Prof Satjipto Rahardjo tentang Budaya Hukum dan Hati Nurani
Pendapat Bapak tentang Budaya Hukum dan Hati Nurani?
Kalau kita bicara budaya hukum, ada unsur-unsur dalam sistem hukum, seperti substansi, struktur dan unsur budaya hukum. Budaya hukum ini memang menyangkut nurani satu bangsa, satu komunitas. Unsur substansi itu unsur perundang-undangannya. Unsur struktur itu unsur pranatanya: pengadilan, kejaksaan, kepolisian dan sebagaianya. Nah kalau budaya hukum ini menyangkut masyarakat, people, behaviour. Nah oleh karena itu, budaya hukum tentulah dekat dengan hati nurani. Jadi hati nurani dari hukum itu terletak pada kultur hukum. Jadi peraturan perudang-undangan itu bisa mengatur bagaimanapun, tapi pada akhirnya yang terlibat, yang diatur, yang punya partisipasi itu kan masyarakat. Nah masyarakat itu partisipasinya dengan apa yang saya sebut dengan nurani itu tadi. Mungkin peraturannya itu mengatakan A, atau B atau C, tapi masyarakat (people behaviour) menerapkannya bisa jadi tidak persis seperti yang diatur di dalam substansi peraturan-peraturan itu. Ini yang serig ditulis oleh Dan Lev. Jadi ada struktur, ada substansi, tapi masyarakat Indonesia itu menjalankan hukum sesuai dengan nilai-nilai komunitasnya, tradisinya dan sebagainya sehingga menjadi tidak persis sama dengan yang dikehendaki oleh perundang-undangan.
Tentang Degradasi Kesadaran Hukum?
Kalau budaya hukum itu more or less konstan. Karena itu sangat mendasar. Nurani. Kalau orang Jepang bilang Kokoro, hati nurani. Mengapa saya sebut Jepang? Karena Jepang itu contoh dari orang yang menjalankan hukum itu dengan hati nurani. Jadi tidak semata-mata melihat pada peraturan undang-undang, tapi mereka menjalankan hukum dengan hati nurani. Saya kira budaya hukum itu merupakan sesuatu yang konstan. Kalau yang naik turun itu adalah kesadaran hukum. Kesadaran hukum atau kesadaran berhukum itu dipengaruhi oleh macam-macam. Kepentingan pribadi. Faktor dari luar, seperti kekuasaan. Faktor materiil. Ini menyebabkan bisa melemah, atau bisa menguat. Jadi yang mesti kita tata, yang mesti kita fokus, adalah kesadaran hukum.
Tentang apa yang harus dilakukan?
Kesadaran hukum itu unsurnya macam-macam. Ada pengetahuan mengenai hukum. Pengetahuan tentang hukum ini adalah target atau sasaran yang tangible (yang bisa ditangani). Sebab kalau menembak sasaran yang ada dalam hati nurani itu sulit. Karena itu, yang bisa direalisasikan tidak lain adalah mensosialisasikan perundang-undangan apa saja. Terutama yang saat ini sangat mendasar adalah pengetahuan tentang lingkungan hidup atau hukum lingkungan. Itu sangat mendesak, karena itu nanti efeknya pada fisik, global warming, pengrusakan, kehilangan oksigen, dan sebagainya.
Tentang paradigma moral?
Ya, hukum itu bukan hanya menyangkut peraturan (rules) tapi juga menyangkut perilaku (behaviour), jadi itu yang menyangkut moral. Tapi di sini tugasnya sudah bukan hanya tugas BPHN lagi, tapi ini tugas pendidikan di rumah, di sekolah, dan lain-lain, itu harus secara sinergis bersama-sama. (Yang dilakukan) BPHN kan hanya aspek pengetahuan hukum, sementara yang sangat menentukan adalah moral atau hati nurani.
Kalau kita bicara budaya hukum, ada unsur-unsur dalam sistem hukum, seperti substansi, struktur dan unsur budaya hukum. Budaya hukum ini memang menyangkut nurani satu bangsa, satu komunitas. Unsur substansi itu unsur perundang-undangannya. Unsur struktur itu unsur pranatanya: pengadilan, kejaksaan, kepolisian dan sebagaianya. Nah kalau budaya hukum ini menyangkut masyarakat, people, behaviour. Nah oleh karena itu, budaya hukum tentulah dekat dengan hati nurani. Jadi hati nurani dari hukum itu terletak pada kultur hukum. Jadi peraturan perudang-undangan itu bisa mengatur bagaimanapun, tapi pada akhirnya yang terlibat, yang diatur, yang punya partisipasi itu kan masyarakat. Nah masyarakat itu partisipasinya dengan apa yang saya sebut dengan nurani itu tadi. Mungkin peraturannya itu mengatakan A, atau B atau C, tapi masyarakat (people behaviour) menerapkannya bisa jadi tidak persis seperti yang diatur di dalam substansi peraturan-peraturan itu. Ini yang serig ditulis oleh Dan Lev. Jadi ada struktur, ada substansi, tapi masyarakat Indonesia itu menjalankan hukum sesuai dengan nilai-nilai komunitasnya, tradisinya dan sebagainya sehingga menjadi tidak persis sama dengan yang dikehendaki oleh perundang-undangan.
Tentang Degradasi Kesadaran Hukum?
Kalau budaya hukum itu more or less konstan. Karena itu sangat mendasar. Nurani. Kalau orang Jepang bilang Kokoro, hati nurani. Mengapa saya sebut Jepang? Karena Jepang itu contoh dari orang yang menjalankan hukum itu dengan hati nurani. Jadi tidak semata-mata melihat pada peraturan undang-undang, tapi mereka menjalankan hukum dengan hati nurani. Saya kira budaya hukum itu merupakan sesuatu yang konstan. Kalau yang naik turun itu adalah kesadaran hukum. Kesadaran hukum atau kesadaran berhukum itu dipengaruhi oleh macam-macam. Kepentingan pribadi. Faktor dari luar, seperti kekuasaan. Faktor materiil. Ini menyebabkan bisa melemah, atau bisa menguat. Jadi yang mesti kita tata, yang mesti kita fokus, adalah kesadaran hukum.
Tentang apa yang harus dilakukan?
Kesadaran hukum itu unsurnya macam-macam. Ada pengetahuan mengenai hukum. Pengetahuan tentang hukum ini adalah target atau sasaran yang tangible (yang bisa ditangani). Sebab kalau menembak sasaran yang ada dalam hati nurani itu sulit. Karena itu, yang bisa direalisasikan tidak lain adalah mensosialisasikan perundang-undangan apa saja. Terutama yang saat ini sangat mendasar adalah pengetahuan tentang lingkungan hidup atau hukum lingkungan. Itu sangat mendesak, karena itu nanti efeknya pada fisik, global warming, pengrusakan, kehilangan oksigen, dan sebagainya.
Tentang paradigma moral?
Ya, hukum itu bukan hanya menyangkut peraturan (rules) tapi juga menyangkut perilaku (behaviour), jadi itu yang menyangkut moral. Tapi di sini tugasnya sudah bukan hanya tugas BPHN lagi, tapi ini tugas pendidikan di rumah, di sekolah, dan lain-lain, itu harus secara sinergis bersama-sama. (Yang dilakukan) BPHN kan hanya aspek pengetahuan hukum, sementara yang sangat menentukan adalah moral atau hati nurani.
Sumber:
http://bphntv.bphn.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=98:prof-satjipto-rahardjo-tentang-budaya-hukum-dan-hati-nurani&catid=6:berita&Itemid=167
Komentar
Posting Komentar