Ini yang Harus Diketahui dalam Mendirikan Perusahaan Pengangkutan Laut
Intisari:
Untuk
membuat perusahaan pengangkutan laut, ada banyak hal yang harus
diperhatikan. Mulai dari pendirian badan usaha, minimal modal yang
dibutuhkan, izin-izin terkait pengangkutan laut, syarat kapal untuk
pengangkutan laut, dan lain sebagainya.
Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Saudara.
Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 93 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut (“Permenhub PM 93/2013”) disebutkan angkutan laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut.
Perusahaan angkutan laut sendiri merupakan perusahaan angkutan laut yang berbadan hukumdan
melakukan kegiatan angkutan laut di dalam wilayah perairan Indonesia
dan/atau dari dan ke pelabuhan di luar negeri. Bagi perusahaan angkutan
laut yang dibuat berdasarkan hukum Indonesia, maka disebut sebagai
perusahaan angkutan laut nasional.[1]
Secara umum untuk dapat mendirikan sebuah perusahaan angkutan laut nasional, yang harus disiapkan adalah sebagai berikut:
1. Mendirikan
perusahan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, dalam hal ini
bisa berupa PT atau Koperasi, dengan dokumen-dokumen pendukung sebagai
berikut:
a. Akta pendirian perusahaan yang didalamnya menyebutkan bidang usaha pengangkutan laut;
b. Surat Keputusan dari Kementerian Hukum dan HAM sebagai pengesahan badan hukum;
c. Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP); dan
d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan.
2. Memiliki
modal dasar perusahaan minimal Rp.50.000.000.000,- (lima puluh miliar
Rupiah) dan modal disetor minimal Rp.12.500.000.000,- (dua belas miliar
lima ratus juta Rupiah)[2];
3. Kapal
berbendera Indonesia, yaitu kapal yang didaftarkan dalam daftar kapal
Indonesia dan mendapat sertifikat pendaftaran kapal dan salinan
spesifikasi kapal yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut Kementerian Perhubungan.
Kapal dapat berupa:[3]
a. Kapal motor berbendera Indonesia yang laik laut dengan ukuran paling kecil GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage);
b. Kapal
tunda berbendera Indonesia yang laik laut dengan daya motor penggerak
paling kecil 150 TK (seratus lima puluh Tenaga Kuda) dengan tongkang
berukuran paling kecil GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage);
c. Kapal tunda berbendera Indonesia yang laik laut dengan ukuran paling kecil GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage);
d. Tongkang
bermesin berbendera Indonesia yang laik laut dengan ukuran paling kecil
GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage);
e. Khusus untuk perusahaan patungan (joint venture) PMA, berupa kapal berbendera Indonesia dengan ukuran paling kecil 5.000 GT (lima ribu Gross Tonnage)[4].
4. Sertifikat keselamatan dan keamanan kapal;
5. Sertifikat
klas dari badan sertifikasi yang diakui Pemerintah, dalam hal ini PT
Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) atau badan klasifikasi asing yang
merupakan anggota International Association of Classification Society
(IACS) yang memiliki kantor cabang Indonesia dan tenaga surveyor
berkewarganegaraan Indonesia;
6. Surat Ukur Internasional dan Ship Particulars;
7. Daftar awak kapal (crew list) berkewarganegaraan Indonesia, yang juga mencakup tenaga ahli sebagai berikut:
a. tenaga ahli di bidang ketatalaksanaan angkutan laut dan kepelabuhan;
b. nautika (minimal ANT III); dan/atau
c. teknika (minimal ATT III) pelayaran niaga
8. Mendapat rekomendasi dari pejabat fungsi keselamatan pelayaran pada kantor UPT Pelabuhan setempat (Kanpel/Adpel);
9. Membuat SIUPAL (Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut) yang memerlukan dokumen persyaratan sebagai berikut:
a. Persyaratan
kepemilikan modal perusahaan minimal Rp.50.000.000.000,- (lima puluh
miliar Rupiah) dan modal disetor minimal Rp.12.500.000.000,- (dua belas
miliar lima ratus juta Rupiah).[5]
b. Persyaratan administrasi yang meliputi:[6]
1) Surat permohonan perusahaan;
2) Akta pendirian perusahaan dan perubahannya;
3) SK Kemenhukham dan perubahannya;
4) SKDP;
5) NPWP perusahaan;
6) Fotocopy identitas penanggung jawab perusahaan;
7) Memiliki
tenaga ahli di bidang ketatalaksanaan angkutan laut dan kepelabuhan,
nautika (minimal ANT III), dan/atau teknika (minimal ATT III) pelayaran
niaga yang dibuktikan dengan salinan ijazah yang dilegalisir oleh
pejabat yang berwenang;
8) Khusus untuk perusahaan patungan (joint venture), komposisi saham minimal 51% dikuasai oleh badan usaha nasional;
9) Surat pernyataan pakta integritas dari perusahaan untuk tidak memberikan gratifikasi kepada PNS (bermaterai); dan
10)Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dari perusahaan atas kebenaran seluruh dokumen yang disampaikan (bermaterai).
c. Persyaratan teknis yang meliputi:[7]
1) Memiliki kapal motor berbendera Indonesia yang laik laut dengan ukuran paling kecil GT 175;
2) Memiliki
kapal tunda berbendera Indonesia yang laik laut dengan daya motor
penggerak paling kecil 150 TK dengan tongkang berukuran paling kecil GT
175;
3) Memiliki kapan tunda berbendera Indonesia yang laik laut dengan ukuran paling kecil GT 175;
4) Memiliki tongkang bermesin berbendera Indonesia yang laik laut dengan ukuran paling kecil GT 175;
5) Khusus untuk perusahaan patungan (joint venture)
PMA, memiliki 1 (satu) unit kapal berbendera Indonesia dengan ukuran
paling kecil 5.000 GT dan diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan
Indonesia.[8]
10.Membuat
laporan rencana pengoperasian kapal pada trayek tetap dan teratur
angkutan laut kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian
Perhubungan dengan melampirkan:
a. Salinan SIUPAL;
b. Salinan Spesifikasi Teknis Kapal;
c. Rencana jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal; dan
d. Perjanjian sewa kapal (jika kapal bukan milik).
11.Mengajukan
izin terkait lainnya, antara lain Surat Izin Penangkapan/Pengangkutan
Ikan (SIPI) untuk kapal yang mengangkut produk ikan.
Demikian jawaban kami. Semoga bermanfaat. Terima kasih.
Dasar Hukum:
2. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011;
3. Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2013;
4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 93 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut;
5. Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 61 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 7 Tahun 2013 tentang Kewajiban
Klasifikasi Bagi Kapal Berbendera Indonesia Pada Badan Klasifikasi;
6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2015 tentang Persyaratan Kepemilikan Modal Badan Usaha Di Bidang Transportasi
[1] Pasal 1 angka 13 Permenhub PM 93/2013
[2]
Pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2015
tentang Persyaratan Kepemilikan Modal Badan Usaha Di Bidang Transportasi
(“Permenhub 45/2015”)
[3] Pasal 69 ayat (3) Permenhub PM 93/2013
[4] Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (“UU Pelayaran”) dan Pasal 96 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan (“PP 20/2010”)
[5] Pasal 6 ayat (2) Permenhub 45/2015
[6] Pasal 94 ayat (3) PP 20/2010
[7] Pasal 69 ayat (3) Permenhub PM 93/2013
Komentar
Posting Komentar