Praktek Kepailitan
Actio pauliana
Actio pauliana adalah kewenangan untuk menuntut pembatalan perbuatan-perbuatan hukum debitor yang merugikan kreditornya, misalnya hibah yang sengaja dilakukan debitor sebelum dirinya dinyatakan pailit yang mengurangi/membuat mustahil pemenuhan pembayaran utang-utangnya. Kewenangan seperti ini diatur secara umum di dalam KUH Perdata. Penggunaan kewenangan tersebut dalam proses pasca putusan pailit diatur secara khusus di dalam UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan.
Syarat-syarat pembatalan
Tuntutan pembatalan berdasarkan actio pauliana pada umumnya (sesuai KUH Perdata) harus memenuhi tiga syarat:
- Menyangkut perbuatan hukum yang tidak wajib dilakukan oleh debitor;
- Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian pada satu atau lebih kreditor;
- Debitor bersangkutan, maupun pihak dengan atau untuk siapa perbuatan tersebut dilakukan, mengetahui bahwa akibat perbuatan tersebut merugikan kreditor.
Dalam proses kepailitan (pasca putusan pailit), ada beberapa varian dari actio pauliana, yaitu:
- Pembatalan perbuatan hukum yang tidak wajib dilakukan;
- Pembatalan hibah;
- Pembatalan perbuatan hukum yang wajib dilakukan.
Syarat-syarat yang berlaku untuk pembatalan perbuatan hukum yang
tidak wajib dilakukan, pada dasarnya serupa dengan syarat-syarat
pembatalan berdasarkan actio pauliana pada umumnya. Perbedaannya,
dimungkinkan berlakunya pembuktian terbalik,
berdasarkan sangkaan bahwa pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum
terkait mengetahui bahwa tindakan mereka merugikan kreditor-kreditor
dari debitor bersangkutan, apabila perbuatan hukum itu dilakukan satu
tahun sebelum debitor dinyatakan pailit.
Menurut Munir Fuady dalam bukunya “Hukum Pailit 1998 (Dalam teori dan Praktek)”, actio pauliana
adalah upaya hukum untuk membatalkan transaksi yang dilakukan oleh
debitur untuk kepentingan debitur tersebut yang dapat merugikan
kepentingan para krediturnya. Tindakan ini diatur dalam pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UUK”).
“Untuk
kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan
segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang
merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan
pernyataan pailit diucapkan”
Pasal 16 ayat (1) UUK menyatakan bahwa Kurator
berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta
pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan
tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembal. Oleh karena itu, kewenangan kurator untuk melakukan actio pauliana dimulai sejak putusan pailit diucapkan oleh Pengadilan Niaga, tidak perlu menunggu sampai putusan pailit tersebut berkekuatan hukum tetap.
Mengenai perdamaian
1. Menurut pasal 144 UUK, debitur yang telah dinyatakan pailit berhak untuk menawarkan perdamaian kepada semua kreditor. Merujuk pada pasal 1 angka 4 UUK, debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan.
Jadi, perdamaian yang dimaksud dalam pasal 144 UUK adalah perdamaian
yang dilakukan setelah ada putusan yang menyatakan bahwa si debitur
tersebut pailit.
2. Dalam proses kepailitan, putusan pernyataan pailit bersifat uitvoerbaar bij vorrad,
artinya dapat langsung dilaksanakan walaupun ada upaya hukum terhadap
putusan tersebut. Dengan demikian, rencana perdamaian dapat diajukan
begitu putusan pernyataan pailit diucapkan di Pengadilan Niaga, tidak
harus menunggu putusan tersebut berkekuatan hukum tetap.
Komentar
Posting Komentar