Tulisan Si Jagung (AP Edi Atmaja)
Sosiologi Hukum, Ruang Lingkup, dan Kegunaannya: Beberapa Kutipan
MENGAPA sosiologi menempati kedudukan penting dalam kajian ilmu hukum
di dunia, terutama di Indonesia? Karena, seperti dikatakan Roscoe
Pound, sosiologi bisa memperjelas pengertian “hukum” dan segala sesuatu
yang berdiri di belakang gejala-gejala ketertiban umum, yang dapat
diamati oleh ahli hukum.[1]
Kemajuan terpenting dalam ilmu hukum modern, demikian Roscoe Pound,
adalah perubahan pandangan analitis ke fungsional. Sikap fungsional
menuntut supaya hakim, ahli hukum, dan pengacara mengingat adanya
hubungan antara hukum dan kenyataan sosial yang hidup.[2]
Sementara itu, menurut Esmi Warassih, antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu
hukum mempunyai hubungan yang saling melengkapi dan memengaruhi.
Perbedaan fungsi antara keduanya boleh dikata hanya bersifat marjinal.[3]
Sebagai cabang sosiologi yang terpenting, sosiologi hukum masih
dicari perumusannya. Kendati selama puluhan terakhir semakin mendapat
perhatian dan aktual, sosiologi hukum belum memiliki batas-batas
tertentu yang jelas. Ahli-ahlinya belum menemukan kesepakatan mengenai
pokok persoalannya, atau masalah yang dipecahkannya, serta hubungannya
dengan cabang ilmu hukum lainnya.[4]
Terdapat pertentangan antara ahli sosiologi dan ahli hukum mengenai keabsahan sosiologi hukum. Ahli hukum memerhatikan masalah quid juris, sementara ahli sosiologi bertugas menguraikan quid facti:
mengembalikan fakta-fakta sosial kepada kekuatan hubungan-hubungan.
Sosiologi hukum dipandang oleh ahli hukum dapat menghancurkan semua
hukum sebagai norma, asas yang mengatur fakta-fakta, sebagai suatu
penilaian. Para ahli khawatir, kehadiran sosiologi hukum dapat
menghidupkan kembali penilaian baik-buruk (value judgement) dalam penyelidikan fakta sosial.[5]
Terdapat perbedaan antara sosiologi hukum yang dikenal di Eropa dan
ilmu hukum sosiologis yang dikenal di Amerika Serikat. Sosiologi hukum
memusatkan penyelidikan di lapangan sosiologi dengan membahas hubungan
antargejala kehidupan kelompok dengan “hukum”. Sementara itu, ilmu hukum
sosiologis menyelidiki ilmu hukum serta hubungannya dengan cara
menyesuaikan hubungan dan tertib tingkah-laku dalam kehidupan kelompok.[6]
Memang, sebagaimana dikatakan Soerjono Soekanto, untuk mengetahui
hukum yang berlaku, sebaiknya seseorang menganalisis gejala-gejala hukum
dalam masyarakat secara langsung: meneliti proses-proses peradilan,
konsepsi-konsepsi hukum yang berlaku dalam masyarakat (semisal tentang
keadilan), efektivitas hukum sebagai sarana pengendalian sosial, serta
hubungan antara hukum dan perubahan-perubahan sosial.[7]
Perkembangan masyarakat yang susunannya sudah semakin kompleks serta
pembidangan kehidupan yang semakin maju dan berkembang menghendaki
pengaturan hukum juga harus mengikuti perkembangan yang demikian itu.[8]
Sosiologi hukum berkembang atas suatu anggapan dasar bahwa proses
hukum berlangsung di dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang
dinamakan masyarakat.[9] O.W. Holmes, seorang hakim di Amerika Serikat, mengatakan bahwa kehidupan hukum tidak berdasarkan logika, melainkan pengalaman.[10]
Menurut Soerjono Soekanto, ruang lingkup sosiologi hukum meliputi (1)
pola-pola perilaku (hukum) warga masyarakat, (2) hukum dan pola-pola
perilaku sebagai ciptaan dan wujud dari kelompok-kelompok sosial, dan
(3) hubungan timbal-balik antara perubahan-perubahan dalam hukum dan
perubahan-perubahan sosial dan budaya.[11]
Sosiologi hukum memiliki kegunaan yang bermacam-macam. Pertama,
sosiologi hukum mampu memberi penjelasan tentang satu dasar terbaik
untuk lebih mengerti Undang-undang ahli hukum ketimbang hukum alam, yang
kini tak lagi diberi tempat, tetapi tempat kosong yang ditinggalkannya
perlu diisi kembali.[12] Kedua,
sosiologi hukum mampu menjawab mengapa manusia patuh pada hukum dan
mengapa dia gagal untuk menaati hukum tersebut serta faktor-faktor
sosial lain yang memengaruhinya.[13]
Ketiga, sosiologi hukum memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman terhadap hukum di dalam konteks sosial. Keempat,
sosiologi hukum memberikan kemampuan-kemampuan untuk mengadakan
analisis terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai
sarana pengendalian sosial, sarana untuk mengubah masyarakat, maupun
sarana untuk mengatur interaksi sosial, agar mencapai keadaan-keadaan
sosial tertentu. Kelima, sosiologi hukum memberikan kemungkinan
dan kemampuan-kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektivitas
hukum di dalam masyarakat.[14] [17032012, 7.40]
[1] Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum, diterjemahkan oleh Rinaldi Simamora, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 1.
[2] Ibid., hal. 10.
[3] Esmi Warassih, Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis, (Semarang: Suryandaru Utama, 2005), hal. 2.
[4] Alvin S. Johnson, op. cit., hal. 9.
[5] Loc. cit.
[6] Ibid., hal. 10.
[7] Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1980), hal. 4.
[8] Esmi Warassih, op. cit., hal. 3.
[9] Soerjono Soekanto, loc. cit.
[10] Alvin S. Johnson, op. cit., hal. 11.
[11] Soerjono Soekanto, op. cit., hal 10-11.
[12] Alvin S. Johnson, op. cit., hal. 3.
[13] Soerjono Soekanto, loc. cit.
Komentar
Posting Komentar