Hukum PROPERTHY
PROPERTHY LAW
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011
TENTANG RUMAH SUSUN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang
merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat
strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu
upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif;
b. bahwa negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa
Indonesia dalam penyelenggaraan perumahan melalui rumah susun yang layak bagi
kehidupan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah
Indonesia;
c. bahwa setiap orang dapat berpartisipasi untuk memenuhi
kebutuhan tempat tinggal melalui pembangunan rumah susun yang layak, aman,
harmonis, terjangkau secara mandiri, dan berkelanjutan;
d. bahwa negara berkewajiban memenuhi kebutuhan tempat tinggal
yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah;
e. bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum, kebutuhan setiap orang, dan
partisipasi masyarakat serta tanggung jawab dan kewajiban Negara dalam
penyelenggaraan rumah susun sehingga perlu diganti;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, huruf c, huruf d, danhuruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang
Rumah Susun;
Mengingat :
1. Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat
(4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG
TENTANG RUMAH SUSUN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
a. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun
dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan
satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah,
terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama.
b. Penyelenggaraan rumah susun adalah kegiatan perencanaan,
pembangunan, penguasaan dan pemanfaatan, pengelolaan, pemeliharaan dan
perawatan, pengendalian, kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta
peran masyarakat yang dilaksanakan secara sistematis, terpadu, berkelanjutan,
dan
bertanggung jawab.
c. Satuan rumah susun yang selanjutnya disebut sarusun adalah unit
rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama
sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.
d. Tanah bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk
bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di
atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin
mendirikan bangunan.
e. Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara
tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan
satuan-satuan rumah susun.
f. Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah
susun melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk
pemakaian bersama.
g. Rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
h. Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan khusus.
i. Rumah susun negara adalah rumah susun yang dimiliki negara dan
berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas
pejabat dan/atau pegawai negeri.
j. Rumah susun komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan
untuk mendapatkan keuntungan.
k. Sertifikat hak milik sarusun yang selanjutnya disebut SHM
sarusun adalah tanda
bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna
bangunan atau hak
pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai
di atas tanah hak
pengelolaan.
l. Sertifikat kepemilikan bangunan gedung sarusun yang selanjutnya
disebut SKBG
sarusun adalah tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas barang
milik
negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa.
m. Nilai perbandingan proporsional yang selanjutnya disebut NPP
adalah angka yang
menunjukkan perbandingan antara sarusun terhadap hak atas bagian
bersama, benda
bersama, dan tanah bersama yang dihitung berdasarkan nilai sarusun
yang
bersangkutan terhadap jumlah nilai rumah susun secara keseluruhan
pada waktu
pelaku pembangunan pertama kali memperhitungkan biaya
pembangunannya secara
keseluruhan untuk menentukan harga jualnya.
n. Masyarakat berpenghasilan rendah yang selanjutnya disebut MBR
adalah
masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu
mendapat
dukungan pemerintah untuk memperoleh sarusun umum.
o. Pelaku pembangunan rumah susun yang selanjutnya disebut pelaku
pembangunan
adalah setiap orang dan/atau pemerintah yang melakukan pembangunan
perumahan
dan permukiman.
p. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
q. Badan hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh warga negara
Indonesia yang
kegiatannya di bidang penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman.
r. Pemilik adalah setiap orang yang memiliki sarusun.
s. Penghuni adalah orang yang menempati sarusun, baik sebagai
pemilik maupun
bukan pemilik.
t. Pengelola adalah suatu badan
hukum yang bertugas untuk mengelola rumah susun.
u. Perhimpunan pemilik dan penghuni sarusun yang selanjutnya
disebut PPPSRS
adalah badan hukum yang beranggotakan para pemilik atau penghuni
sarusun.
v. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia
Tahun 1945.
w. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan
perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
x. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Penyelenggaraan rumah susun berasaskan pada:
a. kesejahteraan;
b. keadilan dan pemerataan;
c. kenasionalan;
d. keterjangkauan dan kemudahan;
e. keefisienan dan kemanfaatan;
f. kemandirian dan kebersamaan;
g. kemitraan;
h. keserasian dan keseimbangan;
i. keterpaduan;
j. kesehatan;
k. kelestarian dan berkelanjutan;
l. keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan; dan
m. keamanan, ketertiban, dan keteraturan.
Pasal 3
Penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk:
a. menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni
dan terjangkau dalam
lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan
berkelanjutan serta menciptakan
permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan
ekonomi, sosial, dan budaya;
b. meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan
ruang dan tanah, serta
menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
dalam menciptakan kawasan
permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang
dengan memperhatikan prinsip
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
c. mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan
dan permukiman kumuh;
d. mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang
serasi, seimbang, efisien, dan
produktif;
e. memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang
menunjang kehidupan penghuni dan
masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan
kebutuhan perumahan
dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR;
f. memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang
pembangunan rumah susun;
g. menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang
layak dan terjangkau, terutama
bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis,
dan berkelanjutan dalam
suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang
terpadu; dan
h. memberikan kepastian hukum dalam penyediaan,
kepenghunian, pengelolaan, dan
kepemilikan rumah susun.
Pasal 4
Lingkup pengaturan undang-undang ini meliputi:
a. pembinaan;
b. perencanaan;
c. pembangunan;
d. penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan;
e. pengelolaan;
f. peningkatan kualitas;
g. pengendalian;
h. kelembagaan;
i. tugas dan wewenang;
j. hak dan kewajiban;
k. pendanaan dan sistem pembiayaan; dan
l. peran masyarakat.
BAB III
PEMBINAAN
Pasal 5
(1) Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan
rumah susun yang pembinaannya
dilaksanakan oleh pemerintah.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh:
a. Menteri pada tingkat nasional;
b. gubernur pada tingkat provinsi; dan
c. bupati/walikota pada tingkat kabupaten/kota.
Pasal 6
(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(2) meliputi:
a. perencanaan;
b. pengaturan;
c. pengendalian; dan
d. pengawasan.
(2) Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Menteri
melakukan koordinasi lintas sektoral, lintas wilayah,
dan lintas pemangku
kepentingan, baik vertikal maupun horizontal.
Pasal 7
a. Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf a merupakan satu
kesatuan yang utuh dari perencanaan pembangunan
nasional dan merupakan bagian
integral dari perencanaan pembangunan daerah.
b. Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh pemerintah
sesuai dengan tingkat kewenangannya serta melibatkan
peran serta masyarakat.
c. Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disusun pada tingkat nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota dengan memperhatikan
kebijakan dan strategi nasional
di bidang rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
d. Perencanaan pada tingkat nasional menjadi pedoman
untuk menyusun perencanaan
penyelenggaraan pembangunan rumah susun pada tingkat
provinsi dan
kabupaten/kota.
Pasal 8
Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf b meliputi:
a. pembangunan;
b. penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan;
c. pengelolaan;
d. peningkatan kualitas;
e. kelembagaan; dan
f. pendanaan dan sistem pembiayaan.
Pasal 9
Pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf c dilakukan untuk
menjamin penyelenggaraan rumah susun sesuai dengan
tujuannya.
Pasal 10
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf d meliputi pemantauan,
evaluasi, dan tindakan koreksi sesuai dengan ketentuan
peraturan Perundang-undangan.
