Kasus Wanprestasi Bisa Dilaporkan Jadi Penipuan?
Apakah Kasus Wanprestasi Bisa Dilaporkan Jadi Penipuan?
Pengasuh yang terhormat, unsur apa yang harus terpenuhi sehingga
perkara wanprestasi bisa dilaporkan pidana penipuan?
Sebelum menjawab pertanyaan Saudara ada baiknya kita simak dulu definisi wanprestasi dan penipuan.
Wanprestasi berasal dari bahasa
Belanda yang berarti prestasi buruk yang timbul dari adanya perjanjian
yang dibuat oleh satu orang atau lebih dengan satu orang atau lebih
lainnya (obligatoire overeenkomst) (lihat Pasal 1313 KUHPerdata). Wanprestasi dikategorikan ke dalam perbuatan-perbuatan sebagai berikut (Subekti, “Hukum Perjanjian”):
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Sedangkan, penipuan adalah perbuatan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 378 KUHP pada Bab XXV tentang Perbuatan Curang (bedrog). Bunyi selengkapnya Pasal 378 KUHP adalah sebagai berikut:
“Barangsiapa
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan
tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain
untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang
maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana
penjara paling lama empat tahun”.
Berdasarkan bunyi pasal di atas unsur-unsur dalam perbuatan penipuan adalah:
a. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum;
b. Menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang;
c. Dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan (memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan)
Unsur poin c di atas yaitu mengenai cara
adalah unsur pokok delik yang harus dipenuhi untuk mengkategorikan
suatu perbuatan dikatakan sebagai penipuan. Demikian sebagaimana kaidah
dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1601.K/Pid/1990 tanggal 26 Juli
1990 yang mengatakan:
“Unsur pokok
delict penipuan (ex Pasal 378 KUHP) adalah terletak pada cara/upaya
yang telah digunakan oleh si pelaku delict untuk menggerakan orang lain
agar menyerahkan sesuatu barang.”
Oleh sebab itu, dari pertanyaan
Saudara maka unsur yang harus dipenuhi apabila perkara perdata berupa
wanprestasi dapat dilaporkan pidana apabila perjanjian telah dibuat
dengan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat atau rangkaian
kebohongan.
Berikut adalah contoh kasus sebagai ilustrasi;
A memberikan pinjaman dana kepada
B, kemudian B akan melakukan pengembalian dana berikut bunganya dengan
menerbitkan cek dengan tanggal yang telah disepakati antara A dan B.
Apabila B menerbitkan cek yang
disadari olehnya bahwa cek tersebut tidak akan pernah ada dananya,
padahal dia telah menjanjikan kepada A bahwa cek tersebut ada dananya,
maka perbuatan B dapat dikategorikan sebagai perbuatan penipuan dengan
cara tipu muslihat. Hal demikian sebagaimana ditegaskan dalam
Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 133 K/Kr/1973 tanggal 15-11-1975.
Kecuali apabila B tahu cek tersebut memang ada dananya pada saat
diterbitkan dan namun pada saat tanggal jatuh tempo dananya tidak ada
maka perbuatan B baru dapat dikategorikan sebagai perbuatan wanprestasi
murni.
Demikian penjelasan dari saya. Semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No. 73)
Putusan:
Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 133 K/Kr/1973 tanggal 15-11-1975
Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1601.K/Pid/1990 tanggal 26 Juli 1990
Komentar
Posting Komentar