Legal Drafting




 
A. Pendahuluan Pada Umumnya Legal Drafting diterjemahkan dengan perancangan perundang-undangan, ada juga yang menerjemahkan perancangan hukum, akan tetapi bukan hukum dalam arti luas, melainkan hukum dalam arti sempit, yakni undang-undang atau perundang-undangan. Bentuk-bentuk perundang-undangan di Indonesia menurut Pasal 2 TAP MPR RI no. III/MPR/2000, adalah : 1. UUD 1945 2. Ketetapan MPR RI 3. Undang-undang 4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) 5. Peraturan Pemerintah 6. Keputusan Presiden yang bersifat mengatur 7. Peraturan Daerah Bentuk perundang-udangan menurut pasal 7 UU No. 10/2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan adalah : 1. UUD NRI Tahun 1945 2. UU / Perpu 3. Peraturan Pemerintah 4. Peraturan Presiden 5. Peraturan Daerah (Perda Propinsi, Perda Kab. /Kota dan Perdes.) Pembentukan perundang-undangan seperti tersebut diatas harus selalu memperhatikan aspek formal dan aspek substansi / materiil. Aspek formal/ prosedural meliputi metode, proses, dan teknik perundang-undangan. Sedang aspek substansi / materiil antara lain meliputi struktur, sifat dan jenis kaedah hukum. Makalah ini bermaksud membahas serba singkat terhadap tiga aspek tersebut, sehingga para calon legislator akan mempunyai bekal dasar yang dapat dikembangkan dalam praktek di gedung dewan.
B. Aspek Formal Pembentukan Perundang-Undangan. 1. Metode pembentukan perundang-undangan atau cara membentuk suatu perundangan haruslah memperhatikan norma hukum, asas hukum, asas kelaziman, teori perundang-undangan dan kaidah bahasa indonesia yang baku. Cara membentuk perundangan adalah menyangkut kewenangan yang dimilkiki oleh badan atau lembaga yang akan membentuk perundangan. Kewenangan membentuk perundangan suatu lembaga bersumber pada perundangan / norma hukum yang telah ada, dari asas hukum, maupun dari kelaziman yang telah berjalan dan diterima oleh semua pihak. Misal perda, pembentukannya harus mengikuti norma yang ada di perundang-undangan tentang otonomi daerah (UU no. 32/2004 ttg. Pemerintahan daerah dan UU lainnya), maupun perundangan lainnya yang lebih tinggi hierarkinya. Misalnya pasal 25 UU RI/2004 menentukan kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang : a. Mengajukan Rancangan Perda b. Menetapkan perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD Dalam pasal 42 nya disebutkan.. DPRD mempunyai tugas dan wewenang : a. Membentuk perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama. Pasal 28 PP 25/2004 tentang pedoman penyusunan peraturan tata tertib DPRD menentukan:Anggota DPRD mempunyai hak : a. Mengajukan Rancangan Perda Berdasarkan aturan-aturan tersebut, perda hanya dapat dibentuk oleh kepala daerah dengan persetujuan bersama DPRD, tidak boleh salah satu saja atau oleh lembaga lainnya. 2. Proses Pembentukan Perundang-Undangan Proses pembetukan perundang-undangan harus dilakukan oleh lembaga yang berwenang melalui tahapan-tahapan yang telah ditentukan dalam perundang-undangan. Jika raperda berasal dari eksekutif maka perancangannya mengikuti aturan yang ada pada peraturan presiden dan pembahasannya mengikuti aturan yang ada pada tatib DPRD, misal pasal 100 tatib DPRD nganjuk. Jika rapeda berasal dari DPRD maka prosesnya mengikuti aturan dalam Tatib DPRD (misal pasal 31 tatib DPRD nganjuk). 3. Teknik Perundang-Undangan Yang dimaksud teknik perundang-undangan disini adalah kerangka atau bentuk luar atau sebutan lain, misalnya susunan, sistematika atau format perundang-undangan. Dalam lampiran UU No. 10/2004 ditentukan bahwa kerangka perundang-undangan adalah : A. JUDUL B. PEMBUKAAN 1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa 2. Jabatan pembentuk peraturan perundang-undangan 3. Konsiderans 4. Dasar hukum 5. Diktum
C. BATANG TUBUH 1. Ketentuan Umum 2. Materi pokok yang diatur 3. Ketentuan pidana (Jika diperlukan ) 4. Ketentuan peralihan (Jika diperlukan ) 5. Ketentuan penutup
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (Jika diperlukan )
F. LAMPIRAN (Jika diperlukan)
C. Aspek Materiil Perundang-Undangan 1. Struktur Kaidah Hukum Perundang-undangan sebagai hukum tertullis, harus memiliki struktur dasar/ unsur yang lengkap yakni : subyek kaidah, obyek kaidah, operator kaidah, dan kondisi kaidah. Ini dimaksudkan agar aturan hukum yang dirumuskan atau dituangkan dalam pasal-pasal perundang-undangan dapat dan mudah dikenali, dipahami, diingat dan dilaksanakan oleh subyek hukum. Penjelasannya sebagai berikut : a. Subyek kaidah : adalah subyek hukum yang termasuk dalam sasaran penerapan sebuah aturan atau pasal dalam perundang-undangan. b. Obyek kaidah : adalah peristiwa atau perilaku yang diatur dalam aturan hukum / pasal tersebut. c. Operator kaidah : adalah berupa cara bagaimana obyek kidah diatur, misalnya berupa keharusan, larangan, dispensi, atau pemberian ijin. d. Kondisi kaidah : adalah dalam kondisi atau keadaan apa subyek kaedah dapat atau harus melaksanakan aturan hukum / pasal dalam perundang-undangan tersebut. 