Apakah Yayasan Boleh Menyewakan Asetnya Kepada Pihak Lain?
Bolehkah yayasan menyewakan asetnya secara langsung kepada pihak kedua?
Jawaban :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Intisari:
Pada
dasarnya sewa-menyewa (aset) adalah hubungan hukum yang didasari oleh
perjanjian. Terkait ini, Yayasan dilarang mengadakan perjanjian
dengan organisasi yang terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus,
dan/atau Pengawas Yayasan, atau seseorang yang bekerja pada Yayasan.
Namun, hal ini dikecualikan apabila perjanjian tersebut bermanfaat
bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan.
Jadi,
perlu dilihat kembali dengan siapa perjanjian sewa-menyewa aset itu
dilakukan oleh Yayasan dan apakah maksud dan tujuan dari menyewakan
aset kekayaan kepada pihak lain itu sudah sesuai dengan maksud dan
tujuan yayasan atau tidak. Jika sesuai, yayasan boleh menyewakan
asetnya secara langsung kepada pihak lain.
Penjelasan lebih lanjut dan contoh kasusnya dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Yayasan adalah badan hukum yang
terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai
tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak
mempunyai anggota.[1]
Dari
sini dapat kita ketahui bahwa aset atau kekayaan yayasan itu terpisah
dan yayasan didirikan untuk tujuan tertentu. Khusus soal aset yayasan, Pasal 26 UU Yayasan telah mengatur:
(1) Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang.
(2) Selain kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kekayaan Yayasan dapat diperoleh dari:
a. sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat;
b. wakaf;
c. hibah;
d. hibah wasiat; dan
e. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam hal kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, maka berlaku ketentuan hukum perwakafan.
(4) Kekayaan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.
Mengacu
pada sumber kekayaan tersebut, diketahui bahwa kekayaan yayasan hanya
bisa diperoleh dari kelima hal di atas. UU Yayasan tidak menjelaskan
bagaimana prosedurnya jika yayasan ingin menyewakan aset yang
dimilikinya kepada pihak lain.
Pada
dasarnya sewa-menyewa (aset) adalah hubungan hukum yang didasari dari
perjanjian. Sewa-menyewa ialah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya
kenikmatan dari sesuatu barang, selama waktu tertentu dan dengan
pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu
disanggupi pembayarannya.[2]
Yang dapat melakukan tindakan hukum atas nama yayasan adalah pengurus yayasan. Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar Pengadilan.[3]
Ini berarti dalam melakukan tindakan hukum menyewakan aset, yayasan diwakili oleh pengurusnya.
Perlu diketahui bahwa dalam melakukan kepengrusuan atas yayasan, Pengurus tidak berwenang:[4]
a. mengikat Yayasan sebagai penjamin utang;
b. mengalihkan kekayaan Yayasan kecuali dengan persetujuan Pembina; dan
c. membebani kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain.
Dalam
melakukan tindakan hukum sewa menyewa, perlu juga diketahui bahwa,
Yayasan dilarang mengadakan perjanjian dengan organisasi yang
terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus, dan/atau Pengawas
Yayasan, atau seseorang yang bekerja pada Yayasan.[5] Namun, hal ini dikecualikan apabila perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan.[6]
Jadi,
perjanjian sewa-menyewa aset itu boleh sepanjang dilakukan dengan pihak
yang tidak terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus, dan/atau
Pengawas Yayasan, atau seseorang yang bekerja pada Yayasan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Yayasan.
Dengan
kata lain, perlu dilihat kembali dengan siapa perjanjian sewa-menyewa
aset itu dilakukan oleh Yayasan dan apakah maksud dan tujuan dari
menyewakan aset kekayaan kepada pihak lain itu sudah sesuai dengan
maksud dan tujuan Yayasan atau tidak, yakni mencapai maksud dan
tujuannya di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan berdasarkan
prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.[7]
Sebagai
contoh adalah perjanjian sewa-menyewa aset milik yayasan di bidang
keagamaan berupa tanah yang di atasnya ada bangunan ruko antara Yayasan
Wakaf Al-Fatah Ambon (Penggugat/pemilik aset) dengan Jusnal Batuah
(Tergugat/penyewa aset). Menurut informasi yang kami akses dari Portal Berita Maluku,
Pengadilan Negeri (PN) Ambon menyita aset-aset Yayasan Wakaf Al-Fatah
Ambon melalui Penetapan Pengadilan Negeri Ambon Nomor:
181/Pdt.G/2011/PN.AB.
Yayasan
Wakaf Al-Fatah membuat perjanjian sewa menyewa tanah kosong dengan
pihak Tergugat. Tanah itu adalah milik Yayasan Wakaf Al-Fatah yang
disewa oleh Jusnal Batuah. Namun dalam perjalanannya, Tergugat tidak
melaksanakan kewajiban (wanprestasi) sebagaimana dalam perjanjian
sewa-menyewa dengan Penggugat, yakni pembayaran sesuai kontrak atau
perjanjian sewa menyewa juga tidak dilaksanakan oleh Tergugat sehingga
Penggugat merasa dirugikan. Atas dasar itu, Penggugat lalu melayangkan
gugatan ke pihak pengadilan. Dalam surat penetapan itu, PN Ambon
mengabulkan permohonan Penggugat, di mana memerintahkan panitera atau
jurusita melakukan penyitaan atas objek tanah yang di atasnya terdapat
tiga bangunan ruko.
Masih bersumber dari laman yang sama, Ketua Umum Dewan Pengurus Wilayah Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Maluku, Zulkifli Lestaluhu
mengatakan bahwa mengenai aset-aset Yayasan Wakaf Al-Fatah ini,
pihaknya akan terus mengawalnya, sebab hal tersebut menyangkut dengan
kepentingan umat. Para pihak yang terlibat langsung dengan objek yang
disengketakan harus tunduk kepada aturan yang berlaku, apalagi aset
tersebut bukan pribadi tapi milik yayasan yang notabene adalah
kepentingan umat Islam di Kota Ambon maupun Maluku.
Melihat pada contoh di atas, ini berarti yayasan dapat saja menyewakan asetnya kepada pihak lain.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Penetapan:
Penetapan Pengadilan Negeri Ambon Nomor: 181/Pdt.G/2011/PN.AB.
Referensi:
http://www.siwalimanews.com/post/pengadilan_sita_aset_yayasan_al-fatah, diakses pada 29 Juni 2015 pukul 14.03 WIB.
[1] Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (“UU Yayasan”) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (“UU 28/2004”)
[2] Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
[3] Pasal 35 ayat (1) UU Yayasan
[4] Pasal 37 ayat (1) UU Yayasan
[5] Pasal 38 ayat (1) UU 28/2004
[6] Pasal 38 ayat (2) UU 28/2004
[7] Penjelasan Umum UU 28/2004
Komentar
Posting Komentar