersangkutan dan menunjuk
pengadilan negeri yang berwenang;
b.Pengadilan
tinggi menyampaikan salinan keputusan tersebut kepada pengadilan
negeri yang berwenang dan kepada pengadilan negeri yang semula mengadili
perkara yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara untuk diteruskan
kepada kejaksaan negeri yang telah melimpahkan perkara itu.
(6)
Apabila pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat
(5) berkedudukan di daerah hukum pengadilan tinggi lain maka kejaksaan
negeri mengirimkan perkara tersebut kepada kejaksaan negeri dalam
daerah hukum pengadilan negeri yang berwenang di tempat itu.
(7)
Hakim ketua sidang karena jabatannya walaupun tidak ada perlawanan,
setelah mdndengar pendapat penuntut umum dan terdakwa dengan surat
penetapan yang memuat alasannya dapat menyatakán pengadilan tidak
berwenang.
Pasal
157
(1)
Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari mengadili perkara tertentu
apabila ia terikat hubungan keluarga sedarah atau Semenda sampai
derajat ketiga, hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai
dengan hakim ketua sidang, salah seorang hakim anggota, penuntut
umum atau panitera.
(2)
Hakim ketua sidang, hakim anggota, penuntut umum atau panitera wajib
mengundurkan diri dari menangani perkara apabila terikat hubungan
keluarga sedarah atau semeñda sampai derajat ketiga atau hubungan
suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan terdakwa atau dengan
penasihat hukum.
(3)
Jika dipenuhi ketentuan ayat (1) dan ayat (2) mereka yang mengundurkan
diri harus diganti dan apabila tidak dipenuhi atau tidak diganti
sedangkan perkara telah diputus, maka perkara wajib segera diadili
ulang dengan susunan yang lain.
Pasal
158
Hakim
dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang
tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa.
Pasal
159
(1)
Hakim ketua sidang selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang
dipanggil telah hadir dan memberi perintah untuk mencegah jangan
sampai saksi berhubungan satu dengan yang lain sebelum memberi keterangan
di sidang.
(2)
Dalam hal saksi tidák hadir, meskipun telah dipanggil dengan sah
dan hakim ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa
saksi itu tidak akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan
supaya saksi tersebut dihadapkan ke persidangan.
Pasal
160
(1)a.
Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut
urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah
mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum;
b.Yang
pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi;
c.
Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan
terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau
yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum
selamã berIangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusán,
hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.
(2)
Hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi keterangan tentang nama
lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaan, selanjutnya apakah ia kenal
terdakwa sebelum terdakwa melakukan perbuatan yang menjadi dasar
dakwaan serta apakah ia berkeluarga sedarah atau semenda dan sampai
derajat keberapa dengan terdakwa, atau apakah ia suami atau isteri
terdakwa meskipun sudah bercerai atau terikat hubungan kerja dengannya.
(3)
Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau
janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan
keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.
(4)
Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib
bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberi
keterangan.
Pasal
161
(1)
Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah
atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan
ayat (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia
dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera
di tempat rumah tahanan negara paling lama empat belas hari.
(2)
Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan
saksi atau ahli tetap tidak mau disumpah atau mengucapkan janji,
maka keterangan yang telah diberikan merupakan keterangan yang dapat
menguatkan keyakinan hakim.
Pasal
162
(1)
Jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal
dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang
atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya
atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara,
maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan.
(2)
Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah,
maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi di
bawah sumpah yang diucapkan di sidang.
Pasal
163
Jika
keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang terdapat
dalam berita acara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang
hal itu serta minta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan dicatat
dalam berita acâra pemeriksaan sidang.
Pasal
164
(1)
Setiap kali seorang saksi selesai memberikan keterangan, hakim ketua
sidang menanyakan kepada terdakwa bagaimana pendapatnya tentang
keterangan tersebut.
(2)
Penuntut umum atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua
sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi
dan terdakwa.
(3)
Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh penuntut
umum atau penasihat hukum kepada saksi atau terdakwa dengan memberikan
alasannya.
Pasal
165
(1)
Hakim ketua sidang dan hakim anggota dapat minta kepada saksi segala
keterangan yang dipandang perlu untuk mendapatkan kebenaran.
