Aspek Hukum Leveraged Buyout di Indonesia
Saya mau bertanya seputar Leveraged Buyout
(LBO). Pertama, soal aspek hukum dan sejarah LBO, kemudian bagaimana
dengan di Indonesia? Kedua, secara umum LBO merupakan mekanisme dalam
cara mengakuisisi dengan surat utang, lalu bagaimana selanjutnya? Mohon
dijelaskan lebih lanjut mengenai aspek hukumnya di Indonesia serta
implementasinya. Terima kasih Klinik.
Jawaban :
Intisari:
Leveraged Buyout (“LBO”) adalah
suatu proses membeli atau mengakuisisi sebuah perusahaan yang mana
uang yang akan digunakan untuk mengakusisi didapat melalui utang dari
bank atau pihak ketiga lainnya. Aset dari perusahaan yang akan
diakuisisi dijadikan jaminan bagi utang tersebut. Implementasi dari
akuisisi di Indonesia itu sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan yang saudara berikan. Pemahaman kami tentang Leveraged Buyout
(“LBO”) adalah suatu proses membeli atau mengakuisisi sebuah perusahaan
yang mana uang yang akan digunakan untuk mengakusisi didapat melalui
utang dari bank atau pihak ketiga lainnya. Aset dari perusahaan yang
akan diakuisisi dijadikan jaminan bagi utang tersebut.
Untuk
menjawab pertanyaan saudara yang pertama kami sampaikan bahwa pada
dasarnya LBO merupakan akuisisi sebuah perusahaan dengan uang yang
didapat melalui utang kepada pihak lain. Implementasi dari akuisisi di
Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”). UUPT mengenal akuisisi sebagai pengambilalihan, yang mana menurut Pasal 1 butir 11 UUPT,
pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum
atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.
Pengambilalihan hanya dapat dilaksanakan dengan keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham (“RUPS”).
Kemudian
untuk menjawab pertanyaan saudara yang kedua, berikut kami sampaikan
kembali mengenai proses akuisisi sebagaimana pernah dijelaskan dalam
artikel Akuisisi Perusahan Tertutup sebagai berikut:
Cara pengambilalihan saham perseroan ini dapat dilakukan dengan:
A. melalui Direksi Perseroan, atau
B. langsung dari pemegang saham.
(lihat Pasal 125 ayat [1] UUPT)
A. Melalui Direksi Perseroan
1. Pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksudnya (lihat Pasal 125 ayat [5] UUPT);
2. Menyusun rancangan pengambilalihan (lihat Pasal 125 ayat [6] UUPT jo. Pasal 26 ayat [3] Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas) yang memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
b. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih;
c. laporan
keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a UUPT
untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan
Perseroan yang akan diambil alih;
d. tata
cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih
terhadap saham penukarnya apabila pembayaran Pengambilalihan dilakukan
dengan saham;
e. jumlah saham yang akan diambil alih;
f. kesiapan pendanaan;
g. neraca
konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah
Pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia;
h. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan;
i. cara
penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan
Komisaris, dan karyawan dari Perseroan yang akan diambil alih;
j. perkiraan
jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk jangka waktu
pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi
Perseroan;
k. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengambilalihan apabila ada.
3. Mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) (lihat Pasal 127 ayat [1] UUPT).
4. Wajib mengumumkan ringkasan rancangan pengambilalihan (lihat Pasal 127 ayat [2] dan ayat [3] UUPT).
Sebelum
RUPS diselenggarakan untuk membicarakan Rancangan Pengambilalihan,
Ringkasan Rancangan Pengambilalihan wajib terlebih dahulu “diumumkan”
oleh Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan yang akan diambil
alih (Hukum Perseroan Terbatas, hal. 514):
a. Diumumkan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar;
b. Mengumumkan secara tertulis kepada Karyawan Perseroan yang akan mengambil alih;
c. Pengumuman dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS;
d. Pengumuman
wajib memuat “pemberitahuan” bahwa pihak yang berkepentingan dapat
memperoleh Rancangan Pengambilalihan di kantor Perseroan, sejak tanggal
pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.
5. Kreditor berhak mengajukan keberatan (lihatPasal 127 ayat [4] UUPT).
6. Rancangan pengambilalihan dituangkan ke dalam akta pengambilalihan (lihat Pasal 128 UUPT).
7. Salinan akta pengambilalihan dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri (lihat Pasal 131 ayat [1] UUPT).
B. Langsung dari Pemegang Saham
Menurut M. Yahya Harahap (Hukum Perseroan Terbatas,
hal. 516), ketentuan pokok proses pengambilalihan saham secara langsung
dari pemegang saham, berbeda dengan tata cara pengambilalihan saham
melalui direksi. Pengambilalihan saham secara langsung dari pemegang
saham, lebih sederhana prosedurnya, seperti yang dijelaskan di bawah
ini.
Proses yang Tidak Perlu Dilakukan
1. Pihak yang mengambil alih tidak perlu menyampaikan maksud untuk melakukan pengambilalihan kepada Direksi (lihat Pasal 125 ayat [7] UUPT).
2. Tidak perlu membuat rancangan pengambilalihan (lihat Pasal 125 ayat [7] UUPT).
Namun, disyaratkan dalam Pasal 125 ayat (8) UUPT bahwa pengambilalihan
“wajib” memperhatikan AD Perseroan yang akan diambil mengenai hal:
a. Pemindahan hak atas saham; dan
b. Perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.
Proses yang Harus Dilakukan
1. Mengadakan
perundingan dan kesepakatan langsung yaitu antara para pihak yang akan
mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran
dasar Perseroan yang diambil alih (lihat Penjelasan Pasal 125 ayat [7] UUPT);
2. Mengumumkan rencana kesepakatan pengambilalihan (lihat Pasal 127 ayat [8] UUPT).
a. Diumumkan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar;
b. Mengumumkan secara tertulis kepada Karyawan Perseroan yang akan mengambil alih;
c. Pengumuman dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS;
3. Kreditor dapat mengajukan keberatan (lihat Pasal 127 ayat [4] UUPT);
4. Kesepakatan pengambilalihan, dituangkan dalam akta pengambilalihan (lihat Pasal 128 UUPT).
5. Salinan
akta pemindahan hak atas saham dilampirkan pada penyampaian
pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham
(lihat Pasal 131 ayat [2] UUPT).
Proses terakhir yang harus dilakukan dalam rangka pengambilalihan adalah pengumuman hasil pengambilalihan (lihat Pasal 133 ayat [2] UUPT).
Direksi dari perseroan yang sahamnya diambil alih wajib mengumumkan
hasil pengambilalihan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih, dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
berlakunya pengambilalihan.
Demikian hal ini kami sampaikan. Terima kasih.
Dasar Hukum:
Komentar
Posting Komentar