Jasa Advokat Wajib Miliki SIUP




Profesi advokat diharapkan masuk ke dalam pasal pengecualian pemberian perizinan.

Pengesahan UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan mengatur banyak hal termasuk perdagangan jasa. Setidaknya, ada tiga pasal yang mengatur tentang bidang jasa dalam UU Perdagangan, yakni Pasal 4 ayat (2), Pasal 20 dan Pasal 21.

Lingkup pengaturan bidang jasa, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) meliputi 12 sektor yakni jasa bisnis, jasa distribusi, jasa komunikasi, jasa pendidikan, jasa lingkungan hidup, jasa keuangan, jasa konstruksi dan teknik terkait, jasa kesehatan sosial, jasa rekreasi, kebudayaan dan olahraga, jasa pariwisata, jasa transportasi dan jasa lainnya. Pertanyaanya, apakah jasa advokat masuk ke dalam aturan UU Perdagangan ini?

Kepala Biro Hukum Kementerian Perdagangan (Kemendag), Lasminingsih, mengatakan jasa advokat atau pengacara termasuk  ke dalam lingkup aturan UU Perdagangan ini. Meski tak tercantum secara jelas, penambahan “jasa lainnya” dalam bunyi pasal dikhususkan bagi perdagangan jasa yang tidak disebutkan. Penentuan perdagangan jasa ini pun, lanjutnya, sudah didasarkan pada aturan internasional yang mencakup 117 jenis perdagangan jasa.

“Jasa hukum itu profesi, dan bisa dimasukkan ke dalam jasa bisnis. Dan nanti dalam aturan turunannya ada 117 jenis perdagangan jasa merujuk ke aturan internasional,” kata Lasminingsih dalam seminar hukumonline dengan tema “Pengaturan Perdagangan di Indonesia serta Implikasi Hukum Pasca Penerbitan UU Perdagangan” yang diadakan di Jakarta, Selasa (25/3).

Ia juga menilai, masuknya jasa advokat sebagai bagian dari perdagangan jasa yang diatur di dalam UU Perdagangan dikarenakan advokat adalah profesi yang dikategorikan masuk sebagai “jasa yang diperdagangkan”.

Jika demikian, maka setiap advokat wajib patuh terhadap isi UU Perdagangan, termasuk mematuhi isi Pasal 24 UU Perdagangan. Pasal  24 ayat (1) mewajibkan pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha perdagangan, termasuk perdagangan jasa, memiliki perizinan di bidang perdagangan yang diberikan oleh Menteri.

Partner pada Hadiputranto Hadinoto & Partners, Mochamad Fachri, mengatakan Pasal 24 UU Perdagangan merupakan hal baru bagi profesi advokat. Pasal 24 ini, lanjut Fachri, mewajibkan profesi advokat memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

“Hal baru dalam UU Perdagangan ini, selain banyaknya pidana, bagi lawyer atau advokat itu wajib pake SIUP,” kata Fachri.

Secara pribadi, Fachri mengatakan dirinya akan mematuhi dan menjalani amanat dari UU Perdagangan. Tetapi, ia menilai akan lebih baik jika jasa advokat cukup diatur di bawah UU Advokat. Apalagi, persoalan izin teknis seharusnya diberikan oleh Kementerian yang mendalami bidang usaha tersebut.

“Kementerian yang memberikan izin teknis itu, kementerian yang mendalami bidang usahanya. Selain itu, jika misalnya advokat bernaung dibawah Kementerian Perdagangan, apa yang bisa diberikan Kemendag kepada advokat,” jelasnya.

Atas dasar itu, Fachri berharap Kemendag dapat memasukan profesi advokat ke dalam bagian dari Pasal 24 ayat (3), di mana menteri dapat memberikan pengecualian terhadap kewajiban memiliki perizinan perdagangan.
Aturan ini nantinya akan diatur di dalam Peraturan Menteri Perdagangan. Bunyi pasal 24 ayat (3) adalah “Menteri dapat memberikan pengecualian terhadap kewajiban memiliki perizinan dibidang Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.

“Harapan saya sih cukup dibawah UU Advokat saja, tidak usah Perdagangan. Menurut saya UU Perdagangan sudah ada kerangkanya, namun masih ada pasal pengecualian. Nah profesi advokat bisa dimasukkan ke dalam pengecualian atas Peraturan Menteri,” pungkasnya.

Sejauh ini, profesi advokat tidak mengenal perizinan terhadap jenis jasa ini. Berdasarkan UU Advokat, izin berpraktik sebagai advokat diperoleh melalui serangkaian aturan tersendiri seperti ujian Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan lain sebagainya yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).

Selasa, 25 Maret 2014, @hukumonline.com

Komentar

Postingan Populer