(2)
Penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum dengan perantaraan
hakim ketua sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan
kepada saksi.
(3)
Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh penuntut
umum, terdakwa atau penasihat hukum kepada saksi dengan memberikan
alasannya.
(4)
Hakim dan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan
perantaraan hakim ketua sidang, dapat saling menghadapkan saksi
untuk menguji kebenaran keterangan mereka masing-masing.
Pasal
166
Pertanyaan
yang bersifat menjerat tidak bolèh diajukan baik kepada terdakwa;
maupun kepada saksi
Pasal
167
(1)
Setelah saksi .memberi keterangan, ia tetap hadir di sidang kecuali
hakim ketua sidang memberi izin untuk meninggalkannya.
(2)
Izin itu tidak diberikán jika penuntut umum atau terdakwa atau penasihat
hukum mengajukan permintaan supaya saksi itu tetap menghadiri sidang.
(3)
Para saksi selama sidang dilarang saling bercakap-cakap.
Pasal
168
Kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar
keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:
a.
keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke
bawah sarnpai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama
sebagai terdakwa.
b.
saudara dan terdakwa atau yang bérsama-sama sebagal terdakwa, saudara
ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena
perkawinan dari anak-anak saudara terdakwa sampal derajat ketiga
c.
suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama
sebagai terdakwa.
Pasal
169
(1)
Dalam hal mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 menghendakinya
dan penuntut umum serta tegas menyetujuinya dapat memberi keterangan
di bawah sumpah.
(2)
Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mereka diperbolehkan
memberikan keterangan tanpa sumpah.
Pasal
170
(1)
Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi
keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada
mereka.
(2)
Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan
tersebut.
Pasal
171
Yang
boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah :
a.
anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah
kawin;
b.orang
sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya
baik kembali.
Pasal
172
(1)
Setelah saksi memberi keterangan maka terdakwa atau penasihat hukum
atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kepada hakim ketua
sidang, agar di antara saksi tersebut yang tidak mereka kehendaki
kehadirannya, dikeluarkan dari ruang sidang, supaya saksi lainnya
dipanggil masuk oleh hakim ketua sidang untuk didengar keterangannya,
baik seorang demi seorang maupun bersama-sama tanpa hádirnya saksi
yang dikeluarkan tersebut.
(2)
Apabila dipandang perlu hakim karena jabatannya dapat minta supaya
saksi yang tèlah didengar keterangannya ke luar dari ruang sidang
untuk selanjutnya mendengar keterangan saksi yang lain.
Pasal
173
Hakim
ketua sidang dapat mendengar keterangan saksi mengenai hal tertentu
tanpa hadirnya terdakwa, untuk itu Ia minta terdakwa ke luar dari
ruang sidang akan tetapi sesudah itu pemeriksaan perkara tidak boleh
diteruskan sebelum kepada terdakwa diberitahukan semua hal pada
waktu ia tidãk hadir.
Pasal
174
(1)
Apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang
memperingatkan dengan sungguh -sungguh kepadanya supaya memberikan
keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang
dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan
palsu.
(2)
Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena
jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat
memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut
perkara dengan dakwaan sumpah palsu.
(3)
Dalam hal yang demikian oleh panitera segera dibuat berita acara
pemeriksaan sidang yang memuat keterangan saksi dengan menyebutkan
alasan persangkaan, bahwa keterangan saksi itu adalah palsu dan
berita acara tersebut ditandatangani oleh hakim ketua sidang serta
panitera dan segera diserahkan kepada penuntut umum untuk diselesaikan
menurut ketentuan undang-undang ini.
(4)
Jika perlu hakim ketua sidang menangguhkan sidang dalam perkara
semula sampai pemeriksaan perkara pidana terhadap saksi itu selesai.
Pasal
175
Jika
terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab, pertanyaan
yang diajukan kepadanya, hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab
dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan.
Pasal
176
(1)
Jika terdakwa bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu
ketertiban sidang, hakim ketua sidang menegurnya dan jika teguran
itu tidak diindahkan ia memerintahkan supaya terdakwa dikeluarkan
dari ruang sidang, kemudian pemeriksaan perkara pada waktu itu dilanjutkan
tanpa hadirnya terdakwa.