Pasal 11
(1) Pemerintah melakukan pembinaan penyelenggaraan
rumah susun secara nasional
untuk memenuhi tertib penyelenggaraan rumah susun.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan cara:
a. koordinasi penyelenggaraan rumah susun;
b. sosialisasi peraturan perundang-undangan dan
sosialisasi norma, standar, prosedur,
dan kriteria;
c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi;
d. pendidikan dan pelatihan;
e. penelitian dan pengembangan;
f. pengembangan sistem dan layanan informasi dan
komunikasi; dan
g. pemberdayaan pemangku kepentingan rumah susun.
(3) Pemerintah melakukan pembinaan penyelenggaraan
rumah susun kepada pemerintah
daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan
masyarakat.
(4) Pembinaan penyelenggaraan rumah susun sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
dilakukan dengan tujuan:
a. mendorong pembangunan rumah susun dengan
memanfaatkan teknik dan
teknologi, bahan bangunan, rekayasa konstruksi, dan
rancang bangun yang tepatguna
serta mempertimbangkan kearifan lokal dan keserasian
lingkungan yang
aman bagi kesehatan;
b. mendorong pembangunan rumah susun yang mampu
menggerakkan industri
perumahan nasional dan memaksimalkan pemanfaatan
sumber daya lokal,
termasuk teknologi tahan gempa;
c. mendorong terwujudnya hunian yang layak dan
terjangkau bagi masyarakat
sebagai sarana pembinaan keluarga; dan
d. mendorong pewujudan dan pelestarian nilai-nilai
wawasan nusantara atau budaya
nasional dalam pembangunan rumah susun.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PERENCANAAN
Pasal 13
(1) Perencanaan pembangunan rumah susun meliputi:
a. penetapan penyediaan jumlah dan jenis rumah susun;
b. penetapan zonasi pembangunan rumah susun; dan
c. penetapan lokasi pembangunan rumah susun.
(2) Penetapan penyediaan jumlah dan jenis rumah susun
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilakukan berdasarkan kelompok
sasaran, pelaku, dan sumber daya
pembangunan yang meliputi rumah susun umum, rumah
susun khusus, rumah susun
negara, dan rumah susun komersial.
(3) Penetapan zonasi dan lokasi pembangunan rumah
susun sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dan huruf c harus dilakukan sesuai
dengan ketentuan rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota.
(4) Dalam hal daerah belum mempunyai rencana tata
ruang wilayah, gubernur atau
bupati/walikota dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah menetapkan
zonasi dan lokasi pembangunan rumah susun umum, rumah
susun khusus, dan rumah
susun negara dengan mempertimbangkan daya dukung dan
daya tampung
lingkungan.
(5) Khusus untuk wilayah Provinsi DKI Jakarta
penetapan zonasi dan lokasi
pembangunan rumah susun dilakukan sesuai dengan
ketentuan Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Pasal 14
(1) Perencanaan pembangunan rumah susun dilaksanakan
berdasarkan:
a. kepadatan bangunan;
b. jumlah dan kepadatan penduduk;
c. rencana rinci tata ruang;
d. layanan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
e. layanan moda transportasi;
f. alternatif pengembangan konsep pemanfaatan rumah
susun;
g. layanan informasi dan komunikasi;
h. konsep hunian berimbang; dan
i. analisis potensi kebutuhan rumah susun.
(2) Pedoman perencanaan pembangunan rumah susun diatur
dengan peraturan Menteri.
BAB V
PEMBANGUNAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
(1) Pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus,
dan rumah susun negara
merupakan tanggung jawab pemerintah.
(2) Pembangunan rumah susun umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang
dilaksanakan oleh setiap orang mendapatkan kemudahan
dan/atau bantuan
pemerintah.
(3) Pembangunan rumah susun umum dan rumah susun
khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh lembaga nirlaba
dan badan usaha.
Pasal 16
(1) Pembangunan rumah susun komersial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
dapat dilaksanakan oleh setiap orang.
(2) Pelaku pembangunan rumah susun komersial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya
20% (dua puluh persen)
dari total luas lantai rumah susun komersial yang
dibangun.
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan di luar lokasi
kawasan rumah susun komersial pada kabupaten/kota yang
sama.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban
menyediakan rumah susun umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dalam peraturan pemerintah.
Pasal 17
Rumah susun dapat dibangun di atas tanah:
a. hak milik;
b. hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara;
dan
c. hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak
pengelolaan.
Pasal 18
Selain dibangun di atas tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17, rumah susun umum
dan/atau rumah susun khusus dapat dibangun dengan:
a. pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa
tanah; atau
b. pendayagunaan tanah wakaf.
Pasal 19
(1) Pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa
tanah untuk pembangunan rumah
susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a
dilakukan dengan cara sewa
atau kerja sama pemanfaatan.
(2) Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
telah diterbitkan sertifikat hak atas
tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pelaksanaan sewa atau kerja sama pemanfaatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 20
(1) Pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rumah
susun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf b dilakukan dengan cara
sewa atau kerja sama
pemanfaatan sesuai dengan ikrar wakaf.
(2) Apabila pendayagunaan tanah wakaf sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak
sesuai dengan ikrar wakaf, dapat dilakukan pengubahan
peruntukan setelah
memperoleh persetujuan dan/atau izin tertulis Badan
Wakaf Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengubahan peruntukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) hanya dapat dilakukan
untuk pembangunan rumah susun umum.
(4) Pelaksanaan sewa atau kerja sama pemanfaatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dan ketentuan
peraturan perundangundangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan
tanah wakaf untuk rumah susun
umum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
(1) Pemanfaatan dan pendayagunaan tanah untuk
pembangunan rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 harus
dilakukan dengan
perjanjian tertulis di hadapan pejabat yang berwenang
sesuai dengan ketentuan
peraturan Perundang-undangan.
(2) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sekurang-kurangnya memuat:
a. hak dan kewajiban penyewa dan pemilik tanah;
b. jangka waktu sewa atas tanah;
c. kepastian pemilik tanah untuk mendapatkan
pengembalian tanah pada akhir masa
perjanjian sewa; dan
d. jaminan penyewa terhadap tanah yang dikembalikan
tidak terdapat permasalahan
fisik, administrasi, dan hukum.
(3) Jangka waktu sewa atas tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b diberikan
selama 60 (enam puluh) tahun sejak ditandatanganinya
perjanjian tertulis.
(4) Penetapan tarif sewa atas tanah dilakukan oleh
Pemerintah untuk menjamin
keterjangkauan harga jual sarusun umum bagi MBR.
(5) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dicatatkan di kantor
pertanahan.
Bagian Kedua
Penyediaan Tanah
Pasal 22
(1) Penyediaan tanah untuk pembangunan rumah susun
dapat dilakukan melalui:
a. pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang
langsung dikuasai negara;
b. konsolidasi tanah oleh pemilik tanah;
c. peralihan atau pelepasan hak atas tanah oleh
pemegang hak atas tanah;
d. pemanfaatan barang milik negara atau barang milik
daerah berupa tanah;
e. pendayagunaan tanah wakaf;
f. pendayagunaan sebagian tanah negara bekas tanah
terlantar; dan/atau
g. pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan
umum.
