Penahanan (KUHAP)
Penahanan
BAB V
PENAHANAN, PENGGELEDAHAN BADAN, PEMASUKAN RUMAH, PENYITAAN DAN PEMERIKSAAN SURAT
Bagian Kedua
Penahanan
Pasal 20
(1)
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan. PENAHANAN, PENGGELEDAHAN BADAN, PEMASUKAN RUMAH, PENYITAAN DAN PEMERIKSAAN SURAT
Bagian Kedua
Penahanan
Pasal 20
(2) Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan.
(3) Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
Pasal 21
(1)
Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka
atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang
cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka
atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan
atau mengulangi tindak pidana. (2) Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan.
(3) Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya.
(4)Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pembenian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
a.tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau
lebih;
b.tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3),
Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal
372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal
480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26
Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap ordonansi Bea dan Cukai, terakhir
diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4
Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955,
Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42,
Pasal 43, Pasal 47, dan Pasal 48 Undangundang Nomor 9 Tahun 1976 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambähan Lembaran Negara Nomor
3086).
Pasal 22
(1)
Jenis penahanan dapat berupa:
a.penahanan rumah tahanan negara;
b.penahanan rumah;
c.penahanan kota.
(2)
Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman
tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk
menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan,
penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan. (3) Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediamati tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor din pada waktu yang ditentukan.
(4) Masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dan pidana yang dijatuhkan.
(5) Untuk penahanan kota pengurangan tersebut seperlima darijumlah lamanya waktu penahanan sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah Iamanya waktu penahanan.
Pasal 23
(1)
Penyidik atau penuntut umum atau hakim berwenang untuk mengalihkan jenis
penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22. (2) Pengalihan jenis penahanan dinyatakan secara tersendiri dengan surat perintah dari penyidik atau penuntut umum atau penetapan hakim yang tembusannya diberikan kepada tersangka atau terdakwa serta keluarganya dan kepada instansi yang benkepentingan.
Pasal 24
(1)
Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari. (2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperIukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari.
(3) Ketentuan sebagamana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dan tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
(4) Setelah waktu enam puluh hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dan tahanan demi hukum.
Pasal 25
(1)
Penintah penahanan yang dibenikan oleh penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua pulub hari. (2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang berwenang untuk paling lama tiga puluh hari.
(3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dan tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
(4) Setelah waktu lima puluh hari tersebut, penuntut umum harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.
Pasal 26
(1)
Hakim pengadilan negeri yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
84, guna kepentingan pemeriksaan berwenang mengeluarkan surat perintah
penahanan untuk paling lama tiga puluh hari. (2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.
(3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
(4) Setelah waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dan tahanan demi hukum.
Pasal 27
(1)
Hakim pengadilan tinggi yang mengadii perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
87, guna kepentingan pemeriksaan banding berwenang mengeluarkan surat perintah
penahanan untuk paling lama tiga puluh hari. (2) Jangka waktu sebagaimatia tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua peiigadilan tinggi yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.
(3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dan tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
(4) Setelah waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dan tahanan demi hukum.
Pasal 28
(1)
Hakim Mahkamah Agung yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
88, guna kepentingan pemeriksaan kasasi berwenang mengeluarkan surat perintah
penahanan untuk paling lama lima puluh hari. (2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung untuk paling lama enam puluh hari.
(3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
(4) Setelah waktu seratus sepuluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dan tahanan demi hukum.
Pasal 29
(1)
Dikecualikan dan jangka waktu penahanan sebagahnana tersebut pada Pasal 24,
Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28, guna kepentingan pemeriksaan,
penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasar alasan
yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena:
a. tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental
yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau
b. perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara
sembilan tahun atau lebih.
(2)
Perpanjangan tersebut pada ayat (1) diberikan untuk paling lama tiga puluh hari
dan dalam hal penahanan tersebut masih diperlukan, dapat diperpanjang lagi
untuk paling lama tiga puluh hari. (3) Perpanjangan penahanan tersebut átas dasar permintaan dan Iaporan pemeriksaan dalam tingkat:
a. penyidikan dan penuntutan diberikan oleh ketua pengadilan negeri;
b. pemeriksaan di pengadilan negeri diberikan oIeh ketua
pengadilan tinggi;
c. pemeriksaan banding diberikan oleh Mahkamah Agung;
d. pemeriksaan kasasi diberikan oleh Ketua Mahkamah Agung.
(4)Penggunaan
kewenangan perpanjangan penahanan oleh pejabat tersebut pada ayat (3) dilakukan
secara bertahap dan dengan penuh tauggung jawab. (5)Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka atau terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah dipenuhi.
(6)Setelah waktu enam puluh hari, walaupun perkara tersebut belum selesai diperiksa atau belum diputus, tersangka atau terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
(7)Terhadap perpanjangan penahanan tersebut pada ayat (2) tersangka atau terdakwa dapat mengajukan keberatan dalam tingkat:
a.penyidikan dan penuntutan kepada ketua pengadilan tinggi;
b.pemeriksaan pengadilan negeri dan pemeriksaan banding kepada
Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 30
Apabila
tenggang waktu penahanan sebagaimana tersebut pada Pasal 24, Pasal 25, Pasal
26, Pasal 27 dan Pasal 28 atau perpanjangan penahanan sebagaimana tersebut pada
Pasal 29 ternyata tidak sah, tersangka atau terdakwa berhak minta ganti
kerugian sesuai dengan ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96.
Pasal 31
(1)
Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau
hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan
penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat
yang ditentukan. (2) Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Komentar
Posting Komentar