(2)
Dalam hal terdakwa secara terus menerus bertingkah laku yang tidak
patut sehingga mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua sidang
mengusahakan upaya sedemikian rupa sehingga putusan tetap dapat
dijatuhkan dengan hadirnya terdakwa.
Pasal
177
(1)
Jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua
sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji
akan menterjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan.
(2)
Dalam hal seorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara
Ia tidak boleh pula menjadi juru bahasa dalam perkara itu.
Pasal
178
(1)
Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli serta tidak dapat menulis,
hakim ketua sidang mengangkat sebagai penterjemah orang yang pandai
bergaul dengan terdakwa atau saksi itu.
(2)
Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli tetapi dapat menulis,
hakim ketua sidang menyampaikan semua pertanyaan atau teguran kepadanya
secara tertulis dan kepada terdakwa atau saksi tersebut diperintahkan
untuk menulis jawabannya dan selanjutnya semua pertanyaan serta
jawaban harus dibacakan
Pasal
179
(1)
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan
atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan.
(2)
Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka
yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya
dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Pasal
180
(1)
Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang
timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan
ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2)
Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat
hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
(3)
Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian
ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2).
(4)
Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3)
dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda
dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.
Pasal
181
(1)
Hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang
bukti dan menanyakan kepadañya apakah Ia mengenal benda itu dengan
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 undang-undang
ini.
(2)
Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang
kepada saksi.
(3)
Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang membacakan
atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau
saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal itu.
Pasal
182
(1)
a.Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan
tuntutan pidana;
b.Selanjutnya
terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat
dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau
penasihat hukum selalu mendapat giliran terakhir.
c.Tuntutan,
pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan
setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan
turunannya kepada pihak yang berkepentingan.
(2)
Jika acara tersebut pada ayat (1) telah selesai, hakim ketua sidang
menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup, dengan ketentuan
dapat membukanya sekali lagi, baik atas kewenangan hakim ketua sidang
karena jabatannya, maupun atas permintaan penuntut umum atau terdakwa
atau penasihat hukum dengan memberikan alasannya.
(3)
Sesudah itu hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil
keputusan dan apabila perlu musyawarah itu diadakan setelah terdakwa,
saksi, penasihat hukum, penuntut umum dan hadirin meninggalkan ruangan
sidang.
(4)
Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat dakwaan
dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.
(5)
Dalam musyawarah tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan
dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim yang tertua, sedangkan
yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis
dan semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya.
(6)
Pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil permufakatan
bulat kecuali jika hal itu setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh
tidak dapat dicapai, maka berlaku ketentuan sebagai berikut
a.putusan
diambil dengan suara terbanyak;
b.jika
ketentuan tersebut huruf a tidak juga dapat diperoleh, putusan yang
dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa.
(7)
Pelaksanaan pengambilan putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(6) dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan khusus untuk
keperluan itu dan isi buku tersebut sifatnya rahasia.
(8)
Putusan pengadilan negeri dapat dijatuhkan dan diumumkan pada hari
itu juga atau pada hari lain yang sebelumnya harus diberitahukan
kepada penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum.
BAB XVI
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Keempat
Pembuktian dan Putusan
Dalam Acara Pemeriksaan Biasa
Pasal 183
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Keempat
Pembuktian dan Putusan
Dalam Acara Pemeriksaan Biasa
Pasal 183
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah
yang bersalah melakukannya.
Pasal
184
(1)
Alat bukti yang sah ialah:
a.keterangan
saksi;
b.keterangan
ahli;
c.surat;
d.petunjuk;
e.keterangan
terdakwa.
(2)
Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Pasal
185
(1)
Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan
di sidang pengadilan.
(2)
Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa
terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
(3)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila
disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
(4)
Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu
kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang
sah apabila keterangan saksi itu ada .hubungannya satu dengan yang
lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian
atau keadaan tertentu.
(5)
Baik pendapat maupun rekà an, yang diperoleh dari hasil pemikiran
saja, bukan merupakan keterangan saksi.
(6)
Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan
sungguh-sungguh memperhatikan
a.
persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b
.persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
c.
alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan
yang tertentu;
d.
cara hidup dan kesusilaán saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya
dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.
