Perdata_Hukumonline
1. Dasar hukum yang mengatur mengenai surat kuasa dapat ditemui dalamPasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (”KUHPerdata”). Namun, dalam KUHPerdata sendiri tidak ditemui pengaturan mengenai surat kuasa mutlak.
Secara khusus larangan kuasa mutlak untuk bidang pertanahan dapat ditemui dalam Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak atas Tanah.
Menurut Hendra Setiawan Boen dalam tulisannya di hukumonline berjudulTinjauan Terhadap Surat Kuasa Mutlak, dampak sebuah surat kuasa mutlak adalah pemberi kuasa tidak dapat mencabut kuasanya dari penerima kuasa. Biasanya sebuah surat kuasa akan dianggap sebagai surat kuasa mutlak dengan dicantumkan klausula bahwa pemberi kuasa akan mengesampingkan berlakunya Pasal 1813 jo Pasal 1814 KUHPerdata mengenai cara berakhirnya pemberian kuasa. Dengan demikian, pemberi kuasa menjadi tidak dapat lagi menarik kembali kuasanya tanpa kesepakatan pihak penerima kuasa. Penggunaan surat kuasa mutlak ini adalah termasuk salah satu bentuklex mercatoria yang sudah menjadi hukum kebiasaan sehari-hari dalam dunia bisnis. Demikian menurut Setiawan Boen.
Mengenai dasar pemberian kuasa ini diatur dalam Pasal 1792 KUHPerdata(Engelbrecht 2006) adalah sebagai berikut:
Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.
Karena pemberian kuasa memiliki unsur sebagai suatu perjanjian yaitu persetujuan, maka pemberian kuasa seperti halnya perjanjian menganut sistem terbuka atau asas kebebasan berkontrak (lihat Pasal 1338 KUHPerdata), berarti pemberi maupun penerima kuasa berhak memperjanjikan apa saja asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum.
2. Mengacu pada penjelasan pada butir 1 di atas, pada dasarnya apabila telah disepakati oleh debitur dan kreditur pada saat pengajuan dan pemberian kredit bahwa debitur memberikan kuasa kepada kreditur untuk memotong rekening debitur dan tidak dapat berakhir tanpa sebab apapun juga sampai dengan dilunasinya utang tersebut kepada Bank, maka surat kuasa tersebut berlaku hingga dilunasinya utang tersebut. Hal ini didasari oleh asas pacta sunt servanda di mana perjanjian mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang mengadakan perjanjian.
3. Terkait dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (“SKMHT”)Pasal 15 ayat (2) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanahmengatur bahwa SKMHT bersifat tidak dapat ditarik kembali dan tidak berakhir oleh sebab apapun juga, termasuk apabila pemberi kuasa meninggal dunia kecuali karena telah dilaksanakan atau karena habis masa berlakunya. Lebih jauh simak artikel Pemberi SKMHT Meninggal.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
3. Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.JUMAT, 01 APRIL 2011
Komentar
Posting Komentar