Mempelajari Keteraturan, Menemukan Ketidakteraturan
dan dengan demikian boleh
digolongkan kepada sesuatu yang abstrak…”
“...Kedalam kelompok yang
abstrak ini termasuk ide tentang
keadilan, kepastian hukum
dan kemanfataan sosial..”
“ Apabila
kita berbicara penegakan hukum, maka pada hakekatnya
kita berbicara mengenai
ide-ide atau konsep yang notabene adalah abstrak itu
yang dirumuskan secara lain”
“…maka penegakan hukum
merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan”_ (Satjipto Rahardjo)
Satjipto Rahardjo
(lahir di Banyumas, 15 Februari 1930 – meninggal
di Semarang, 9 Januari 2010
pada umur 79 tahun) adalah seorang guru besar emeritus dalam bidang hukum,
dosen, penulis dan aktivis penegakan hukum Indonesia. Pada kisaran tahun 1970-an dan 1980-an, ia juga
dikenal sebagai dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.
Pendidikan
Satjipto
menyelesaikan SD dan SMP-nya di Pati, Jawa Tengah. Ia meneruskan SMA di
Semarang dan lulus pada tahun 1951. Selepas itu ia melanjutkan studi
kesarjanaamnya di Fakulas Hukum Universitas Indonesia dan
lulus pada tahun 1960.Selama periode kuliah, ia juga sempat menjadi penyiar
radio RRI (Radio Republik Indonesia). Pada tahun 1979, ia melanjutkan puncak
studinya di program doktor ilmu hukum Universitas Diponegoro.
Mengawali
karier akademiknya pada tahun 1961 sebagai dosen Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
Jabatan yang pernah disandangnya pada saat menjadi dosen antara lain menjadi
Dekan fakultas hukum Undip pada tahun 1971 sampai dengan 1976, kepala Pusat
Studi Hukum dan Masyarakat tahun 1976-1978. jabatan lain di luar kampus
diantaranya menjadi Kepala Tim BPHN pada tahun 1978,
staf ahli Kapolri tahun 1983anggota Komnas Ham periode 1993-1997 dan
1998-2002. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Program Doktor Ilmu Hukum
Undip pada tahun 1996-2001.
Karya
Satjipto
dikenal sebagai penulis buku-buku penegakan hukum. Penegakan Hukum Progresif
(2010) dan Membedah Hukum Progresif (2006).
Kematian
Satjipto
Rahardjo meninggal karena penyakit pneumonia dan serangan jantung.[3] Anaknya, Hary Mulyadi menceritakan sebelum
meninggal, jantung ayahnya tidak stabil. Selalu naik turun. Tekanan darah
rendah, suhu tubuh hingga 41 derajat celsius, dan kadar darah putih tinggi. Satjipto sendiri
sebelum meninggal dirawat di RSPP
Satjipto
Rahardjo Institute
Pada
tahun 2008, sekelompok anak muda mahasiswa Magister Ilmu Hukum Undip membentuk
sebuah kelompok studi pemikiran hukum yang diberi nama "Kaum
Tjipian". Di awal periode, mereka membedah buku-buku pemikiran Satjipto
secara sistematis. Pada kelanjutannya, Kaum Tjipian ini melanjutkan studi
pemikirannya dengan mengeksplorasi berbagai pemikiran hukum, dari pemikiran
hukum klasik Eropa, hingga studi hukum kritis Amerika. Selain itu, Kaum Tjipian
juga menerbitkan satu buku hasil serangkaian kajian yang diberi nama
"Evolusi Pemikiran Hukum Baru; Dari Kera ke Manusia, Dari Positivistik ke
Progresif".
Setelah
meninggalnya Satjipto di tahun 2010, maka digagaslah sebuah lembaga NGO (Non
Goverment Organization) yang concern pada studi hukum progresif. Lembaga ini
berdiri di tahun 2011 dengan nama "Satjipto Rahardjo Institute".
Sumber. http://id.wikipedia.org
(lahir di Batavia, 17 April 1929; umur 85 tahun) adalah seorang akademisi
dan diplomat Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman dari tahun 1974 sampai 1978 dan Menteri Luar
Negeri dari tahun 1978 sampai 1988.
Selain
itu ia adalah guru besar di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung. Definisinya tentang hukum yang berbunyi "Hukum
adalah keseluruhan azas-azas dan kaedah-kaedah yang mengatur kehidupan
masyarakat, termasuk didalamnya lembaga dan proses untuk mewujudkan hukum itu
kedalam kenyataan", dianggap paling relevan dalam menginterpretasikan
hukum pada saat ini. Doktrin ini menjadi Mahzab yang dianut di Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran hingga saat ini.