(7)
Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan
yang lain tidak merupakan alat bukti namun apabila keterangan itu
sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan
sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.
Pasal
186
Keterangan
ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Pasal
187
Surat
sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas
sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a.berita
acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat
umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat
keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat
atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas
dan tegas tentang keterangannya itu;
b.surat
yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau
surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam
tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan
bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
c.surat
keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
dan padanya;
d.surat
lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari
alat pembuktian yang lain.
Pasal
188
(1)
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya,
baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana
itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana
dan siapa pelakunya.
(2)
Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh
dari ;
a.keterangan
saksi;
b.
surat;
c.keterangan
terdakwa.
(3)
Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap
keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana,
setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan
berdasarkan hati nuraninya.
Pasal
189
(1)
Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang
perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami
sendiri.
(2)
Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan
untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu
didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang
didakwakan kepadanya.
(3)
Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.
(4)
Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia
bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan
harus disertal dengan alat bukti yang lain.
Pasal
190
a.
Selama pemeriksaan di sidang, jika terdakwa tidak ditahan, pengadilan
dapat memerintahkan dengan surat penetapannya untuk menahan terdakwa
apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan cukup untuk
itu.
b.
Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dapat memerintahkan dengan
surat penetapannya untuk membebaskan terdakwaa jika terdapat alasan
cukup untuk itu dengan mengingat ketentuan Pasal 30.
Pasal
191
(1)
Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,
kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa dakwa diputus
bebas.
(2)
Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan képada
terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak
pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
(3)
Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), terdakwa
yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk dibebaskan seketika
itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah terdakwa perlu
ditahan.
Pasal
192
(1)
Perintah untuk membebaskan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
191 ayat (3) segera dilaksanakan oleh jaksa sesudah putusan diucapkan.
(2)
Laporan tertulis mengenai pelaksanaan perintah tersebut yang dilampiri
surat penglepasan, disampaikan kepada ketua pengadilan yang bersangkutan
selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam.
Pasal
193
(1)
Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak
pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.
(2)
a.Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan,
dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi
ketentuan Pasal 21 dasi terdapat alasan cukup untuk itu.
b.Dalam
hal terdakwa ditahan, pengadilan dalam menjatuhkan putusannya, dapat
menetapkan terdakwa tetap ada dalam tahanan atau membebaskannya,
apabila terdapat alasan cukup untuk itu.
Pasal
194
(1)
Dalam hal putusan pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan
hukum, pengadilan menetapkan supaya barang bukti yang disita diserahkan
kepada pihak yang paling berhak menerima kembali yang namanya tercantum
dalam putusan tersebut kecuali jika menurut ketentuan undang-undang
barang bukti itu harus dirampas untuk kepentingan negara atau dimusnahkan
atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.
(2)
Kecuali apabila terdapat alasan yang sah, pengadilan menetapkan
supaya barang bukti diserahkan segera sesudah sidang selesai.
(3)
Perintah penyerahan barang bukti dilakukan tanpa disertai sesuatu
syarat apapun kecuali dalam hal putusan pengadilan belum mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Pasal
195
Semua
putusan pengadilan. hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila
diucapkan di sidang terbuka untuk umum.
Pasal
196
(1)
Pengadilan memutus perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam
hal undang-undang ini menentukan lain.
(2)
Dalam hal terdapat Iebih dari seorang terdakwa dalam satu perkara,
putusan dapat diucapkan dengan hadirnya terdakwa yang ada.
(3)
Segera sesudah putusan pemidanaan diucapkan, bahwa hakim ketua sidang
wajib memberitahukan kepada terdakwa tentang segala apa yang menjadi
haknya, yaitu:
a.
hak segera menerima atau. segera menolak putusan;
b.
hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak
putusan, dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang
ini;
c.
hak minta menangguhkan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu
yang ditentukan oleh undang-undang untuk dapat mengajukan grasi,
dalam hal ia menerima putusan;
d.
hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang
waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini, dalam hal Ia menolak
putusan;
e.
hak mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam
tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini.
