Saldo Dipotong Karena Salah Memasukkan PIN, Bolehkah?
Kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) adalah
Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) yang dapat digunakan untuk
melakukan penarikan tunai dan/atau pemindahan dana dimana kewajiban pemegang
kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang
kartu pada Bank atau Lembaga selain Bank yang berwenang untuk menghimpun dana
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Definisi di atas terdapat dalam Pasal 1
angka 5 Peraturan Bank Indonesia No.: 11/ 11 /PBI/2009 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu sebagaimana diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia No.: 14 / 2 /PBI/ 2012 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Bank Indonesia No.: 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan
Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.
Sementara Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
adalah salah satu produk bank sebagaimana dijelaskan oleh Cecep Maskanul Hakim,
Tim Penelitian dan Pengembangan Bank Syariah-DPNP, dalam tabel di artikel Problem Pengembangan Produk Dalam
Bank Syariah (hal. 7).
Arti produk bank itu sendiri menurut Pasal
1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia No.: 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi
Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah (“PBI 7/6/PBI/2005”) adalah
produk dan atau jasa perbankan termasuk produk dan atau jasa lembaga keuangan
bukan bank yang dipasarkan oleh bank sebagai agen pemasaran. Kemudian,
berdasarkan Pasal 4 ayat (1) PBI 7/6/PBI/2005, bank wajib menyediakan
informasi tertulis dalam bahasa Indonesia secara lengkap dan jelas mengenai
karakteristik setiap produk bank.
Peraturan tersebut mewajibkan bank untuk
mengungkapkan secara berimbang mengenai manfaat, resiko, dan biaya dari produk
bank. Hal ini disebut dalam Pasal 5 ayat (1)PBI 7/6/PBI/2005 yang
mengatakan bahwa informasi mengenai karakteristik Produk Bank
sekurang-kurangnya meliputi:
a. Nama Produk Bank;
b. Jenis Produk Bank;
c. Manfaat dan risiko yang
melekat pada Produk Bank;
d. Persyaratan dan tata cara
penggunaan Produk Bank;
e. Biaya-biaya yang melekat
pada Produk Bank;
f. Perhitungan bunga atau bagi
hasil dan margin keuntungan;
g. Jangka waktu berlakunya
Produk Bank; dan
h. Penerbit
(issuer/originator) Produk Bank;
Sanksi bagi bank yang tidak menyediakan
informasi tertulis mengenai produk bank secara lengkap dan jelas beserta
karakteristiknya berdasarkan Pasal 12 ayat (1) PBI 7/6/PBI/2005 adalah
teguran tertulis.
Mengacu pada rumusan pasal-pasal di atas,
jelas kiranya bahwa bank wajib memberikan informasi yang jelas kepada Anda
perihal penggunaan ATM. Sebelumnya, Anda perlu melihat terlebih dahulu apakah
pada saat Anda melakukan pembukaan rekening yang dituangkan dalam bentuk
perjanjian tersebut ada klausula yang menyatakan bahwa setiap kesalahan
pemasukan kode PIN, bank berhak memotong saldo rekening nasabah atau menarik
sejumlah biaya yang melekat pada produk bank (ATM).
Apabila memang bank memiliki aturan atau
kebijakan seperti itu dan telah diinformasikan kepada Anda secara jelas sesuai
dengan yang diatur pada PBI 7/6/PBI/2005, maka hal tersebut bukan merupakan
pelanggaran hukum.
Lain halnya apabila dalam perjanjian
pembukaan rekening tersebut bank tidak menginformasikan kepada Anda sebagai
nasabah bahwa akan ada penarikan biaya yang melekat pada produk bank (ATM)
tersebut. Hal tersebut merupakan pelanggaran hukum dan bank yang bersangkutan
dapat dikenakan sanksi teguran sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 12 ayat
(1) PBI 7/6/PBI/2005.
Namun, ada pula bank yang melakukannya dengan
cara lain. Cara yang dilakukan bank biasanya dengan mencantumkan klausula
yang memiliki pengertian yang luas atau mengandung tafsir yang kurang jelas
pada perjanjian pembukaan rekening, seperti: ‘Bank berhak mengubah syarat
dan ketentuan yang berlaku tanpa pemberitahuan’. Klausula ini disebut
sebagai klausula baku. Jadi, bisa saja bank tempat Anda menyimpan dana
mencantumkan klausula tersebut di dalam perjanjian pembukaan rekening.
Klausula tersebut dapat dianggap sebagai klausula
baku yang bertujuan untuk menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang
berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.
Hal ini sebagaimana terdapat dalam Pasal 18 ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”).
Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU
Perlindungan Konsumen, klausula baku dilarang untuk dicantumkan.
Konsekuensi dari pencantuman klausula baku terdapat pada Pasal 18 ayat (3)
UU Perlindungan Konsumen yaitu klausula baku tersebut dianggap tidak pernah
ada dan tidak berlaku atau yang biasa disebut dengan “dinyatakan batal demi
hukum”. Selain itu, dapat juga dikenakan sanksi pidana yang diatur pada Pasal
62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen, yaitu pidana penjara paling lama 5
(lima tahun) atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
Rupiah).
Contoh kasus bank yang memotong saldo
rekening nasabahnya secara sepihak ini dapat ditemukan dalam artikel Jangan Asal Potong Rekening Nasabah. Dalam artikel tersebut
diceritakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghukum Standard
Chartered (Stanchart) Bank yang memotong sepihak dana di rekening nasabahnya
bernama Agus Soetopo.
Pada Oktober 2003 Agus baru mengetahui kalau
Stanchart memotong saldo rekening Agus sebesar Rp200 ribu sebagai Rel Maint
Fee. Padahal di awal Agus tak pernah membuat kesepakatan soal transaksi Rel
Maint Feeitu dengan pihak bank.
Dalam pembelaannya, Stanchart menyodorkan
bukti perjanjian pembukaan rekening yang menyatakan ‘Bank berhak mengubah
syarat dan ketentuan yang berlaku tanpa pemberitahuan’.
Menurut hakim, pernyataan yang terdapat dalam
aplikasi itu adalah ketentuan baku yang jelas-jelas melanggar Pasal 18 UU
Perlindungan Konsumen. Klausula baku dalam suatu perjanjian dinyatakan batal
demi hukum. Selain itu hakim juga melihat tindakan Stanchart yang tidak
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur telah nyata melanggar Pasal
7 UU Perlindungan Konsumen.
Hakim juga merujuk pada PBI No. 7/6/PBI/2005,
hakim berpendapat pemotongan dana dari rekening Agus tanpa didasari
kesepakatan, melainkan didasari klausula yang tidak dapat dipertahankan
keabsahaanya maka pemotongan dimaksud adalah tidak sah dan melanggar hak
subyektif Agus. Majelis hakimmenghukum bank berskala internasional itu membayar
ganti rugi kepada Agus sebesar Rp7,638 juta.
Dasar
Hukum:
2. Peraturan Bank Indonesia
No.: 11/ 11 /PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No.: 14 /
2 /PBI/ 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No.:
11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu.
3. Peraturan Bank Indonesia
No.: 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan
Data Pribadi Nasabah
Komentar
Posting Komentar