Pria
yang memulai karier diplomasi pada usia 29 tahun ini dikenal piawai dalam
mencairkan suasana dalam suatu perundingan yang amat serius bahkan sering
menegangkan. Dia cepat berpikir dan melontarkan kelakar untuk mencairkan
suasana. Diplomat penggemar olahraga catur dan berkemampuan berpikir cepat
namun lugas ini, memang suka berkelakar.
Wakil
Indonesia pada Sidang PBB mengenai Hukum Laut, Jenewa dan New York, ini
berperan banyak dalam konsep Wawasan Nusantara, terutama dalam menetapkan batas
laut teritorial, batas darat, dan batas landas kontinen Indonesia. Alumni S1
Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1955), ini berperan banyak dalam
perundingan internasional, terutama dengan negara-negara tetangga mengenai
batas darat dan batas laut teritorial itu.
Tahun
1958-1961, dia telah mewakil Indonesia pada Konperensi Hukum Laut, Jenewa,
Colombo, dan Tokyo. Beberapa karya tulisnya juga telah mengilhami lahirnya
Undang-Undang Landas Kontinen Indonesia, 1970. Dia memang seorang ahli di
bidang hukum internasional. Selain memperoleh gelar S1 dari FHUI, dia
melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Hukum Yale (Universitas Yale) AS (1955).
Kemudian, dia menekuni program doktor (S3) bidang ilmu hukum internasional di
Universitas Padjadjaran ( lulus 1962).
Dari
sejak mahasiswa, terutama setelah menjadi dosen di FH Unpad Bandung, Mantan
Dekan Fakultas Hukum Unpad ini telah menunjukkan ketajaman dan kecepatan
berpikirnya. Ketika itu, dia dengan berani sering mengritik pemerintah, antara
lain mengenai Manifesto Politik Soekarno. Akibatnya, dia pernah dipecat dari
jabatan guru besar Unpad. Pemecatan itu dilakukan Presiden Soekarno melalui
telegram dari Jepang (1962).
Namun
pemecatan dan ketidaksenangan Bung karno itu tidak membuatnya kehilangan jati
diri. Kesempatan itu digunakan menimba ilmu di Harvard Law School (Universitas
Harvard), dan Universitas Chicago, Trade of Development Research Fellowship
tahun 1964-1966. Malah kemudian kariernya semakin melonjak setelah pergantian
rezim dari pemerintahan Soekarno ke pemerintahan Soeharto. (Pemerintahan
Soeharto memberi batasan pembagian rezim ini sebagai Orde Lama dan Orde Baru).
Di
pemerintahan Orde baru, sebelum menjabat Menteri Luar Negeri Kabinet
Pembangunan III dan IV, 29 Maret 1978-19 Maret 1983 dan 19 Maret 1983-21 Maret
1988, menggantikan ‘Si Kancil’ Adam Malik, Mochtar terlebih dahulu menjabat
Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan II, 28 Maret 1973-29 Maret 1978. Namun
tampaknya dia lebih menunjukkan kepiawian dalam jabatan Menlu dibanding Menkeh.
Di
tengah kesibukannya sebagai Menlu, dia sering kali menyediakan waktu bermain
catur kegemarannya, terutama pada perayaan hari-hari besar di departemen yang
dipimpinnya. Bahkan pada akhir tahun 1985, ia terpilih menjadi Ketua Umum
Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi).
Pendidikan
- S1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta (1955)
- S2 Sekolah Tinggi Hukum Yale, Amerika Serikat (1958)
- S3 Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung (1962)
- S3 Universitas Chicago, Amerika Serikat (1966)
Karier
- Wakil Indonesia pada Konperensi Hukum Laut, Jenewa, Colombo, Tokyo (1958-1961)
- Wakil Indonesia pada Sidang PBB mengenai Hukum Laut, Jenewa dan New York
- Guru Besar dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad), Bandung
- Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan II (1973-1978)
- Menteri Luar Negeri Kabinet Pembangunan III dan IV (1978-1983 dan 1983-1988)
Sumber.
http://id.wikipedia.org
Prof. Dr. Romli Atmasasmita SH, LLM,
Dikenal sebagai aktivis
antikorupsi dari kalangan akademik yang amat vokal. Guru Besar dan Koordinator
Program Doktor Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran, ini selain Koordinator
Forum Pemantau Pemberantasan Korupsi (Forum 2004), dia juga tim ahli United
Nations Convention Against Corruption (Konvensi PBB Melawan Korupsi).
Dia juga tercatat sebagai
tim ahli United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). Pada masa persiapan
pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ayah lima anak ini ditnujuk
menjadi Ketua Tim Seleksi Anggota KPK, yang kemudian memilih Taufiequrrachman
Ruki selaku Ketua.
Di era pemerintahan Presiden
Megawati, Guru Besar Hukum Pidana Internasional Universitas Padjajaran (Unpad)
ini terlibat sebagai anggota Tim Perumus UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan
Korupsi yang berlaku sampai sekarang untuk menjerat para koruptor.