Pasal
197
(1)Surat
putusan pemidanaan memuat:
a.kepala
putusan yang dituliskan berbunyi : "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA";
b.
nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;
c.
dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
d.
pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan
beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang
yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa,
e.
tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
f.
pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan
atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan
yang meringankan terdakwa;
g.
hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara
diperiksa oleh hakim tunggal;
h.
pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua
unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya
dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;
i.
ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan
jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
j.
keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di
mana Ietaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap
palsu;
k.
perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;
l.hari
dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus
dan nama panitera;
(2)
Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e,
f, h, j, k dan I pasal inii mengakibatkan putusan batal demi hukum.
(3)
Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan dalam undang-undang
ini.
Pasal
198
(1)
Dalam hal seorang hakim atau penuntut umum berhalangan, maka ketua
pengadilan atau pejabat kejaksaan yang berwenang wajib segera menunjuk
pengganti pejabat yang berhalangan tersebut.
(2)
Dalam hal penasihat hukum berhalangan, ia menunjuk penggantinya
dan apabila pengganti ternyata tidak ada atau juga berhalangan,
maka sidang berjalan terus.
Pasal
199
(1)
Surat putusan bukan pemidanaan memuat :
a.
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) kecuali
huruf e, f dan h;
b.
pernyataan bahwa terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan
hukum, dengan menyebutkan alasan dan pasal peraturan perundang-undangan
yang menjadi dasar putusan;
c.
perintah supaya terdakwa segera dibebaskan jika Ia ditahan.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (2) dan ayat
(3) berlaku juga bagi pasal ini.
Pasal
200
Surat
putusan ditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah
putusan itu diucapkan.
Pasal
201
(1)
Dalam hal terdapat surat palsu atau dipalsukan, maka panitera melekatkan
petikan putusan yang ditandatanganinya pada surat tersebut yang
memuat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1)
huruf j dan surat palsu atau yang dipalsukan tersebut diberi catatan
dengan menunjuk pada petikan putusan itu.
(2)
Tidak akan diberikan.salinan pertama atau salinan dari surat asli
palsu atau yang dipalsukan kecuali panitera sudah membubuhi catatan
pada catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan
salinan petikan putusan.
Pasal
202
(1)
Panitera membuat berita acara sidang dengan memperhatikan persyaratan
yang diperlukan dan memuat segala kejadan di sidang yang berhubungan
dengan pemeriksaan itu.
(2)
Berita acara sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat juga
hal yang penting dari keterangan saksi, terdakwa dan ahli kecuali
jika hakim ketua sidang menyatakan bahwa untuk ini cukup ditunjuk
kepada keterangan dalam berita acara pemeriksaan dengan menyebut
perbedaan yang terdapat antara yang satu dengan lainnya.
(3)
Atas permintaan penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum, hakim
ketua sidang wajib memerintahkan kepada panitera supaya dibuat catatan
secara khusus tentang suatu keadaan atau keterangan.
(4)
Berita acara sidang ditandatangani oleh hakim ketua sidang dan panitera
kecuali apabila salah seorang dari mereka berhalangan, maka hal
itu dinyatakan dalam berita acara tersebut.
BAB XVI
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Kelima
Acara Pemeriksaan Singkat
Pasal 203
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Kelima
Acara Pemeriksaan Singkat
Pasal 203
(I) Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara
kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205
dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya
mudah dan sifatnya sederhana.
(2)
Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penuntut umum
menghadapkan terdakwa beserta saksi, ahli, juru babasa dan barang
bukti yang diperlukan.
(3) Dalam acara ini berlaku ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian
Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini sepanjang peraturan itu tidak bertentangan
dengan ketentuan di bawah ini:
a. 1. penuntut umum dengan segera setelah terdakwa di sidang menjawab
segala pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (1)
memberitahukan dengan lisan dari catatannya kepada terdakwa tentang
tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu,
tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan;
2.pemberitahuan ini dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti surat dakwaan;
2.pemberitahuan ini dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti surat dakwaan;
b. dalam hal hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan, supaya
diadakan pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama empat belas
hari dan bilamana dalam waktu tersebut penuntut umum belum juga
dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka hakim memerintahkan
perkara itu diajukan ke sidang pengadilan dengan acara biasa;
c. guna kepentingan. pembelaan, maka atas permintaan terdakwa dan
atau penasihat hukum, hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama
tujuh hari;
d.
putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita
acara sidang;
e. hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut;
f. isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti
putusan pengadilan dalam acara biasa.
