Pengaturan Mengenai Kutipan Putusan


Apakah dalam kutipan putusan perkara pidana perlu dimuat detil penahanan terdakwa? Dan apa dasar hukumnya?

Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel Perbedaan Antara Petikan Putusan dengan Salinan Putusan, dari segi bahasa, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, petikan dapat berarti kutipan atau nukilan. Jadi dari segi bahasa, petikan putusan pengadilan berarti kutipan atau nukilan dari putusan pengadilan.

Kutipan putusan atau yang disebut juga dengan petikan putusan dapat kita temukan pengaturannya dalam Pasal 226 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang berbunyi:

“Petikan surat putusan pengadilan diberikan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya segera setelah putusan diucapkan.”

Terkait dengan pemberian kutipan putusan ini, M. Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali,  antara lain mengatakan bahwa (hal. 393):
a.    petikan putusan mesti diberikan kepada terdakwa atau penasehat hukum
b.    sifatnya imperatif, dalam arti pengadilan negeri wajib memberikan kepada terdakwa atau penasehat hukum:
·         tanpa syarat
·         tanpa diminta
c.    pemberian dilakukan segera setelah putusan diucapkan

Di samping merujuk pada KUHAP, ketentuan mengenai kutipan putusan juga merujuk pada Poin nomor 3 SEMA No. 01 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas SEMA No. 02 Tahun 2010 tentang Penyampaian Salinan dan Petikan Putusan (“SEMA 1/2011”) yang menyatakan bahwa petikan putusan perkara pidana diberikan kepada terdakwa, Penuntut Umum dan Rumah Tahanan Negara atau Lembaga Pemasyarakatan segera setelah putusan diucapkan.

Dalam artikel Petikan Putusan Bisa Dijadikan Dasar Eksekusi, Mahkamah Agung (MA) menegaskan petikan putusan pengadilan sudah bisa dijadikan dasar mengeksekusi terpidana. Petikan putusan berisi amar yang diputuskan majelis. Berbekal petikan putusan pun sebenarnya jaksa sudah bisa mengeksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Di samping itu, dalam artikel tersebut Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, juga menjelaskan bahwa petikan putusan pemidanaan sudah bisa jadi dasar eksekusi sebab di dalamnya ada amar/diktum putusan, tetapi pertimbangan hukumnya belum dimuat.

Menjawab pertanyaan Anda, dari sini dapat diketahui bahwa petikan putusan itu berisi amar yang diputus majelis. Artinya, hanya berisi diktum/isi amar putusan saja dan tidak memuat pertimbangan hukumnya. Sebagi contoh isi amar putusan adalah sebagai berikut sebagaimana yang kami kutip dari Putusan Pengadilan Negeri Bangko Nomor 85/PID.B/2013/PN.BK.

1.    Menyatakan Terdakwa I Ade Abunjani Alias Ade Bin Busrizal, Terdakwa II Jannatul Ahyar Bin Sirwan, dan Terdakwa III Hendra Kurniawan Bin Sudarman terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PENCURIAN DALAM KEADAAN MEMBERATKAN” ;
2.    Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama: 5 (lima) bulan ;
3.    Menetapkan lamanya terdakwa ditahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4.    Memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan ;
5.    Memerintah agar barang bukti berupa ;
·         1 (satu) buah kaleng bekas permen FOX ;
·         1 (satu) buah dompet mas Melati Indah ;
·         1 (satu) potong kayu palang pintu toko mas dalam keadaan patah ;
·         1 (satu) buah wadah plastik warna putih ;
·         1 (satu) unit DVD merk Polytron ;
·         1 (satu) unit remote merk Polytron warna abu-abu silver ;
·         2 (dua) unit mic warna hitam ;
·         1 (satu) unit wirles merk polytron ;
·         1 (satu) buah tas warna coklat ;
Dikembalikan kepada pemiliknya An. WAHYUDI Bin AZWIRMAN ;
·         1 (satu) unit sepeda motor honda Beat warna merah BH 3722 PK ;
Dikembalikan kepada pemiliknya IZAL MAHARDIKA Bin TM. SEMBIRING ;
6.    Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 3.000,- (tiga ribu rupiah);

Dari amar putusan di atas dapat diketahui bahwa isi amar putusan di atas adalah:
a.    Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan [Pasal 197 ayat (1) huruf h KUHAP];
b.    ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti [Pasal 197 ayat (1) huruf i KUHAP];
c.    Perintah penahanan, tetap dalam tahanan, atau pembebasan [Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP].

Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami berasumsi bahwa maksud ‘detail penahanan’ yang Anda tanyakan adalah tentang disebutnya perintah penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP dalam amar putusan. Dari contoh amar putusan di atas dan dasar hukum yang terdapat dalam KUHAP dapat kita lihat bahwa perintah penahanan tidak dijabarkan secara rinci dalam amar putusan (yang dalam hal ini kita bicarakan tentang kutipan putusan). Yang tercantum hanyalah kata-kata “memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan”. Jadi, dalam kutipan putusan tidak perlu ditulis detail penahanan.

Sebagai perbandingan, kami berikan contoh lain yaitu amar putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya Tanggal 10 April 2013 Nomor: 32/ Pid.B/ 2013/ PN.PL.R (“Putusan PN Plangkaraya”) yang kami dapatkan dari Putusan Pengadilan Tinggi Palangkaraya Nomor : 39/PID/2013/PT.PR. Bunyi amar lengkap putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya adalah sebagai berikut:

1.    Menyatakan terdakwa LENSIE Als ILEN Als MAMA RINA Binti MASIAN D SANGEN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PENIPUAN”;
2.    Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan;
3.    Menetapkan penahanan yang telah dijalani terdakwa tersebut, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4.    Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5.    Menetapkan barang bukti berupa:
·        
·        
·        
6.    Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah);

Dari sini dapat dilihat pula bahwa disebutnya perintah terdakwa agar tetap dalam tahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP tidak disebut secara detail. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kutipan atau petikan putusan yang isinya adalah amar putusan, hanya menetapkan perintah penahanan, tetap dalam tahanan, atau pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP. Artinya, tidak ada detail lebih lanjut mengenai perintah penahanan.

Terkait dengan ini, Yahya (Ibid, hal. 370) mengatakan bahwa yang perlu diingat, setiap putusan yang dijatuhkan pengadilan harus secara tegas memuat diktum atau amar yang berisi perintah yang ditentukan dalam Pasal 197 ayat (1)  huruf k KUHAP tersebut. Terserah pada penilaian hakim perintah yang bagaimana yang akan dikenakan kepada terdakwa. Seandainya menurut penilaiannya terdakwa yang tidak ditahan perlu ditahan maka pada saat putusan dijatuhkan, pengadilan dengan tegas mencantumkan perintah penahanan dalam amar putusan, begitupula sebaliknya.

Merujuk pada pendapat Yahya, dari sini dapat kita simpulkan pula bahwa yang ditekankan dalam sebuah kutipan putusan yang berisi amar putusan adalah penegasan hakim mengenai perintah ditahan atau tidak ditahannya terdakwa. Jadi, tidak diperlukan adanya detail penahanan yang seperti apa.

Mengenai kutipan atau petikan putusan dapat Anda baca juga dalam artikel-artikel berikut:

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:


Referensi:
Harahap, Yahya. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika.

_ @klinikhukum_

Komentar

Postingan Populer