Sumpah Decisoir
Sumpah Decisoir
Sumpah
decisior atau pemutus adalah sumpah yang dibebankan ats permintaan
salah satu pihak kepada l;awannya (ps. 156 HIR, 183 Rbg, 1930 BW). Pihak
yang minta lawannya mengucapkan sumpah disebut deferent, sedang yang
harus bersumpah disebut delaat.
Berlainan
dengan pada sumpah suppletoir maka sumpah decisior dapat dibebankan
atau diperintahkan meskipun tidak ada pembuktian sama sekali, sehingga
pembebanan sumpah decisior ini dapat dilakukan pada setiap saat selama
pemeriksaan persidangan (ps. 156 HIR, 183 Rbg, 1930 BW).
Inisiatif
untuk membebani sumpah decisoir ini dating dari salah satu pihak
(deferent) dan ia pulalah yang menyusun rumusan sumpahnya. Dan sumpah
decisoir itu dapat dibebankan kepada syapa saja, yang dapat menjadi
pihak dalam perkara, secara pribadi atau oleh orang yang diberi kuasa
khusus dengan akta otentik (ps. 157 HIR, 184 Rbg, 1945 BW).
Sumpah
decisoir ini dapat dibebankan mengenbai segala peristiwa yang menjadi
sengketa dan bukan mengenai berbagai pendapat tentang hukum atau
hubungan hukum (ps. 1930 BW). Seklaipun demikian tetapi peristiwa itu
harus mengenai perbuatan yang dilakukan sendiri oleh pihak yang disuruh
bersumpah (fait personnel): ps 156 HIR, 183 Rbg, 1931 BW..
Kalau
perbuatan itu dilakukan oleh kedua belah pihak dan pihak yang disuruh
bersumpah (delaat) tidak bersedia mengucapkan sumpah, dapat
mengembalikan sumpah itu kepada lawannya (relaat). Kalau perbuatan yang
dimintakan buakan merupakan perbuatan yang dilakukan bersama oleh kedua
belah pihak, melainkan hanya dilakuakan oleh pihak yang dibebani sumpah
saja, maka sumpah itu tidak boleh dikembalikan (ps. 1933 BW)
Akibat
mengucapkan sumpah decisoir ialah bahwa kebenaran peristiwa yang
disumpahkan peristiwa menjadi pasti dan pihak lawan tidak dapat
membuktikann bahwa sumpah itu palsu, tanpa menguranggi wewenang jaksa
untuk memnuntut berdasarkan sumpah palsu (ps. 242 KUHP), sehingga
merupakan bukti yang bersifat menentukan, yang berarti bahwa deferent
harus dikalahkan tanpa ada kemungkinan untuk mengajukan alat bukti
lainnya (ps. 177 HIR, 314 Rbg, 1936 BW).
Dikembalikannya
sumpah pada lawannya berarti bahwa putusan hakim tergantung pada sifat
relaat terhadap pengembaliaan sumpah itu oleh delaat. Tidak semua
sumpah decisoir dapat dikembalikan. Sepeti yang telah diketengahkan di
muka maka sum[pah decisoir baru dapat dikembalikan oleh delaat apabla
sumpah itu bagi deferent berhubungan dengan perbuatan yang dilakukannya
sendiri dan bukan dilakukan bersama-sama dengan pihak lawan (ps. 1933
BW).
Baik sumpah suppletoir maupun
decisoir kedua-duanya bertujuan menyelesaikan perkara (ps. 155,156 HIR,
182,183 Rbg, 1929, 1940 BW). Dengan telah dilakukannya sumpah maka
pemeriksaan perkara dianggap selesai dan hakim tinggal menjatuhkan
putusannya.
Sumpah harus dilalkuan di
persidangan, kecuali oleh karena alas an-alasan yang sah penyumpahan
tidak dapat dilakukan di persidangan, dan hanya dapat dilakukan di
hadapan lawannnya (ps. 1937 BW). Sumpah decisoir dapat berupa sumpah
pocong, sumpah mimbar (sumpah di gereja) dan sumpah klenteng.
Pada
hakekatnya sumpah decisoir maupun suppletoir bukanlah merupakan alat
bukti karena merupakan keterangan sepihak, maka tidak mengherankan kalau
ada sementara penulis menghendaki agar sumpah sebagai bukti
deikeluarkan dari pasal 164 HIR (ps. 284 Rbg, 1866 BW). Apakah dalam
suatu perkara kepada salah satu pihak akan diperintahkan atau diizinkan
mengangkat sumpah atau tidak adalah sepenuhnya wewenang judex fact.
Komentar
Posting Komentar