(2) Penyediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal pembangunan rumah susun dilakukan di
atas tanah hak guna bangunan
atau hak pakai di atas hak pengelolaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf
c, pelaku pembangunan wajib menyelesaikan status hak
guna bangunan atau hak
pakai di atas hak pengelolaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
sebelum menjual sarusun yang bersangkutan.
Bagian Ketiga
Persyaratan Pembangunan
Paragraf 1
Umum
Pasal 23
(1) Pembangunan rumah susun dilakukan melalui
perencanaan teknis, pelaksanaan, dan
pengawasan teknis.
(2) Perencanaan teknis, pelaksanaan, dan pengawasan
teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 24
Persyaratan pembangunan rumah susun meliputi:
a. persyaratan administratif;
b. persyaratan teknis; dan
c. persyaratan ekologis.
Pasal 25
(1) Dalam membangun rumah susun, pelaku pembangunan
wajib memisahkan rumah
susun atas sarusun, bagian bersama, benda bersama, dan
tanah bersama.
(2) Benda bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi bagian bersama jika
dibangun sebagai bagian bangunan rumah susun.
(3) Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberikan kejelasan atas:
a. batas sarusun yang dapat digunakan secara terpisah
untuk setiap pemilik;
b. batas dan uraian atas bagian bersama dan benda
bersama yang menjadi hak setiap
sarusun; dan
c. batas dan uraian tanah bersama dan besarnya bagian
yang menjadi hak setiap
sarusun.
Pasal 26
(1) Pemisahan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1) wajib
dituangkan dalam bentuk gambar dan uraian.
(2) Gambar dan uraian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menjadi dasar untuk
menetapkan NPP, SHM sarusun atau SKBG sarusun, dan
perjanjian pengikatan jual
beli.
(3) Gambar dan uraian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibuat sebelum pelaksanaan
pembangunan rumah susun.
(4) Gambar dan uraian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dituangkan dalam bentuk
akta pemisahan yang disahkan oleh bupati/walikota.
(5) Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, akta pemisahan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disahkan oleh Gubernur.
Pasal 27
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemisahan rumah susun
serta gambar dan uraian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26
diatur dengan peraturan pemerintah.
Paragraf 2
Persyaratan Administratif
Pasal 28
Dalam melakukan pembangunan rumah susun, pelaku
pembangunan harus memenuhi
ketentuan administrative yang meliputi:
a. status hak atas tanah; dan
b. izin mendirikan bangunan (IMB).
Pasal 29
(1) Pelaku pembangunan harus membangun rumah susun dan
lingkungannya sesuai
dengan rencana fungsi dan pemanfaatannya.
(2) Rencana fungsi dan pemanfaatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus
mendapatkan izin dari bupati/walikota.
(3) Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, rencana fungsi
dan pemanfaatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan izin
Gubernur.
(4) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diajukan oleh
pelaku pembangunan dengan melampirkan persyaratan
sebagai berikut:
a. sertifikat hak atas tanah;
b. surat keterangan rencana kabupaten/kota;
c. gambar rencana tapak;
d. gambar rencana arsitektur yang memuat denah,
tampak, dan potongan rumah
susun yang menunjukkan dengan jelas batasan secara
vertical dan horizontal dari
sarusun;
e. gambar rencana struktur beserta perhitungannya;
f. gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian
bersama, benda
bersama, dan tanah bersama; dan
g. gambar rencana utilitas umum dan instalasi beserta
perlengkapannya.
(5) Dalam hal rumah susun dibangun di atas tanah sewa,
pelaku pembangunan harus
melampirkan perjanjian tertulis pemanfaatan dan
pendayagunaan tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).
Pasal 30
Pelaku pembangunan setelah mendapatkan izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (2) dan ayat (3) wajib meminta pengesahan dari
pemerintah daerah tentang pertelaan
yang menunjukkan batas yang jelas dari setiap sarusun,
bagian bersama, benda bersama,
dan tanah bersama berserta uraian NPP.
Pasal 31
(1) Pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah
susun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (2) harus mendapatkan izin dari
bupati/walikota.
(2) Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, pengubahan
rencana fungsi dan pemanfaatan
rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mendapatkan izin dari
Gubernur.
(3) Pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah
susun sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak mengurangi fungsi bagian bersama,
benda bersama, dan fungsi
hunian.
(4) Dalam hal pengubahan rencana fungsi dan
pemanfaatan rumah susun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan pengubahan NPP,
pertelaannya harus
mendapatkan pengesahan kembali dari bupati/walikota.
(5) Khusus Provinsi DKI Jakarta pengubahan rencana
fungsi dan pemanfaatan rumah
susun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mendapatkan
pengesahan dari Gubernur.
(6) Untuk mendapatkan izin pengubahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pelaku
pembangunan harus mengajukan alasan dan usulan
pengubahan dengan
melampirkan:
a. gambar rencana tapak beserta pengubahannya;
b. gambar rencana arsitektur beserta pengubahannya;
c. gambar rencana struktur dan penghitungannya beserta
pengubahannya;
d. gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian
bersama, benda
bersama, dan tanah bersama beserta pengubahannya; dan
e. gambar rencana utilitas umum dan instalasi serta
perlengkapannya beserta
pengubahannya.
(7) Pengajuan izin pengubahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dan ayat (5)
dikenai retribusi.
Pasal 32
Pedoman permohonan izin rencana fungsi dan pemanfaatan
serta pengubahannya diatur
dengan peraturan Menteri.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan izin
rencana fungsi dan pemanfaatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 serta permohonan
izin pengubahan rencana fungsi
dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
diatur dengan peraturan daerah.
Pasal 34
(1) Pembangunan rumah susun dilaksanakan berdasarkan
perhitungan dan penetapan
koefisien lantai bangunan dan koefisien dasar bangunan
yang disesuaikan dengan
kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan yang
mengacu pada rencana
tata ruang wilayah.
(2) Ketentuan mengenai koefisien lantai bangunan dan
koefisien dasar bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam
hal terdapat pembatasan
ketinggian bangunan yang berhubungan dengan:
a. ketentuan keamanan dan keselamatan operasional
penerbangan; dan/atau
b. kearifan lokal.
Paragraf 3
Persyaratan Teknis
Pasal 35
Persyaratan teknis pembangunan rumah susun terdiri
atas:
a. tata bangunan yang meliputi persyaratan peruntukan
lokasi serta intensitas dan
arsitektur bangunan; dan
b. keandalan bangunan yang meliputi persyaratan
keselamatan, kesehatan, kenyamanan,
dan kemudahan.
Pasal 36
Ketentuan tata bangunan dan keandalan bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 4
Persyaratan Ekologis
Pasal 37
Pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan
ekologis yang mencakup
keserasian dan keseimbangan fungsi lingkungan.
Pasal 38
Pembangunan rumah susun yang menimbulkan dampak
penting terhadap lingkungan
harus dilengkapi persyaratan nalisis dampak lingkungan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Sertifikat Laik Fungsi
Pasal 39
(1) Pelaku pembangunan wajib mengajukan permohonan
sertifikat laik fungsi kepada
bupati/walikota setelah menyelesaikan seluruh atau
sebagian pembangunan rumah
susun sepanjang tidak bertentangan dengan IMB.
(2) Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, permohonan
sertifikat laik fungsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Gubernur.
