Teman Minum Kopi Pagi
Jilbab Andah dan Tukang Bubur Naik Haji
Cerita
bermula saat makan bubur ayam pagi ini. Setelah ba’da Sholat Subuh tiba-tiba
Saya ngidam (hasrat) sarapan bubur
pagi, maka bertemulah saya dengan seorang
tukang bubur dekat rumah. Tiba-tiba dalam jualannya tukang bubur menyelipkan gosip
tentang Asmirandah (Artis), katanya sapaan akrabnya ”Andah”, ternyata Abang tukang
bubur kali ini begitu fasih jelasin tentang
keabsahan perkawinannya dengan artis (JR), selain itu juga adanya indikasi penodaan
agama, bahkan yang terakhir diajukannya permohonan
pembatalan pernikahan oleh Andah di PA Depok.
Petunjuk
pembatalan pernikahan telah diatur di pasal 71 KHI dan pasal 23 sampai 28 UU No 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Diketahui, “Seorang suami istri dapat mengajukan
permohonan yang mengajukan pembatalan, apabila dalam berlangsung perkawinan
telah terjadi salah sangka mengenai diri suami dan istri” (Pasal 27 ayat 2 Undang - Undang no. 1 tahun
1974). Disamping itu perkawinan yang dipaksakan bisa mengajukan pembatalan
perkawinan.
Tukang bubur juga jelasin, kalau Andah dan JR telah
menikah dengan status beragama islam, namun beberapa bulan selanjutnya JR
menjadi muallaf kembali ke agama yang sebelumnya, gosip berjalan hingga
diajukan permohonan pembatalan.
Pembatalan
atau perceraian?
Pada dasarnya sama-sama merupakan
bentuk putusnya perkawinan, selain kematian. Bedanya, pembatalan hanya dapat
dilakukan oleh hakim di muka pengadilan. Tanpa pembatalan demikian perkawinan
tetap berlangsung dengan segala konsekuensi hukumnya. Sedangkan perceraian,
dalam Islam, bisa saja dilakukan secara agama (penjatuhan talak suami). Talak
mana bisa saja belum atau tidak disahkan secara hukum negara (di pengadilan).
Akan tetapi istri yang telah ditalak suami demikian telah cerai secara agama
dan tidak boleh lagi dicampuri (digauli), sekalipun talaknya belum disahkan
pengadilan.
Perkawinan dapat dibatalkan
apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Tidak memenuhi syarat formil, dilangsungkan di hadapan pegawai pencatat nikah
yang tak berwenang; wali nikah yang tidak sah; perkawinan tanpa dihadiri dua
orang saksi; dll. Lantas dibatalkan ataukah batal demi hukum?
Terlepas itu, Apakah penistaan
agama? Aturan Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama dan KUHP?
Pembohongan publikkah? Apakah pernyataannya akan berdampak luas dan ditiru
masyarakat?
Kecewa sikap suami? Ketidak
sengajaan untuk kecewa? tak benar-benar meyakini memeluk agama seperti yang
dijanjikan? Yang benar dan sungguh-sungguh seperti apa?Lantas mau ganti rugi?
Wanprestasi? Hubungan suci pernikahan emang wanprestasi? Kalau pernyataan tertulis?
Lantas bagaimana jika pernyataan tersebut jadikan kecewa dan dirasa dibohongi?
Eits, melaksanakan apa yang
dijanjikan, tapi tidak sebagaimana dijanjikan kalau dikategorikan wanprestasi perjanjian
pernikahan apa dapat dilaporkan Pasal 378 KUHP (bedrog)? hmm, Apa semua telah dimaksudkan? Siapa
yang diuntungkan? Apa melawan hukum? Siapa yang menggerakkan dan siapa yang
digerakkan? Apa yang diserahkan? Apakah memberi atau menghapuskan piutang?
Kalau Mahkamah Agung No.
