PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 1977
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 1 TAHUN 1977
TENTANG
TATA CARA PERMOHONAN DAN PENYELESAIAN PEMBERILAN HAK ATAS
BAGIAN-BAGIAN TANAH HAK PENGELOLAAN SERTA PENDAFTARANNYA
NOMOR 1 TAHUN 1977
TENTANG
TATA CARA PERMOHONAN DAN PENYELESAIAN PEMBERILAN HAK ATAS
BAGIAN-BAGIAN TANAH HAK PENGELOLAAN SERTA PENDAFTARANNYA
Mengingat:
1. Tap MPR-R.I. No. IV/MPR/1973;
2. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1960 No. 104);
3. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961;
4. Peraturan Menteri Agraria No. 15 Tahun 1961;
5. Peraturan Menteri Agraria No. I Tahun 1966;
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972;
7. Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5
Tahun 1974;
8. Peratuan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1973;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1975.
BAB I. PENGERTIAN HAK PENGELOLAAN
Pas. 1. Yang dimaksud dengan "Hak Pengelolaan" dalam Peraturan ini adalah:
(1) Hak pengelolaan, yang berisi wewenang untuk:
a. merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan,
b. menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya,
c. rnenyerahkan bagian-bagian dari pada tanah itu kepada pihak ketiga menurut
persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi
segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan
ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan
dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
(2) Hak pengelolaan yang berasal dari pengkonversian hak penguasaan berdasarkan
Peraturan Menteri Agraria No. 9/1965 tentang "Pelaksanaan konversi hak penguasaan
atas tanah Negara dan ketentuan tentang kebijaksanaan selanjutnya" yang memberi
wewenang sebagaimana tersebut dalam ayat (1) di atas dan yang telah didaftarkan di
Kantor Sub Direktorat Agraria setempat serta sudah ada sertiflkatnya.
BAB II. TATA CARA PERMOHONAN HAK MILIK, HAK GUNA BANGUNAN
DAN HAK PAKAI SERTA PENYELESAIANNYA ATAS
BAGIAN-BAGIAN TERTENTU DARI PADA TANAH HAK PENGELOLAAN
Bagian 1. Permohonan Hak Milik Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Bagian-bagian Tanah
Hak Pengelolaan Untuk Pembangunan Dan Pengembangan Wilayah Pemukiman.
Pasal 2.
Bagian-bagian tanah hak pengelolaan yang diberikan kepada Pernerintah Daerah, Lembaga,
Instansi dan atau Badan/Badan Hukum Pemerintah untuk pembangunan wilayah pemukiman,
dapat diserahkan kepada pihak ketiga dan diusulkan kepada Menteri Dalam Negeri atau
Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan untuk diberikan dengan hak milik, hak guna
bangunan, atau hak pakai, sesuai dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang
telah dipersiapkan oleh pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan.
Pasal 3.
(1) Setiap penyerahan penggunaan tanah yang merupakan bagian dari tanah hak
pengelolaan, kepada pihak ketiga oleh pemegang hak pengelolaan, balk yang disertai
ataupun tidak disertai dengan pendirian bangunan di atasnya, wajib dilakukan dengan
pembuatan perjanjian tertulis antara pihak pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga
yang bersangkutan.
(2) Perjanjian termasuk dalam ayat (1) pasal ini memuat antara lain keterangan mengenai:
a. identitas pihak-pihak yang bersangkutan;
b. letak, batas-batas dan luas tanah yang dimaksud;
c. jenis penggunaannya;
d. hak atas tanah yang akan dimintakan untuk diberikan kepada pihak ketiga yang
bersangkutan dan keterangan mengenaijangka waktunya serta kemungkinan untuk
memperpanjangnya;
e. jenis-jenis bangunan yang akan didirikan di atasnya dan ketentuan mengenai
pemilikan bangunan-bangunan tersebut pada berakhirnya hak tanah yang
diberikan;
f. jumlah uang pemasukan dan syarat-syarat pembayarannya;
g. syarat-syarat lain yang dipandang perlu.
Pasal 4.
(1) Permohonan hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai diajukan oleh pihak ketiga
yang memperoleh penunjukan/penyerahan tersebut pada pasal 2 dengan perantaraan
pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan.
(2) Pemegang hak pengelolaan berkewajiban untuk melengkapi berkas-berkas permohonan
tersebut dan meneruskannya kepada Menteri Dalam Negeri/Gubernur Kepala Daerah
yang bersangkutan, disertai usul-usul tentang syarat-syarat yang harus ditaati oleh
penerima hak.