(3) Pemerintah daerah menerbitkan sertifikat laik
fungsi setelah melakukan pemeriksaan
kelaikan fungsi bangunan rumah susun sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kelima
Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
Lingkungan Rumah Susun
Pasal 40
(1) Pelaku pembangunan wajib melengkapi lingkungan
rumah susun dengan prasarana,
sarana, dan utilitas umum.
(2) Prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus
mempertimbangkan:
a. kemudahan dan keserasian hubungan dalam kegiatan
sehari-hari;
b. pengamanan jika terjadi hal-hal yang membahayakan;
dan
c. struktur, ukuran, dan kekuatan sesuai dengan fungsi
dan penggunaannya.
(3) Prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi standar pelayanan minimal.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan
minimal prasarana, sarana, dan
utilitas umum diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keenam
Pembangunan Melalui Penanaman Modal Asing
Pasal 41
Pembangunan rumah susun dapat dilakukan melalui
penanaman modal asing sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Pemasaran dan Jual Beli
Rumah Susun
Pasal 42
(1) Pelaku pembangunan dapat melakukan pemasaran
sebelum pembangunan rumah
susun dilaksanakan.
(2) Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan
rumah susun dilaksanakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku pembangunan
sekurang-kurangnya
harus memiliki:
a. kepastian peruntukan ruang;
b. kepastian hak atas tanah;
c. kepastian status penguasaan rumah susun;
d. perizinan pembangunan rumah susun; dan
e. jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga
penjamin.
(3) Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan
rumah susun sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), segala sesuatu yang dijanjikan
oleh pelaku pembangunan
dan/atau agen pemasaran mengikat sebagai perjanjian
pengikatan jual beli (PPJB)
bagi para pihak.
Pasal 43
(1) Proses jual beli sarusun sebelum pembangunan rumah
susun selesai dapat dilakukan
melalui PPJB yang dibuat di hadapan notaris.
(2) PPJB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
setelah memenuhi persyaratan
kepastian atas:
a. status kepemilikan tanah;
b. kepemilikan IMB;
c. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
d. keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh
persen); dan
e. hal yang diperjanjikan.
Pasal 44
(1) Proses jual beli, yang dilakukan sesudah
pembangunan rumah susun selesai,
dilakukan melalui akta jual beli (AJB).
(2) Pembangunan rumah susun dinyatakan selesai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
apabila telah diterbitkan:
a. Sertifikat Laik Fungsi; dan
b. SHM sarusun atau SKBG sarusun.
BAB VI
PENGUASAAN, PEMILIKAN, DAN PEMANFAATAN
Bagian Kesatu
Penguasaan Sarusun
Pasal 45
(1) Penguasaan sarusun pada rumah susun umum dapat
dilakukan dengan cara dimiliki
atau disewa.
(2) Penguasaan sarusun pada rumah susun khusus dapat
dilakukan dengan cara pinjampakai
atau sewa.
(3) Penguasaan terhadap sarusun pada rumah susun
Negara dapat dilakukan dengan cara
pinjam-pakai, sewa, atau sewa-beli.
(4) Penguasaan terhadap sarusun pada rumah susun
komersial dapat dilakukan dengan
cara dimiliki atau disewa.
(5) Penguasaan sarusun dengan cara sewa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(4) dilakukan dengan perjanjian tertulis yang dibuat
di hadapan pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) harus didaftarkan pada
PPPSRS.
(7) Tata cara pelaksanaan pinjam-pakai atau sewa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dalam peraturan pemerintah.
(8) Tata cara pelaksanaan pinjam-pakai, sewa, atau
sewabeli sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan Perundang-undangan.
Bagian Kedua
Pemilikan Sarusun
Pasal 46
(1) Hak kepemilikan atas sarusun merupakan hak milik
atas sarusun yang bersifat
perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas
bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama.
(2) Hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dihitung berdasarkan atas NPP.
Pasal 47
(1) Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di
atas tanah hak milik, hak guna
bangunan, atau hak pakai di atas tanah negara, hak
guna bangunan atau hak pakai di
atas tanah hak pengelolaan diterbitkan SHM sarusun.
(2) SHM sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan bagi setiap orang
yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.
(3) SHM sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan yang terdiri atas:
a. salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah
bersama sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. gambar denah lantai pada tingkat rumah susun
bersangkutan yang menunjukkan
sarusun yang dimiliki; dan
c. pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian
bersama, benda bersama, dan
tanah bersama bagi yang bersangkutan.
(4) SHM sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh kantor
pertanahan kabupaten/kota.
(5) SHM sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan
dibebani hak tanggungan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Pasal 48
(1) Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di
atas barang milik negara/daerah
berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa,
diterbitkan SKBG sarusun.
(2) SKBG sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan yang terdiri atas:
a. salinan buku bangunan gedung;
b. salinan surat perjanjian sewa atas tanah;
c. gambar denah lantai pada tingkat rumah susun yang
bersangkutan yang
menunjukkan sarusun yang dimiliki; dan
d. pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian
bersama dan benda bersama
yang bersangkutan.
(3) SKBG sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh instansi teknis
kabupaten/kota yang bertugas dan bertanggung jawab di
bidang bangunan gedung.
(4) SKBG sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dijadikan jaminan utang
dengan dibebani fidusia sesuai dengan ketentuan
peraturan Perundang-undangan.
(5) SKBG sarusun yang dijadikan jaminan utang secara
fidusia harus didaftarkan ke
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang hukum.
Pasal 49
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk SHM sarusun dan
SKBG sarusun dan tata cara
penerbitannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dan
Pasal 48 diatur dengan
peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Pemanfaatan Rumah Susun
Pasal 50
Pemanfaatan rumah susun dilaksanakan sesuai dengan
fungsi:
a. hunian; atau
b. campuran.
Pasal 51
(1) Pemanfaatan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 dapat berubah dari
fungsi hunian ke fungsi campuran karena perubahan
rencana tata ruang.
(2) Perubahan fungsi yang diakibatkan oleh perubahan
rencana tata ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar mengganti
sejumlah rumah susun dan/atau
memukimkan kembali pemilik sarusun yang
dialihfungsikan.
(3) Pihak yang melakukan perubahan fungsi rumah susun
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib menjamin hak kepemilikan sarusun.
Bagian Keempat
Pemanfaatan Sarusun
Pasal 52
Setiap orang yang menempati, menghuni, atau memiliki
sarusun wajib memanfaatkan
sarusun sesuai dengan fungsinya.
Pasal 53
(1) Setiap orang dapat menyewa sarusun.
(2) Penyewaan sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi hak orang
perseorangan atas sarusun dan pemanfaatan terhadap
bagian bersama, benda bersama,
dan tanah bersama.
Pasal 54
(1) Sarusun umum yang memperoleh kemudahan dari
pemerintah hanya dapat dimiliki
atau disewa oleh MBR.
(2) Setiap orang yang memiliki sarusun umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat mengalihkan kepemilikannya kepada pihak
lain dalam hal:
a. pewarisan;
b. perikatan kepemilikan rumah susun setelah jangka
waktu 20 (dua puluh) tahun;
atau
c. pindah tempat tinggal yang dibuktikan dengan surat
keterangan pindah dari
yang berwenang.
(3) Pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dan huruf c hanya dapat
dilakukan kepada badan pelaksana.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan (3) diatur dalam peraturan pemerintah.