Dia acapkali hadir sebagai
saksi ahli dalam perkara-perkara korupsi yang keterangannya selalu dianggap
memberatkan terdakwa. Ketika KPK digugat menyangkut eksistensi Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Romli menjadi saksi ahli yang pro keberadaan
Pengadilan Tipikor.
Pria kelahiran Cianjur, 1
Agustus 1944 tersebut, kemudian ditunjuk sebagai Ketua Tim Perumus RUU
Pengadilan Tipikor yang belum disahkan sampai saat ini. Mahkamah Konstitusi
memberi waktu sampai Desember 2009 untuk pengesahan Rancangan UU tersebut
menjadi UU.
Jika melihat perjalanan
karir Prof. Romli, orang bisa membayangkan betapa cerdasnya dia. Romli alumnus
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (UNPAD), tahun 1969, penyandang Master
of Laws dari University of California, Berkeley, tahun 1981, dan Doktor dalam
ilmu hukum dengan predikat cum laude dari Universitas Gajah Mada, tahun 1996.
Terhitung 1 Mei 1999, Surat
Keputusan Menteri Mendidikan dan Kebudayaan No 35761/A.II.IV.1/KP, tanggal 30 April 1999, mengangkat
Romli sebagai Guru Besar Madya dalam Ilmu Hukum Pidana UNPAD. Anggota Badan
Supervisi Bank Indonesia, periode pertama (2005-2008).
Dia juga bekerja sebagai
staf ahli di bidang hukum pada Booz Allen Hamilton yang berkantor Pusat di
Washington DC, sejak tahun 2005 (proyek berjangka waktu 4 tahun) pada proyek
reformasi pengadilan yang disponsori oleh United States Agency for
International Development (USAID) dan Mahkamah Agung RI.
Karirnya dimulai sebagai
dosen tetap pada Fakultas Hukum Unpad (1971 -saat ini). Pembantu Rektor Bidang
Kemahasiswaan Universitas Pasundan (1976-1980), Pembantu Dekan Fakultas Hukum
Unpad (1983-1989), Ketua Jurusan Hukum Pidana (1985-1988). Guru Besar dan Guru
Besar Luar Biasa Fakultas Hukum UNPAD.
Di luar kampus, dia
menduduki berbagai jabatan, antara lain Koordinator Tim Pakar Hukum Departemen
Kehakiman dan HAM (1998-2000),Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-undangan,
Departemen dan Hukum dan Perundang-undangan (1998-2000).
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan HAM (2000-2002), Kepala Badan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM (2002-2004).
Menjabat Wakil Ketua
Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (1990-2008),
Kordinator Program Doktor (S3) Ilmu Hukum Unpad (2004-sekarang), Ketua Umum
Masyarakat Hukum Pidana & Kriminologi Indonesia (2008-sekarang).
Pengalaman internasional
yang dimilikinya, antara lain, Ketua Delegasi RI pada ASEAN Senior Law Official
Meeting (ASLOM) Juni 1989 di Singapura; anggota Delegasi RI ke Konferensi
Global Antikorupsi, 24-26 Februari 1999, di Washington DC, Amerika Serikat;
Ketua Delegasi RI pada Preperation Meeting untuk Konferensi TOC-Wina di Bali
1999.
Kemudian sebagai Ketua
Delegasi RI ke Konferensi Asia-Pasifik tentang Money Laundering, 4-6 Agustus
1999 di Manila, Philippine; Ketua Delegasi RI pada Konferensi PBB untuk
membahas draft Konvensi mengenai Pemberantasan Kejahatan Transnasional
Terorganisir, di Wina-Austria, Juni 1999 dan 4-8 Juni 2000.
Juga sebagai Ketua Delegasi
RI pada sidang Ad Hoc Committee on the Negotiation of the United Nations
Convention Against Corruption, di Wina-Austria tahun 2000 s/d tahun 2003; Ketua
Delegasi RI pada ASEAN Senior Law Official Meeting (ASLOM), tanggal 14-18 Juni
2002 di Bangkok. Ketua Delegasi pada seminar Terrorisme di Asia-Pasific, 29
Juli-2 Agustus 2002, Washington DC, Amerika Serikat; Chairman Sidang ASEAN Legal
Officer Program, Juli 2003.
Romli, selaku anggota Badan
Supervisi Bank Indonesia (BSBI) pada tahun 2007, meninjau De Nederlansche Bank
(DNB) dan Indover Bank Amsterdam, Bank of England (BOE) London, serta Bank of
Japan, Tokyo, Bank Sentral New Zealand, tahun 2008. Sejak tahun 2006 sampai
sekarang, Romli diangkat menjadi Staf Ahli di bidang Hukum pada Kantor Menteri Bappenas dan Menteri Pertahanan RI. ti/ch
Sumber:
Komentar
Posting Komentar