(3) Permohonan tersebut dalam ayat (2) pasal ini diajukan dan diselesaikan menurut tata
cara dan wewenang sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5
Tahun 1973 jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972, dengan
memperhatikan peraturan perundangan Agraria yang berlaku.
(4) Selain memenuhi kewajibannya terhadap pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan,
penerima hak berkewajiban membayar biaya administrasi kepada Kantor Bendahara
Negara dan sumbangan kepada yayasan Dana Landreform serta biaya pendaftaran tanah
sebagai yang disebutkan di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1/1975.
Pasal 5.
Hubungan hukum antara Lembaga, Instansi dan atau Badan/Badan Hukum Pemerintah
pemegang hak pengelolaan, yang didirikan atau ditunjuk untuk menyelenggarakan penyediaan
tanah untuk berbagai jenis kegiatan yang termasuk dalam bidang pengembangan pemukiman
dalam bentuk perusahaan, dengan tanah hak pengelolaan yang telah diberikan kepadanya,
tidak menjadi hapus dengan didaftarkannya hak-hak yang diberikan kepada pihak ketiga
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Peraturan ini pada Kantor Sub Direktorat Agraria
setempat.
Pasal 6.
Hak milik, hak guna bangunan dan hak pakai termaksud dalam pasal 2 di atas, tunduk pada
ketentuan-ketentuan tentang hak-hak tersebut, sebagaimana termuat di dalam Undang-
Undang Pokok Agraria dan peraturan pelaksanaannya yang mengenai hak-hak itu serta
syarat-syarat khusus yang tercantum di dalam surat perjanjian yang dimaksud dalam pasal 3.
Bagian 2. Permohonan Hak Guna Bangunan Atau Hak Pakai Atas Bagianbagian
Tanah Hak Pengelolaan
Untuk Pembangunan Wilayah Industri Dan Pariwisata.
Pasal 7.
Bagian-bagian tanah hak pengelolaan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah, Lembaga,
Instansi, Badan/Badan Hukum Indonesia yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah untuk Pembangunan dan Pengembangan wilayah industri dan
Pariwisata, dapat diserahkan kepada pihak ketiga dan diusulkan kepada Menteri Dalam Negeij
atau Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan untuk diberikan dengan hak guna
bangunan, atau hak pakai sesuai dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang
telah dipersiapkan oleh pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan.
Pasal 8.
Tata cara penyerahan penggunaan tanah dan syarat-syaratnya, serta tata cara permohonan
hak atas tanah dan penyelesaiannya, sebagaimana diatur di dalam pasal 3 dan 4 demikian
pula ketentuan pasal 5, mutatis mutandis berlaku bagi penyerahan penggunaan tanah dan
syarat-syaratnya serta permohonan hak penyelesaiannya sebagaimana dimaksud dalam pasal
7.
Pasal 9.
Hak guna bangunan dan hak pakai termaksud dalam pasal 7 tunduk pada ketentuan-ketentuan
tentang hak-hak tersebut sebagaimana termuat dalam Undang-undang Pokok Agraria dan
peraturan pelaksanaannya yang mengenai hak-hak itu serta syarat-syarat khusus yang
tercantum di dalam surat perjanjian yang dimaksudkan dalam pasal 3 dan 8.
Bagian 3. Hak Pengelolaan Setelah Berakhirnya
Hak Yang Diberikan Kepada Pihak Ketiga
Pasal 10.
Setelah jangka waktu hak guna bangunan atau hak pakai yang diberikan kepada pihak ketiga
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan pasal 7 berakhir, maka tanah yang bersangkutan
kembali ke dalam penguasaan sepenuhnya dari pemegang hak pengelolaan yang
bersangkutan.
BAB III. HAK PENGELOLAAN UNTUK KEPERLUAN LAIN
Pasal 11.
Terhadap tanah-tanah untuk keperluan Lembaga, Instansi Pemerintah atau Badan/Badan
Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang seluruh
modalnya dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, yang bergerak dalam kegiatankegiatan
usaha sejenis dengan Perusahaan Industri dan Pelabuhan yang diberikan dengan
hak pengelolaan dapat diperlakukan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
7 sampai dengan pasal 10, yang ditegaskan di dalam surat keputusan pemberian hak
pengelolaan yang bersangkutan.
BAB IV. KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12.
Peraturan ini berlaku semenjak ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Pebruari 1977.
Komentar
Posting Komentar