(5) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara
pemberian kemudahan kepemilikan
sarusun umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan
Menteri.
Pasal 55
(1) Sarusun pada rumah susun negara dapat disewa oleh
perseorangan atau kelompok
dengan kemudahan dari pemerintah.
(2) Ketentuan mengenai pedoman penyewaan sarusun
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB VII
PENGELOLAAN
Pasal 56
(1) Pengelolaan rumah susun meliputi kegiatan
operasional, pemeliharaan, dan
perawatan bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama.
(2) Pengelolaan rumah susun sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilaksanakan
oleh pengelola yang berbadan hukum, kecuali rumah
susun umum sewa, rumah
susun khusus, dan rumah susun negara.
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus mendaftar dan
mendapatkan izin usaha dari bupati/walikota.
(4) Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, badan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) harus mendaftar dan mendapatkan izin usaha dari
Gubernur.
Pasal 57
(1) Dalam menjalankan pengelolaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (2),
pengelola berhak menerima sejumlah biaya pengelolaan.
(2) Biaya pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibebankan kepada pemilik
dan penghuni secara proporsional.
(3) Biaya pengelolaan rumah susun umum sewa dan rumah
susun khusus milik
pemerintah dapat disubsidi pemerintah.
(4) Besarnya biaya pengelolaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dihitung
berdasarkan kebutuhan nyata biaya operasional, pemeliharaan,
dan perawatan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penghitungan besarnya biaya pengelolaan
diatur dalam peraturan menteri yang membidangi
bangunan gedung.
Pasal 58
Dalam menjalankan kewajibannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (2),
pengelola dapat bekerja sama dengan orang perseorangan
dan badan hukum.
Pasal 59
(1) Pelaku pembangunan yang membangun rumah susun umum
milik dan rumah susun
komersial dalam masa transisi sebelum terbentuknya
PPPSRS wajib mengelola
rumah susun.
(2) Masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan paling lama 1 (satu)
tahun sejak penyerahan pertama kali sarusun kepada
pemilik.
(3) Pelaku pembangunan dalam pengelolaan rumah susun
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat bekerja sama dengan pengelola.
(4) Besarnya biaya pengelolaan rumah susun pada masa
transisi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditanggung oleh pelaku pembangunan dan
pemilik sarusun berdasarkan
NPP setiap sarusun.
Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan rumah
susun, masa transisi, dan tata cara
penyerahan pertama kali sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, dan
Pasal 59 diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB VIII
PENINGKATAN KUALITAS
Pasal 61
(1) Peningkatan kualitas wajib dilakukan oleh pemilik
sarusun terhadap rumah susun
yang:
a. tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki;
dan/atau
b. dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan
rumah susun dan/atau
lingkungan rumah susun.
(2) Peningkatan kualitas rumah susun selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan atas prakarsa pemilik sarusun.
Pasal 62
(1) Peningkatan kualitas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 61 dilakukan dengan
pembangunan kembali rumah susun.
(2) Pembangunan kembali rumah susun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui pembongkaran, penataan, dan pembangunan.
Pasal 63
Peningkatan kualitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
62 ayat (1) dilakukan dengan
tetap melindungi hak kepemilikan, termasuk kepentingan
pemilik atau penghuni dengan
memperhatikan faktor sosial, budaya, dan ekonomi yang
berkeadilan.
Pasal 64
Penetapan peningkatan kualitas rumah susun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 61 ayat
(1) merupakan kewenangan pemerintah daerah.
Pasal 65
(1) Prakarsa peningkatan kualitas rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
ayat (2) dilakukan oleh:
a. pemilik sarusun untuk rumah susun umum milik dan
rumah susun komersial
melalui PPPSRS;
b. Pemerintah, pemerintah daerah, atau pemilik untuk
rumah susun umum sewa dan
rumah susun khusus; atau
c. Pemerintah atau pemerintah daerah untuk rumah susun
negara.
(2) Prakarsa peningkatan kualitas rumah susun yang
berasal dari pemilik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a harus disetujui paling
sedikit 60 % (enam puluh
persen) anggota PPPSRS.
Pasal 66
Pemrakarsa peningkatan kualitas rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
ayat (1) wajib:
a. memberitahukan rencana peningkatan kualitas rumah
susun kepada penghuni
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sebelum pelaksanaan
rencana tersebut;
b. memberikan kesempatan kepada pemilik untuk
menyampaikan masukan terhadap
rencana peningkatan kualitas; dan
c. memprioritaskan pemilik lama untuk mendapatkan
satuan rumah susun yang sudah
ditingkatkan kualitasnya.
Pasal 67
(1) Dalam pelaksanaan peningkatan kualitas rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 65 ayat (1) huruf a, PPSRS dapat bekerja sama
dengan pelaku pembangunan
rumah susun.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan perjanjian
tertulis yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang
berdasarkan prinsip
kesetaraan.
(3) Pelaksanaan peningkatan kualitas rumah susun umum
dan rumah susun khusus
dilaksanakan oleh badan pelaksana.
Pasal 68
(1) Pelaku pembangunan bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan peningkatan kualitas,
penyediaan tempat hunian sementara yang layak dengan
memperhatikan faktor
jarak, sarana, prasarana, dan utilitas umum, termasuk
pendanaan.
(2) PPPSRS bertanggung jawab terhadap penghunian
kembali pemilik lama setelah
selesainya peningkatan kualitas rumah susun.
(3) Dalam hal penghunian kembali pemilik lama
sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pemilik tidak dikenai bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan.
Pasal 69
Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan kualitas
rumah susun diatur dalam
peraturan pemerintah.
BAB IX
PENGENDALIAN
Pasal 70
(1) Pengendalian penyelenggaraan rumah susun dilakukan
pada tahap:
a. perencanaan;
c. pembangunan;
d. penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan; dan
e. pengelolaan.
(2) Pengendalian penyelenggaraan rumah susun pada
tahap perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui
penilaian terhadap:
a. kesesuaian jumlah dan jenis;
b. kesesuaian zonasi;
c. kesesuaian lokasi; dan
d. kepastian ketersediaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum.
(3) Pengendalian penyelenggaraan rumah susun pada tahap
pembangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan terhadap:
a. bukti penguasaan atas tanah; dan
b. kesesuaian antara pelaksanaan pembangunan dan izin
mendirikan bangunan.
(5) Pengendalian penyelenggaraan rumah susun pada
tahap penguasaan, pemilikan, dan
pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilakukan melalui:
a. pemberian Sertifikat Laik Fungsi; dan
b. bukti penguasaan dan pemilikan atas sarusun.
(6) Pengendalian penyelenggaraan rumah susun pada
tahap pengelolaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan melalui:
a. pengawasan terhadap pembentukan PPPSRS; dan
b. pengawasan terhadap pengelolaan bagian bersama,
benda bersama, dan tanah
bersama.
Pasal 71
(1) Pengendalian penyelenggaraan rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70
ayat (1) dilakukan oleh pemerintah melalui:
a. perizinan;
b. pemeriksaan; dan
c. penertiban.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian
penyelenggaraan rumah susun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB X
KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Badan Pelaksana
Pasal 72
(1) Untuk mewujudkan penyediaan rumah susun yang layak
dan terjangkau bagi MBR,
Pemerintah menugasi atau membentuk badan pelaksana.