1601.K/Pid/1990 tanggal 26 Juli 1990 dalam yurisprudensinya;
“Unsur pokok delict penipuan (ex Pasal 378 KUHP) terletak pada cara/upaya
yang telah digunakan oleh si pelaku delict untuk menggerakan orang lain agar
menyerahkan sesuatu barang.”
Apabila perjanjian telah
dibuat dengan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat atau rangkaian
kebohongan. Apa kecewa itu Rangkaian kebohongan keseriusan memeluk agama yang
dijanjikan? Emang wanprestasi perkawinan? Digugat? Lantas melanggar kesusilaan
dan ketertiban umumkah?
Pasal
2 UU Perkawinan telah tegas menyatakan, “Perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”
Perkawinan Andah dan JR dilangsungkan menurut hukum agama Islam. Karena itu,
secara formil-prosedural pernikahan ini dianggap sah. Namun, secara materil,
perkawinan ini sebenarnya tak sah jika benar JR tidak sungguh-sungguh jadi
mualaf.
Jika permohonan pembatalan
perkawinan dikabulkan, maka konsekuensi hukumnya perkawinan dinyatakan batal
dimulai sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dan berlaku ke
belakang sejak saat berlangsungnya perkawinan. Perkawinan seolah tak pernah
ada.
Jika dalam perceraian,
perkawinan tetap diakui eksistensinya sejak tanggal perkawinan dilangsungkan
sampai putusan perceraian berkekuatan hukum tetap. Dengan segala akibat
hukumnya dihitung sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, tidak
berlaku mundur ke belakang.
Jilbab
Andah,
Coba seandainya Andah masih
berjilbab (seperti dalam peran filmnya)?
Pasti akan berbeda cerita, hmm….pastinya tawaran iklan jilbab sudah
menunggu..hehe. Apalagi kalau Saya produsernya, yang pasti peran artis laki-laki
nya bukan DH (lha wong gak ada artisnya),
jadi hanya Andah pemerannya, itu pun dibayar pakai bubur ayam ini hehe…(Ngaco) .
Soal Jilbab, yang pasti bagi
Saya (subjektip banget), pernahnya
Andah memakai jilbab tetap diakui eksistensinya saat Andah diwajibkan memakai
jilbab pada peran di sinetron yang dibintangi disetiap episodenya hingga tidak
memakai jilbab pada peran film lain maupun dikesehariannya. Pernahnya Andah
berjilbab tetap diakui pernah berjilbab (berlaku surut dong, hehehe). Hal ini
tidak dipungkiri apabila kedepannya beliau dapat membintangi iklan jilbab,
tentunya tidak dalam iklan semata melainkan sehari-harinya. Kali ini penulis
sengaja tidak ingin memasuki dunia per-gossipan lebih lanjut..(hehe).
Sekali lagi bukan membahas permohonan
pembatalan perkawinan Andah, apalagi terkait segala pertanyaan diatas. Karena niat
dasarnya emang mau sarapan bubur tapi dapatnya “ bubur ayam khas gossip”..Alhamdulillah,
makanya Saya lebih memilih “dunia perbubur ayaman” saja bukan “dunia pergosipan”..hehe,
lumayan siapa tau bisa ketulalaran judul film baru ”KETULARAN TUKANG BUBUR NAIK HAJI” amien Ya Rabb (ngarep, InsyaAlloh…tapi
aminin aja..).
Agar tidak terlalu jauh dan
cenderung ngelantur, dengan keterbatasan
untuk tidak riset aturan terkait dan awamnya dunia pergosipan, cerita ini tidak
bermaksud apapun.
Sudah saatnya segala sesuatu
diserahkan kepada kejujuran dalam kepercayaan dan keyakinan agama yang dianut. Seyogyanya inilah momentum
kita mendewasakan pelaksanaan hukum atas Habluminallah maupun Habluminannas baik
formil maupun materiilnya seutuhnya, tanpa alasan apapun.
_Salam Bubur, Assalamualaikum_
Note:
“Penulisan hanya untuk
menanggapi gosip tukang bubur, dan tidak ada maksud apapun”
Komentar
Posting Komentar