Pasal 204
Jika
dari pemeriksaan di sidang sesuatu perkara yang diperiksa de.ngan
acara singkat ternyata sifatnya jelas dan ringan, yang seharusnya
diperiksa dengan acara cepat, maka hakim dengan persetujuan terdakwa
dapat melanjutkan pemeriksaan tersebut.
BAB XVI
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Keenam
Acara Pemeriksaan Cepat
Paragraf 1
Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
Pasal 205
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Keenam
Acara Pemeriksaan Cepat
Paragraf 1
Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
Pasal 205
(1) Yang diperiksa rnenurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan
ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling
lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima
ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam
Paragraf 2 Bagian ini.
(2)
Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyidik atas
kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan
selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi,
ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan.
(3) Dalam acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan
terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan
terdakwa dapat minta banding.
Pasal 206
Pengadilan
menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili perkara
dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan.
Pasal
207
(I) a. Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggaI, jam dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan.
b. Perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang diterima harus segera disidangkan pada hari sidang itu juga.
(2) a.Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam
buku register semua perkara yang diterimanya.
b. Dalam buku register dimuat nama Iengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan kepadanya.
b. Dalam buku register dimuat nama Iengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan kepadanya.
Pasal 208
Saksi
dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak mengucapkan sumpah
atau janji kecuali hakim menganggap perlu.
Pasal
209
(1) Putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara dan
seIanjutnya oleh panitera dicatat dalam buku register serta ditandatangani
oleh hakim yang bersangkutan dan panitera.
(2) Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika dalam
pemeriksaan tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai dengan berita
acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik.
Pasal
210
Ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab
ini tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan
Paragraf ini. Paragraf 2 Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu
Lintas Jalan
Pasal
211
Yang
diperiksa menurut acara pemeriksaan pada Paragraf ini ialah perkara
pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu
lintas jalan.
Pasal
212
Untuk
perkara pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita acara
pemeriksaan, oleh karena itu catatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 207 ayat (1) huruf a segera diserahkan kepada pengadilan selambat-lambatnya
pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya.
Pasal 213
Terdakwa
dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya di sidang.
Pasal 214
(I) Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang, pemeriksaan
perkara dilanjutkan.
(2) Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat
amar putusan segera disampaikan kepada terpidana.
(3)
Bukti bahwa surat amar putusan telah disampaikan oleh penyidik kepada
terpidana, diserahkan kepada panitera untuk dicatat dalam buku register.
(4) Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan
itu berupa pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan
perlawanan
(5) Dalam waktu tujuh hari sesudah putusan diberitahukan secara
sah kepada terdakwa, ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan
yang menjatuhkan putusan itu.
(6)
Dengan perlawanan itu putusan di luar hadirnya terdakwa menjadi
gugur.
(7) Setelah panitera memberitahukan kepada penyidik tentang perlawanan
itu hakim menetapkan hari sidang untuk memeriksa kembali perkara.
(8)
Jika putusan setelah diajukannya perlawanan tetap berupa pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), terhadap putusan tersebut terdakwa
dapat mengajukan banding.
Pasal 215
Pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang paling
berhak, segera setelah putusan dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi
isi amar putusan.
Pasal
216
Ketentuan
dalam Pasal 210 tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan
dengan Paragraf ini.
BAB XVI
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Ketujuh
Pelbagai Ketentuan
Pasal 217
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Ketujuh
Pelbagai Ketentuan
Pasal 217
(1) Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan dan memelihara tata
tertib di persidangan.
(2)Segala
sesuatu yang diperintahkan oleh hakim ketua sidang untuk memelihara
tata tertib di persidangan wajib dilaksanakan dengan segera dan
cermat.
Pasal
218
(1) Dalam ruang sidang siapapun wajib menunjukkan sikap hormat kepada
pengadilan.
(2)Siapa pun yang di sidang pengadilan bersikap tidak sesuai dengan
martabat pengadilan dan tidak mentaati tata tertib setelah mendapat
peringatan dari hakim ketua sidang, atas perintahnya yang bersangkutan
di keluarkan dari ruang sidang.