(2) Penugasan atau pembentukan badan pelaksana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk:
a. mempercepat penyediaan rumah susun umum dan rumah
susun khusus, terutama
di perkotaan;
b. menjamin bahwa rumah susun umum hanya dimiliki dan
dihuni oleh MBR;
c. menjamin tercapainya asas manfaat rumah susun; dan
d. melaksanakan berbagai kebijakan di bidang rumah
susun umum dan rumah susun
khusus.
(3) Badan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai fungsi
pelaksanaan pembangunan, pengalihan kepemilikan, dan
distribusi rumah susun
umum dan rumah susun khusus secara terkoordinasi dan
terintegrasi.
(4) Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), badan pelaksana
bertugas:
a. melaksanakan pembangunan rumah susun umum dan rumah
susun khusus;
b. menyelenggarakan koordinasi operasional lintas sektor,
termasuk dalam
penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
c. melaksanakan peningkatan kualitas rumah susun umum
dan rumah susun khusus;
d. memfasilitasi penyediaan tanah untuk pembangunan
rumah susun umum dan
rumah susun khusus;
e. memfasilitasi penghunian, pengalihan, pemanfaatan,
serta pengelolaan rumah
susun umum dan rumah susun khusus;
f. melaksanakan verifikasi pemenuhan persyaratan
terhadap calon pemilik dan/atau
penghuni rumah susun umum dan rumah susun khusus; dan
g. melakukan pengembangan hubungan kerja sama di
bidang rumah susun dengan
berbagai instansi di dalam dan di luar negeri.
Pasal 73
Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan atau
pembentukan badan pelaksana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
PPPSRS
Pasal 74
(1) Pemilik sarusun wajib membentuk PPPSRS.
(2) PPPSRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
beranggotakan pemilik atau penghuni
yang mendapat kuasa dari pemilik sarusun.
(3) PPPSRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi
kedudukan sebagai badan
hukum berdasarkan undangundang ini.
Pasal 75
(1) Pelaku pembangunan wajib memfasilitasi
terbentuknya PPPSRS paling lambat
sebelum masa transisi sebagaimana dimaksud pada Pasal
59 ayat (2) berakhir.
(2) Dalam hal PPPSRS telah terbentuk, pelaku
pembangunan segera menyerahkan
pengelolaan benda bersama, bagian bersama, dan tanah
bersama kepada PPPSRS.
(3) PPPSRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berkewajiban mengurus kepentingan
para pemilik dan penghuni yang berkaitan dengan
pengelolaan kepemilikan benda
bersama, bagian bersama, tanah bersama, dan
penghunian.
(4) PPPSRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
membentuk atau menunjuk
pengelola.
Pasal 76
Tata cara mengurus kepentingan para pemilik dan
penghuni yang bersangkutan dengan
penghunian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 diatur
dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga PPPSRS.
Pasal 77
(1) Dalam hal PPPSRS memutuskan sesuatu yang berkaitan
dengan kepemilikan dan
pengelolaan rumah susun, setiap anggota mempunyai hak
yang sama dengan NPP.
(2) Dalam hal PPPSRS memutuskan sesuatu yang berkaitan
dengan kepentingan
penghunian rumah susun, setiap anggota berhak
memberikan satu suara.
Pasal 78
Ketentuan lebih lanjut mengenai PPPSRS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 74, Pasal
75, Pasal 76, dan Pasal 77 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB XI
TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 79
(1) Pemerintah dalam melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan rumah susun
mempunyai tugas dan wewenang.
(2) Tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh
pemerintah sesuai dengan tingkat kewenangan
masing-masing.
Bagian Kedua
Tugas
Paragraf 1
Pemerintah
Pasal 80
Pemerintah dalam melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan rumah susun mempunyai
tugas:
a. merumuskan kebijakan dan strategi di bidang rumah
susun pada tingkat nasional;
b. menyusun rencana dan program pembangunan dan
pengembangan rumah susun pada
tingkat nasional;
c. menyelenggarakan sinkronisasi dan sosialisasi
peraturan perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan rumah susun
pada tingkat nasional;
d. menyelenggarakan fungsi operasionalisasi
pelaksanaan kebijakan penyediaan rumah
susun dan mengembangkan lingkungan rumah susun sebagai
bagian dari permukiman
pada tingkat nasional;
e. memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang
rumah susun pada tingkat
nasional;
f. menyusun dan menetapkan standar pelayanan minimal
rumah susun;
g. menyelenggarakan koordinasi dan fasilitasi
penyusunan dan penyediaan basis data
rumah susun pada tingkat nasional;
h. mengalokasikan dana dn/atau biaya pembangunan untuk
mendukung terwujudnya
rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun
negara;
i. memfasilitasi penyediaan rumah susun bagi
masyarakat, terutama bagi MBR;
j. memfasilitasi penyediaaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum bagi rumah susun
yang disediakan untuk MBR;
k. menyelenggarakan penyusunan kebijakan nasional
tentang pendayagunaan dan
pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang rumah
susun; dan
l. melakukan pencadangan atau pengadaan tanah untuk
rumah susun umum, rumah
susun khusus, dan rumah susun negara yang sesuai
dengan peruntukan lokasi
pembangunan rumah susun.
Paragraf 2
Pemerintah Provinsi
Pasal 81
Pemerintah provinsi dalam melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan rumah susun
mempunyai tugas:
a. merumuskan kebijakan dan strategi di bidang rumah
susun pada tingkat provinsi
dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi
nasional;
b. menyusun rencana dan program pembangunan dan
pengembangan rumah susun pada
tingkat provinsi dengan berpedoman pada perencanaan
nasional;
c. melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan
perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan rumah susun
pada tingkat provinsi;
d. melaksanakan fungsi operasionalisasi kebijakan
penyediaan rumah susun dan
mengembangkan lingkungan hunian rumah susun sebagai
bagian dari kawasan
permukiman pada tingkat provinsi;
e. memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang
rumah susun pada tingkat
provinsi;
f. melaksanakan standar pelayanan minimal rumah susun;
g. melaksanakan koordinasi dan fasilitasi penyusunan
dan penyediaan basis data rumah
susun di kabupaten/kota pada wilayah provinsi;
h. mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan
untuk mendukung terwujudnya
rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun
negara;
i. memfasilitasi penyediaan rumah susun bagi
masyarakat, terutama bagi MBR;
j. memfasilitasi penyediaaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum bagi rumah susun
yang disediakan untuk MBR;
k. melaksanakan kebijakan provinsi tentang
pendayagunaan dan pemanfaatan hasil
rekayasa teknologi di bidang rumah susun dengan
berpedoman pada kebijakan
nasional; dan
l. melakukan pencadangan atau pengadaan tanah untuk
rumah susun umum, rumah
susun khusus, dan rumah susun negara yang sesuai
dengan peruntukan lokasi
pembangunan rumah susun.
