Jerat Hukum Jika Diam-Diam Memfoto Orang yang Sedang Tidur

Kami berasumsi bahwa tindakan mengambil foto seseorang yang sedang tidur dengan pakaian terbuka tersebut dilakukan dengan menggunakan media elektronik, yang mana hasil foto tersebut dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) dikenal dengan nama informasi elektronik.

Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya (Pasal 1 angka 1 UU ITE).

Anda tidak menyebutkan apakah kemudian foto tersebut diunggah di media sosial, disebarluaskan, atau dikirimkan ke orang lain. Apabila ternyata terhadap foto tersebut dilakukan hal-hal di atas, maka foto tersebut dinamakan sebagai dokumen elektronik. Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya (Pasal 1 angka 4 UU ITE).

Selanjutnya, Anda mengatakan bahwa foto tersebut berisi orang yang sedang tidur dengan pakaian terbuka. Yang menjadi fokus di sini adalah perlu dilihat lagi apakah dalam foto tersebut ada unsur atau muatan melanggar kesusilaan atau tidak. Hal  ini berkaitan dengan pengaturan dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE, yang berbunyi:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”

Mengenai pelanggaran terhadap perbuatan tersebut, pelaku yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya foto seseorang yang sedang tidur dengan pakaian terbuka yang memiliki muatan pelanggaran kesusilaan dapat dikenakan pidana berdasarkan Pasal 51 ayat (2) jo. Pasal 36 jo. Pasal 27 ayat (1) UU ITE, yakni dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah), jika perbuatan tersebut menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Jika perbuatan tersebut tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain, perbuatan tersebut tetap dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 27 ayat (1) UU ITE:

“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Kemudian, jika dilihat dari segi Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (“UUHC”), foto mahasiswa yang sedang tidur dengan pakaian terbuka itu dapat dikategorikan sebagai potret. Potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun sebagaimana yang disebut dalam Pasal 1 angka 7 UUHC.

Sebagai pencipta, orang yang mengambil foto mahasiswa tersebut dapat disebut sebagai pencipta. Menurut Pasal 1 angka 2 UUHC,pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

Selain itu, sebagai pencipta, si pengambil foto memiliki hak cipta yang memberi sejumlah hak eksklusif kepadanya untuk melaksanakan perbanyakan, pengumuman termasuk perubahan atas gambarnya sendiri dan melarang orang lain melaksanakan tindakan-tindakan tersebut tanpa seijinnya.

Namun, terdapat pembatasan atas penggunaan hak cipta atas potret. Artinya, orang yang mengambil potret mahasiswa yang sedang tidur tersebut harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari mahasiswa yang dipotret. Hal ini karena Pasal 19 ayat (1) UUHC telah mengatur:

“Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia.”

Tidak selalu orang yang dipotret akan setuju bahwa potretnya diumumkan tanpa diminta persetujuannya. Oleh karena itu ditentukan bahwa harus dimintakan persetujuan yang bersangkutan atau ahli warisnya sebagaimana disebut dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) UUHC. Jika foto tersebut diperbanyak/diumumkan tanpa seijin orang yang difoto, maka si pelaku telah melanggar ketentuan dalam pasal ini.

Atas perbuatan ini, maka pelaku dapat dijerat dengan ancaman pidana menurut Pasal 72 ayat (5) UUHC dengan sanksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perbuatan mahasiswa di pondok yang diam-diam memfoto orang lain yang sedang tidur tidak serta-merta dikatakan sebagai tindak pidana. Jika perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang perbuatan mentransmisikan informasi dan atau dokumen elektronik yang mengandung muatan pelanggaran kesusilaan dan melanggar Pasal 19 ayat (1) UUHC tentang perbuatan mengumumkan foto (ciptaan) harus dengan izin orang yang difoto, maka pelakunya dapat dituntut pidana berdasarkan pasal-pasal tersebut.

Demikian jawaban dari kami semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

_ @klinikhukum_

Komentar

Postingan Populer