Arti Res Judicata Pro Veritate Habetur
Sebelumnya, kami mau meluruskan istilah yang Anda maksud sebenarnya, yaitu Res Judicata Pro Veritate Habetur yang dikenal sebagai suatu asas hukum.
“an issue that has been
definitively settled by judical decision.”
Dari
sini, res judicata itu dimaknai sebagai kasus yang telah diputuskan secara
definitif (pasti).
Untuk lebih jelasnya, kita mengacu pada
uraian Sudikno Mertokusumo dalam bukunya berjudul Penemuan Hukum Sebuah Pengantar (hal. 7), yang menyebutkan
berbagai macam asas hukum, salah satunya res judicata pro veritate habetur,
yang berarti apa yang diputus hakim harus dianggap benar.
Lebih
lanjut Sudikno (Ibid, hal. 9) menjelaskan bahwa “Res Judicata Pro
Veritate Habetur” memiliki arti bahwa putusan hakim harus dianggap benar.
Jika saksi palsu diajukan dan hakim memutus perkaranya berdasarkan saksi palsu
tersebut, jelas putusannya tidak berdasarkan kesaksian yang benar, tetapi harus
dianggap benar, sampai memperoleh kekuatan hukum yang tetap atau diputus lain
oleh pengadilan yang lebih tinggi (kalau dimintakan banding atau kasasi).
Dalam
sebuah tulisan berjudul Kebebasan Hakim vs Pencari Keadilan yang kami
akses dari laman resmi Pengadilan Agama Purwakarta dikatakan bahwa suburnya
praktik mafia peradilan di negeri ini selalu bersumber dari bentuk
penyalahgunaan kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara. Ada
prinsip hukum bernama Res Judicata Pro Veritate Habetur yang artinya
“putusan hakim harus dianggap benar” dimana putusan tersebut dijatuhkan, dengan
irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Prinsip ini
menempatkan sang hakim sangat penting dalam proses penegakan hukum di negeri
ini. Oleh karenanya kualitas keadilan dari setiap putusan yang dijatuhkan sang
hakim sangat bergantung dari kualitas hubungan baiknya atau ketaqwaannya dengan
Tuhan Yang Maha Esa.
Serupa
dengan penjelasan di atas, dalam artikel Menguji Sifat ‘Final dan Mengikat’
dengan Hukum Progresif antara lain dikatakan bahwa ada prinsip
hukum yang berlaku universal, yakni putusan pengadilan harus dianggap benar (res
judicata pro veritate habetur). Putusan pengadilan tidak dapat dibatalkan
melalui putusan pengadilan. Seperti halnya sifat final dan mengikat putusan
Mahkamah Konstitusi (“MK”) yang bersifat mutlak. Kalaupun ada indikasi judicial
corruption, daya berlaku sifat final dan mengikat itu tidak terkurangi.
Bersumber
dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa Res
Judicata Pro Veritate Habetur memiliki keterkaitan dengan perbuatan hakim
dalam memeriksa dan memutus suatu perkara, yang mana putusan yang djatuhkannya
itu harus dianggap benar, apapun isi putusan tersebut. Sampai ada putusan
pengadilan lain yang menganulirnya.
Sebagai
tambahan informasi, dalam Majalah Konstitusi No. 63 Edisi April
2012
dikatakan bahwa secara luas, res judicata melarang peninjauan kembali hal-hal
yang sudah diselesaikan pengadilan. Sedangkan dalam arti khusus setelah
terdapat keputusan pengadilan atas gugatan atau permohonan, hakim berikutnya
dilarang mengadili. Menurut Sudikno Mertokusumo (1988), putusan
pengadilan yang menetapkan, menghapuskan atau mengubah hubungan hukum merupakan
sumber hukum materiil meskipun bisa terjadi kesalahan dalam putusan (teori
hukum materiil). Putusan ini juga merupakan sumber wewenang prosesuil (teori hukum
acara) dan putusan ini merupakan bukti apa yang ditetapkan dalam putusan
sehingga mempunyai kekuatan mengikat (teori hukum pembuktian). Terikatnya pada
putusan juga memiliki arti positif, dalam arti bahwa apa yang telah diputus
oleh hakim harus dianggap benar (res judicata pro veritate habetur).
Demikian
jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Referensi:
4. http://mk63april2012.blogspot.com/2012/05/kamus-hukum.html, diakses pada 18 Februari
2014 pukul 15.36 WIB.
_@hukumonline.com_
Komentar
Posting Komentar