Paragraf 3
Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 82
Pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan rumah
susun mempunyai tugas:
a. merumuskan kebijakan dan strategi pada tingkat
kabupaten/kota di bidang rumah
susun dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi
provinsi dan/atau nasional;
b. menyusun rencana dan program pembangunan dan
pengembangan rumah susun pada
tingkat kabupaten/kota dengan berpedoman pada
perencanaan provinsi dan/atau
nasional;
c. melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan
perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan rumah susun
pada tingkat kabupaten/kota;
d. melaksanakan fungsi operasionalisasi kebijakan
penyediaan dan penataan lingkungan
hunian rumah susun pada tingkat kabupaten/kota;
e. memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang
rumah susun pada tingkat
kabupaten/kota;
f. melaksanakan standar pelayanan minimal rumah susun;
g. melaksanakan koordinasi dan fasilitasi penyusunan
dan penyediaan basis data rumah
susun pada tingkat kabupaten/kota;
h. mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan
untuk mendukung terwujudnya
rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun
negara;
i. memfasilitasi penyediaan rumah susun bagi
masyarakat, terutama bagi MBR;
j. memfasilitasi penyediaaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum pembangunan rumah
susun bagi MBR;
k. melaksanakan kebijakan daerah tentang pendayagunaan
dan pemanfaatan hasil
rekayasa teknologi di bidang rumah susun dengan
berpedoman pada kebijakan
provinsi dan/atau nasional;
l. melakukan pencadangan atau pengadaan tanah untuk
rumah susun umum, rumah
susun khusus, dan rumah susun negara yang sesuai
dengan peruntukan lokasi
pembangunan rumah susun;
m. memfasilitasi pemeliharaan dan perawatan prasarana,
sarana, dan utilitas umum
rumah susun yang dibangun secara swadaya oleh
masyarakat; dan
n. menginventarisasi, mencatat, dan memetakan tanah,
prasarana, sarana, utilitas umum,
dan bangunan yang menjadi bagian dari rumah susun.
Bagian ketiga
Wewenang
Paragraf 1
Pemerintah
Pasal 83
Pemerintah dalam melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan rumah susun mempunyai
wewenang:
a. menetapkan kebijakan dan strategi di bidang rumah
susun pada tingkat nasional;
b. menetapkan peraturan perundang-undangan, termasuk
norma, standar, prosedur, dan
kriteria di bidang rumah susun;
c. mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan,
strategi, dan program di
bidang rumah susun pada tingkat nasional;
d. mengawasi pelaksanaan operasionalisasi kebijakan
dan strategi di bidang rumah
susun pada tingkat nasional;
e. memfasilitasi pengelolaan bagian bersama dan benda
bersama rumah susun umum,
rumah susun khusus, dan rumah susun negara;
f. memfasilitasi kerja sama pada tingkat nasional
antara pemerintah dan badan hukum
atau kerja sama internasional antara pemerintah dan
badan hukum asing dalam
penyelenggaraan rumah susun;
g. menyelenggarakan koordinasi pemanfaatan teknologi
dan rancang bangun yang
ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan
bangunan yang mengutamakan
sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman
bagi kesehatan;
h. menyelenggarakan koordinasi pengawasan pelaksanaan
peraturan perundangundangan
di bidang rumah susun; dan
i. memfasilitasi peningkatan kualitas rumah susun
umum, rumah susun khusus, dan
rumah susun negara pada tingkat nasional.
Paragraf 2
Pemerintah Provinsi
Pasal 84
Pemerintah provinsi dalam melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan rumah susun
mempunyai wewenang:
a. menetapkan kebijakan dan strategi di bidang rumah
susun pada tingkat provinsi
dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi
nasional;
b. menyusun dan menyempurnakan peraturan
Perundang-undangan di bidang rumah
susun pada tingkat provinsi dengan berpedoman pada
norma, standar, prosedur, dan
kriteria nasional;
c. menyusun petunjuk pelaksanaan norma, standar,
prosedur dan kriteria di bidang
rumah susun yang telah ditetapkan oleh Pemerintah;
d. melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
operasionalisasi kebijakan dan
strategi di bidang rumah susun pada tingkat provinsi;
e. melaksanakan pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan peraturan perundangundangan,
kebijakan, strategi, serta program di bidang rumah
susun pada tingkat
provinsi;
f. memfasilitasi pengelolaan bagian bersama dan benda
bersama rumah susun umum,
rumah susun khusus, dan rumah susun negara pada
tingkat provinsi;
g. memfasilitasi kerja sama pada tingkat provinsi,
antara pemerintah provinsi,
kabupaten/kota, dan badan hukum dalam penyelenggaraan
rumah susun;
h. melaksanakan pemanfaatan teknologi dan rancang
bangun yang ramah lingkungan
serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang
mengutamakan sumber daya dalam
negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan;
i. melaksanakan pengawasan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan di bidang
rumah susun; dan
j. memfasilitasi peningkatan kualitas rumah susun
umum, rumah susun khusus, dan
rumah susun negara pada tingkat provinsi.
Paragraf 3
Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 85
Pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan rumah
susun mempunyai wewenang:
a. menetapkan kebijakan dan strategi di bidang rumah
susun pada tingkat
kabupaten/kota dengan berpedoman pada kebijakan dan
strategi nasional dan
provinsi;
b. menyusun dan menyempurnakan peraturan
Perundang-undangan di bidang rumah
susun pada tingkat kabupaten/kota dengan berpedoman
pada norma, standar,
prosedur, dan kriteria provinsi dan/atau nasional;
c. menyusun petunjuk pelaksanaan norma, standar,
prosedur dan kriteria di bidang
rumah susun yang telah ditetapkan oleh pemerintah
provinsi dan/atau Pemerintah;
d. melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
operasionalisasi kebijakan dan
strategi di bidang rumah susun;
e. melaksanakan pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan peraturan perundangundangan,
kebijakan, strategi, serta program di bidang rumah
susun pada tingkat
kabupaten/kota;
f. memfasilitasi pengelolaan bagian bersama dan benda
bersama rumah susun umum,
rumah susun khusus, dan rumah susun negara pada
tingkat kabupaten/kota;
g. menetapkan zonasi dan lokasi pembangunan rumah
susun;
h. memfasilitasi kerja sama pada tingkat
kabupaten/kota antara pemerintah
kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan
rumah susun;
i. melaksanakan pemanfaatan teknologi dan rancang
bangun yang ramah lingkungan
serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang
mengutamakan sumber daya dalam
negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan;
j. melaksanakan pengawasan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan di bidang
rumah susun; dan
k. memfasilitasi peningkatan kualitas rumah susun
umum, rumah susun khusus, dan
rumah susun negara pada tingkat kabupaten/kota.
Bagian Keempat
Bantuan dan Kemudahan
Pasal 86
Pemerintah memberikan bantuan dan kemudahan dalam
angka pembangunan,
penghunian, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan
rumah susun bagi MBR.
Pasal 87
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bertanggung
jawab dalam pengadaan tanah
untuk pembangunan rumah susun umum, rumah susun
khusus, dan/atau rumah susun
negara.
(2) Tanggung jawab dalam pengadaan tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang.
(3) Biaya pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibebankan kepada
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan
tingkat kewenangannya.
Pasal 88
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan
insentif kepada pelaku
pembangunan rumah susun mum dan rumah susun khusus
serta memberikan bantuan
dan kemudahan bagi MBR.
(2) Insentif yang diberikan kepada pelaku pembangunan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa:
a. fasilitasi dalam pengadaan tanah;
b. fasilitasi dalam proses sertifikasi tanah;
c. fasilitasi dalam proses perizinan;
d. fasilitas kredit konstruksi dengan suku bunga
rendah;
e. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
dan/atau
f. bantuan penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas
umum.