(3) Dalam hal pelanggaran tata tertib sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) bersifat suatu tindak pidana, tidak mengurangi kemungkinan
dilakukan penuntutan terhadap pelakunya.
Pasal
219
(1) Siapa pun dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan
peledak atau alat maupun benda yang dapat membahayakan keamanan
sidang dan siapa yang membawanya wajib menitipkan di tempat yang
khusus disediakan untuk itu.
(2) Tanpa surat perintah, petugas keamanan pengadilan karena tugas
jabatannya dapat mengadakan penggeledahan badan untuk menjamin bahwa
kehadiran seorang di ruang sidang tidak membawa senjata, bahan atau
alat maupun benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan apabila
terdapat maka petugas mempersilahkan yang bersangkutan untuk menitipkannya.
(3). Apabila yang bersangkutan bermaksud meninggalkan ruang sidang,
maka petugas wajib menyerahkan kembali benda titipannya.
(4) Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) tidak mengurangi kemungkinan
untuk dilakukan penuntutan bila ternyata bahwa penguasaan atas benda
tersebut bersifat suatu tindak pidana.
Pasal
220
(1)
Tiada seorang hakim pun diperkenankan mengadili suatu perkara yang
ia sendiri berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung.
(2)
Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim yang bersangkutan,
wajib mengundurkan diri baik atas kehendak sendiri maupun atas permintaan
penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukumnya.
(3) Apabila ada keraguan atau perbedaan pendapat mengenai hal sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), maka pejabat pengadilan yang berwenang
yang menetapkannya.
(4)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam makna ayat tersebut di atas
berlaku juga bagi penuntut umum.
Pasal
221
Bila
dipandang perlu hakim di sidang atas kehendaknya sendiri maupun
atas permintaan terdakwa atau penasihat hukumnya dapat memberi penjelasan
tentang hukum yang berlaku.
Pasal 222
(l) Siapa pun yang diputus pidana dibebani membayar biaya perkara
dan dalam hal putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum,
biaya perkara dibebankan pada negara.
(2) Dalam hal terdakwa sebelumnya telah mengajukan permohonan pembebasan
dari pembayaran biaya perkara berdasarkan syarat tertentu dengan
persetujuan pengadilan, biaya perkara dibebankan pada negara.
Pasal
223
(1) Jika hakim memberi perintah kepada seorang untuk mengucapkan
sumpah atau janji di luar sidang, hakim dapat menunda pemeriksaan
perkara sampai pada hari sidang yang lain.
(2) Dalam hal sumpah atau janji dilakukan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), hakim menunjuk panitera untuk menghadiri pengucapan sumpah
atau janji tersebut dan membuat berita acaranya.
Pasal 224
Semua
surat putusan pengadilan disimpan dalam arsip pengadilan yang mengadili
perkara itu pada tingkat pertama dan tidak boleh dipindahkan kecuali
undang-undang nienentukan lain.
Pasal 225
(1) Panitera menyelenggarakan buku daftar untuk semua perkara.
(2) Dalam buku daftar itu dicatat nama dan identitas terdakwa, tindak
pidana yang didakwakan, tanggal penerimaan perkara, tanggal terdakwa
mulai ditahan apabila ia ada dalam tahanan, tanggal dan isi putusan
secara singkat, tanggal penerimaan permintaan dan putusan banding
atau kasasi, tanggal permohonan serta pemberian grasi, amnesti,
abolisi atau rehabilitasi, dan lain hal yang erat hubungannya dengan
proses perkara.
Pasal
226
(1) Petikan surat putusan pengadilan diberikan kepada terdakwa atau
penasihat hukumnya segera setelah putusan diucapkan.
(2) Salinan surat putusan pengadilan diberikan kepada penuntut umum
dan penyidik, sedangkan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya
diberikan atas permintaan.
(3)
Salinan surat putusan pengadilan hanya boleh diberikan kepada orang
lain dengan seizin ketua pengadilan setelah mempertimbangkan kepentingan
dan permintaan tersebut.
Pasal
227
(1) Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang
dalam semua tingkat pemeriksaan kepada terdakwa, saksi atau ahli
disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang
ditentukan, ditempat tinggal mereka atau di tempat kediaman mereka
terakhir.