2. Sifat Kadiah Aturan hukum atau norma hukum yang ada dalam pasal-pasal perundang-undangan dapat di golongkan menjadi empat sifat, yaitu: a. Umum – abstrak (barang siapa mencuri) b. Umum – konkrit (barang siapa mencuri aliran listrik) c. Individual-abstrak (ahmad dilarang merokok) d. Individual-abstrak (ahmad dilarang merokok sigaret kretek) Keempat sifat tersebut ada yang mengatakan bukan sifat norma hukum, tetapi klasifikasi norma berdasar subyek dan obyek kaidah, sedang sifat norma adalah memaksa, melarang, atau membolehkan. 3. Jenis Kaidah Hukum Secara garis besar kaidah atau norma hukum dapat dibedakan berdasar jenisnya menjadi 5 (lima) kaidah : a. Kaidah Perilaku : berfungsi mengatur perilaku subyek hukum yang diharapkan, misalnya, keharusan, larangan, dispensasi dan ijin : - Keharusan, mewajibkan subyek hukum untuk berbuat. - Larangan, mewajibkan subyek hukum untuk tidak berbuat. - Dispensi, membolehkan subyek hukum tertentu atau dalam kondisi tertentu untuk menyimpangi aturan yang mengharuskan. - Ijin, membolehkan subyek hukum untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang. b. Kaidah Kewenangan Kidah ini memberikan kepada lembaga mana yang diberi kewenangan untuk membentuk perundang-undangan tertentu. c. Kaidah Sanksi Sanksi adalah reaksi yuridis terhadap penyimpangan aturan hukum yang dijatuhkan oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Secara umum ada tiga jenis sanksi, yakni sanksi administratif, sanksi pidana dan sanksi perdata. Penjatuhan sanksi bertujuan untuk memulihkan kekeadaan semula, memberikan nestapa, memberikan efek jera, atau agar orang lain tidak melakukan perbuatan serupa. Aturan sanksi pidana dapat dirumuskan dengan sifat komutatif, alternatif atau komulatif alternatif. d. Kaidah Kualifikasi Kaidah ini berupa persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipenuhi agar seseorang dapat melakukan perbuatan hukum tertentu (bersifat ijin) atau untuk di bebaskan dari kewajiban-kewajiban tertentu (bersifat dispensasi). e. Kaidah Peralihan Aturan peralihan ada dalam perundang-undangan karena ada peralihan atau pergantian peraturan dari aturan lama ke peraturan baru. Fungsinya agar tidak terjadi kekosongan hukum, agar ada kepastian hukum, dan memberikan perlindungan hukum kepada subyek hukum tertentu. D. Penutup Apa yang diuraikan di atas merupakan bagian kecil dari kompleksitas peracangan dan pembentukan perundang-undangan, akan tetapi dapat dipakai bekal untuk pengembangan kemampuan dan kemauan dalam praktek legal drafting di gedung dewan yang terhormat. Nganjuk, 27 Juni 2009 oleh : HM. Yustafad Dimyati, SH. Sumber : 1. Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Ketrampilan Perancangan Hukum, Cetakan Pertama, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 1997 2. Supardan Madeong. SH.MH. Tehnik Perundang undangan di Indonesia, cetakan kedua. PT Perca, Jakarta 3. Dahlan Thaib SH.M.Si. DPRD dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, Edisi kedua, Liberty Yogyakarta, 2000 4. Tim Redaksi Fokus Media, Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, cetakan Pertama, Fokus Media Bandung 5. __________, Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Nganjuk, 2004] 6. Undang Undang tentang Otonomi Daerah 2004, Citra Umbara Bandung
Perancangan Peraturan Perundang-Undangan (Legal Drafting)
  • Memahami hirarki dan tahapan penyusunan peraturan perundang-undangan
  • Memahami dan mampu menyusun naskah akademik
  • Menguasai keterampilan menyusun rancangan peraturan perundang-undangan secara benar
A. Fungsi Peraturan Perundang-undangan dan Hirarkinya
1.     Fungsi Peraturan Perundang-Undangan
2.     Hirarki Peraturan Perundang-Undangan
o    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
o    Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
o    Peraturan Pemerintah
o    Peraturan Presiden
o    Peraturan Daerah
3.     Asas-asas pemberlakuan Peraturan Perundang-Undangan
B. Tahapan Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan
1.     Tahap Pra Perancangan
2.     Tahap Perancangan
3.     Tahap Pembahasan
4.     Tahap Penetapan
5.     Tahap Pengundangan
6.     Tahap Pelaksanaan
7.     Tahap Evaluasi
C. Naskah Akademik
1.     Pengertian Naskah Akademik
2.     Kegunaan dan ruang lingkup Naskah Akademik
3.     Proses penyusunan Naskah Akademik
4.     Teknik dan strategi penyusunan Naskah Akademik
5.     Simulasi penyusunan Naskah Akademik
D. Teknik Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan
1.     Kerangka/Sistematika peraturan perundang-undangan.
2.     Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam perancangan peraturan.
E. Bahasa Peraturan Perundang-Undangan
1.     Pengertian bahasa hukum
2.     Ragam bahasa peraturan perundang-undangan
3.     Pilihan kata/istilah
4.     Penggunaan struktur kalimat
5.     Penggunaan kata “wajib” dan “dapat”
F. Praktek Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-Undangan
  • Simulasi penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan.
  • Pembahasan.

Komentar

Postingan Populer