Hak Privilege dan Hak Retensi
Selasa, 08 Oktober 2013
Hak Privilege dan Hak Retensi
Apa yang dimaksud dengan hak privilege dan hak retentie dalam hukum perdata?
Hak privilege merupakan jaminan khusus yang didasarkan pada undang-undang. Hak privilege atau hak istimewa adalah hak yang didahulukan. Mengenai hak privilege dapat Anda lihat dalam Pasal 1134 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), yaitu suatu hal yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.
Menurut J. Satrio dalam bukunya yang berjudul Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan,
mengatakan bahwa dari perumusan dalam Pasal 1134 KUHPer, tampak bahwa
hak istimewa diberikan oleh undang-undang, artinya: piutang-piutang
tertentu, yang disebutkan oleh undang-undang, secara otomatis mempunyai
kedudukan yang didahulukan. Hak privilege ini bersifat accesoir dan tidak dapat berdiri sendiri.
Lebih lanjut J. Satrio (ibid, hal. 28-29) mengatakan bahwa para pihak tidak dapat memperjanjikan suatu privilege,
artinya memperjanjikan bahwa tagihan yang timbul dari perjanjian yang
mereka tutup mengandung privilege; semua privilege adanya ditentukan
secara limitatif oleh undang-undang dan bahkan orang tidak diperkenankan
untuk memperluasnya dengan jalan penafsiran terhadap
perikatan-perikatan (tagihan-tagihan), yang tidak secara tegas di dalam
undang-undang, dinyatakan sebagai hak tagihan yang diistimewakan.
Menurut J. Satrio (ibid,
hal. 29-30) privilege harus dituntut, harus dimajukan, artinya kalau
pemilik tagihan yang diistimewakan tinggal diam saja, maka tagihannya
dianggap sebagai tagihan biasa (konkuren). Pemilik tagihan tersebut
harus menuntut agar ia dimasukkan dalam daftar tingkatan menurut tingkat
yang diberikan kepadanya menurut undang-undang dan dengan demikian
mendapat pelunasan menurut urutan tingkatnya dalam daftar.
Privilege
lain daripada gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia, ia bukan
merupakan hak kebendaan. Pemilik hak tagih yang diistimewakan pada
asasnya tidak mempunyai hak-hak yang lebih dari orang lain. Ia tidak
mempunyai hak untuk menjual sendiri benda-benda atas mana ia mempunyai
hak yang didahulukan untuk mengambil pelunasan, ia tidak mempunyai hak
yang mengikuti bendanya kalau benda itu ada di tangan pihak ketiga (droit de suite).
Kelebihannya hanya bahwa atas hasil penjualan benda tertentu/semua
benda milik debitur, ia didahulukan di dalam mengambil pelunasannya.
Mengenai apa saja yang termasuk ke dalam hak privilege ini dapat dilihat
dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPer.
Hak retensi
Sedangkan mengenai hak retensi (retentie), J. Satrio, (ibid,
hal. 20), menjelaskan bahwa hak retensi adalah hak yang diberikan
kepada kreditur tertentu, untuk menahan benda debitur, sampai tagihan
yang berhubungan dengan benda tersebut dilunasi, sebagaimana terdapat
dalam Pasal 575 ayat (2), Pasal 1576, Pasal 1364 ayat (2), Pasal 1616,
Pasal 1729, dan Pasal 1812 KUHPer.
Pasal 575 ayat (2) KUHPer:
Selanjutnya
ia berhak menuntut kembali segala biaya yang telah harus dikeluarkan
guna menyelamatkan dan demi kepentingan barang tersebut, demikian pula
Ãa berhak menguasai barang yang diminta kembali itu selama ia belum
mendapat penggantian biaya dan pengeluaran tersebut dalam pasal ini.
Pasal 1576 KUHPer:
Dengan
dijualnya barang yang disewa, sewa yang dibuat sebelumnya tidak
diputuskan kecuali bila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan
barang. Jika ada suatu perjanjian demikian, penyewa tidak berhak
menuntut ganti rugi bila tidak ada suatu perjanjian yang tegas, tetapi
jika ada perjanjian demikian, maka ia tidak wajib mengosongkan barang
yang disewa selama ganti rugi yang terutang belum dilunasi.
Pasal 1364 ayat (2) KUHPer:
Orang yang menguasai barang itu berhak memegangnya dalam penguasaannya hingga pengeluaran-pengeluaran tersebut diganti.
Pasal 1616 KUHPer:
Para
buruh yang memegang suatu barang milik orang lain untuk mengerjakan
sesuatu pada barang itu, berhak menahan barang itu sampai upah dan biaya
untuk itu dilunasi, kecuali bila untuk upah dan biaya buruh tersebut
pemberi tugas itu telah menyediakan tanggungan secukupnya.
Pasal 1729 KUHPer:
Penerima
titipan berhak menahan barang titipan selama belum diganti semua ongkos
kerugian yang wajib dibayar kepadanya karena penitipan itu.
Pasal 1812 KUHPer:
Penerima
kuasa berhak untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa yang berada di
tangannya hingga kepadanya dibayar lunas segala sesuatu yang dapat
dituntutnya akibat pemberian kuasa.
Lebih lanjut, J. Satrio (ibid,
hal 20) mengatakan bahwa hak retensi/menahan tersebut memberikan
tekanan kepada debitur agar segera melunasi utangnya. Kreditur dengan
hak retensi sangat diuntungkan dalam penagihan piutangnya. Hak retensi
berbeda dengan hak-hak jaminan kebendaan yang lain, karena ia tidak
diperikatkan secara khusus, tidak diperjanjikan, dan bukan diberikan
oleh undang-undang dengan maksud untuk mengambil pelunasan lebih dahulu
dari “hasil penjualan” benda-benda debitur, tetapi sifat jaminan di sana
muncul demi hukum, karena ciri/sifat daripada lembaga hukum itu
sendiri. Namun demikian, ia tetap bukan merupakan privilege, karena
privilege ditentukan sebagai demikian oleh undang-undang.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
http://www.hukumonline.com
Komentar
Posting Komentar