(2) Petugas yang melaksanakan panggilan tersebut harus bertemu sendiri
dan berbicara langsung dengan orang yang dipanggil dan membuat catatan
bahwa panggilan telah diterima oleh yang bersangkutan dengan membubuhkan
tanggal serta tandatangan, baik oleh petugas maupun orang yang dipanggil
dan apabila yang dipanggil tidak menandatangani maka petugas harus
mencatat alasannya.
(3) Dalam hal orang yang dipanggil tidak terdapat di salah satu
termpat sebagaimana dirnaksud dalam ayat (1), surat panggilan disampaikan
melalui kepala desa atau pejabat dan jika di luar negeri melalui
perwakilan Republik Indonesia di tempat di mana orang yang dipanggil
biasa berdiam dan apabila masih belum juga berhasil disampaikan,
maka surat panggilan ditempelkan di tempat pengumuman kantor pejabat
yang mengeluarkan panggilan tersebut.
Pasal
228
Jangka
atau tenggang waktu menurut undang-undang ini mulai diperhitungkan
pada hari berikutnya.
Pasal
229
(1)
Saksi atau ahli yang teIah hadir memenuhi panggilan dalam rangka
memberikan keterangan di semua tingkat pemeriksaan, berhak mendapat
penggantian biaya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pejabat yang melakukan pemanggilan wajib memberitahukan kepada
saksi atau ahli tentang haknya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 230
(1)
Sidang pengadilan dilangsungkan di gedung pengadilan dalam ruang
sidang.
(2)
Dalam ruang sidang, hakim, penuntut umum, penasihat hukum dan panitera
mengenakan pakaian sidang dan atribut masing-masing.
(3) Ruang sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditata menurut
ketentuan sebagai berikut:
a.
tempat meja dan kursi hakim terletak lebih tinggi dari tempat penuntut
umum, terdakwa, penasihat hukum dan pengunjung;
b.
tempat panitera terletak di belakang sisi kanan tempat hakim ketua
sidang;
c.
tempat penuntut umum terletak di sisi kanan depan tempat hakim;
d.
tempat terdakwa dan penasihat hukum terletak di sisi kiri depan
dari tempat hakim dan tempat terdakwa di sebelah kanan tempat penasihat
hukum;
e. tempat kursi pemeriksaan terdakwa dan saksi terletak di depan
tempat hakim;
f. tempat saksi atau ahli yang telah didengar terletak di belakang
kursi pemeriksaan;
g. tempat pengunjung terletak di belakang tempat saksi yang telah
didengar;
h. bendera Nasional ditempatkan di sebelah kanan meja hakim dan
panji Pengayoman ditempatkan di sebelah kiri meja hakim sedangkan
lambang Negara ditempatkan pada dinding bagian atas di belakang
meja hakim;
i.
tempat rohaniwan terletak di sebelah kiri tempat panitera;
j
tempat sebagaimana dimaksud huruf a sampai huruf i diberi tanda
pengenal;
k.
tempat petugas keamanan dibagian pintu masuk utama ruang sidang
dan ditempat lain yang dianggap perlu.
(4) Apabila sidang pengadilan dilangsungkan diluar gedung pengadilan,
maka tata tempat sejauh mungkin disesuaikan dengan ketentuan ayat
(3) tersebut diatas.
(5) Dalam hal ketentuan ayat (3) tidak mungkin dipenuhi maka sekurang-kurangnya
bendera nasional harus ada.
Pasal 231
(1) Jenis, bentuk dan warna pakaian sidang serta atribut yang berhubungan
dengan perangkat kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 230
ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.
(2)
Pengaturan lebih lanjut tata tertib persidangan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 217 ditetapkan dengan keputusan Menteri Kehakiman.
Pasal
232
(1) Sebelum sidang dimulai, panitera, penuntut umum, penasihat hukum
dan pengunjung yang sudah ada, duduk ditempatnya masing-masing dalam
ruang sidang.
(2) Pada saat hakim memasuki dan meninggalkan ruang sidang semua
yang hadir berdiri untuk menghormat.
(3) Selama sidang berlangsung setiap orang yang keluar masuk ruang
sidang diwajibkan memberi hormat.
Komentar
Posting Komentar