(3) Bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada MBR
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa:
a. kredit kepemilikan sarusun dengan suku bunga
rendah;
b. keringanan biaya sewa sarusun;
c. asuransi dan penjaminan kredit pemilikan rumah
susun;
d. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
dan/atau
e. sertifikasi sarusun.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata
cara pemberian insentif kepada
pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah susun
khusus serta bantuan dan
kemudahan kepada MBR diatur dalam peraturan
pemerintah.
BAB XII
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 89
(1) Setiap orang mempunyai hak untuk menghuni sarusun
yang layak, terjangkau, dan
berkelanjutan di dalam lingkungan yang sehat, aman,
dan harmonis.
(2) Dalam penyelenggaraan rumah susun, setiap orang
berhak:
a. memberikan masukan dan usulan dalam penyusunan
kebijakan dan strategi rumah
susun pada tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota;
b. mengawasi ketaatan para pemangku kepentingan
terhadap pelaksanaan kebijakan,
strategi, dan program pembangunan rumah susun sesuai
dengan ketentuan yang
ditetapkan, baik pada tingkat nasional, provinsi,
maupun kabupaten/kota;
c. memperoleh informasi, melakukan penelitian, serta
mengembangkan pengetahuan
dan teknologi rumah susun;
d. ikut serta membantu mengelola informasi rumah
susun, baik pada tingkat
nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota;
e. membangun rumah susun;
f. memperoleh manfaat dari penyelenggaraan rumah
susun;
g. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian
yang dialami secara langsung
sebagai akibat penyelenggaraan rumah susun;
h. mengupayakan kerja sama antarlembaga dan kemitraan
antara pemerintah dan
masyarakat dalam kegiatan usaha di bidang rumah susun;
dan
i. mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan
terhadap penyelenggaraan rumah
susun yang merugikan masyarakat.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 90
(1) Setiap orang wajib menaati pelaksanaan kebijakan,
strategi, dan program
pembangunan rumah susun yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang rumah susun.
(2) Setiap orang dalam menggunakan haknya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89
wajib menaati ketentuan peraturan perundangan-undangan
di bidang rumah susun.
(3) Dalam penyelenggaraan rumah susun, setiap orang
wajib:
a. menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan, dan
kesehatan di lingkungan rumah
susun;
b. ikut serta mencegah terjadinya penyelenggaraan
rumah susun yang merugikan
dan membahayakan orang lain dan/atau kepentingan umum;
c. menjaga dan memelihara prasarana dan sarana
lingkungan serta utilitas umum
yang berada di lingkungan rumah susun; dan
d. mengawasi pemanfaatan dan pemfungsian prasarana,
sarana, dan utilitas umum di
lingkungan rumah susun.
BAB XIII
PENDANAAN DAN SISTEM PEMBIAYAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 91
(1) Pendanaan dan sistem pembiayaan dimaksudkan untuk
memastikan ketersediaan dana
dan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk
pemenuhan kebutuhan
rumah susun.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong
pemberdayaan sistem pembiayaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Kedua
Pendanaan
Pasal 92
Sumber dana untuk pemenuhan kebutuhan rumah susun
berasal dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau
c. sumber dana lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 93
Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 dimanfaatkan
untuk mendukung:
a. penyelenggaraan rumah susun umum, rumah susun
khusus, serta rumah susun negara;
dan/atau
b. pemberian bantuan dan/atau kemudahan pembangunan
rumah susun umum, rumah
susun khusus, dan rumah susun negara.
Bagian Ketiga
Sistem Pembiayaan
Paragraf 1
Umum
Pasal 94
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan
upaya pengembangan sistem
pembiayaan untuk penyelenggaraan rumah susun.
(2) Pengembangan sistem pembiayaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. lembaga pembiayaan;
b. pengerahan dan pemupukan dana;
c. pemanfaatan sumber biaya; dan
d. kemudahan atau bantuan pembiayaan.
(3) Sistem pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Pemanfaatan Sumber Biaya
Pasal 95
Pemanfaatan sumber biaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 94 ayat (2) huruf c
digunakan untuk:
a. pembangunan rumah susun;
b. pemerolehan sarusun;
c. pemeliharaan dan perawatan rumah susun;
d. peningkatan kualitas rumah susun; dan/atau
e. kepentingan lain di bidang rumah susun sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XIV
PERAN MASYARAKAT
Pasal 96
(1) Penyelenggaraan rumah susun dilakukan oleh
pemerintah sesuai dengan tingkat
kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan
memberikan masukan dalam:
a. penyusunan rencana pembangunan rumah susun dan
lingkungannya;
b. pelaksanaan pembangunan rumah susun dan
lingkungannya;
c. pemanfaatan rumah susun dan lingkungannya;
d. pemeliharaan dan perbaikan rumah susun dan
lingkungannya; dan/atau
e. pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan rumah
susun dan
lingkungannya.
(3) Masyarakat dapat membentuk forum pengembangan
rumah susun.
(4) Forum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mempunyai
fungsi dan tugas:
a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam
pengembangan rumah
susun;
b. membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan
penyelenggaraan
rumah susun;
c. meningkatkan peran dan pengawasan masyarakat;
d. memberikan masukan kepada pemerintah; dan/atau
e. melakukan peran arbitrase dan mediasi di bidang
penyelenggaraan rumah susun.
(5) Pembentukan forum sebagaimana dimaksud padwa ayat
(3) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran masyarakat
dalam penyelenggaraan rumah
susun dan forum pengembangan rumah susun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (3) diatur dalam peraturan Menteri.
BAB XV
LARANGAN
Pasal 97
Setiap pelaku pembangunan rumah susun komersial
dilarang mengingkari kewajibannya
untuk menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya
20% (dua puluh persen)
dari total luas lantai rumah susun komersial yang
dibangun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (2).
Pasal 98
Pelaku pembangunan dilarang membuat PPJB:
a. yang tidak sesuai dengan yang dipasarkan; atau
b. sebelum memenuhi persyaratan kepastian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat
(2).
Pasal 99
Setiap orang dilarang:
a. merusak atau mengubah prasarana, sarana, dan
utilitas umum yang ada di lingkungan
rumah susun;
b. melakukan perbuatan yang membahayakan orang lain
atau kepentingan umum dalam
lingkungan rumah susun;
c. mengubah fungsi dan pemanfaatan sarusun; atau
d. mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas
umum, serta benda bersama, bagian
bersama, dan tanah bersama dalam pembangunan atau
pengelolaan rumah susun.
Pasal 100
Setiap orang dilarang membangun rumah susun di luar
lokasi yang ditetapkan.
Pasal 101
(1) Setiap orang dilarang:
a. mengubah peruntukan lokasi rumah susun yang sudah
ditetapkan; atau
b. mengubah fungsi dan pemanfaatan rumah susun.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan apabila terdapat
perubahan tata ruang.
Pasal 102
Setiap pejabat dilarang:
a. menetapkan lokasi yang berpotensi menimbulkan
bahaya untuk pembangunan rumah
susun; atau
b. mengeluarkan izin mendirikan bangunan rumah susun
yang tidak sesuai dengan
lokasi peruntukan.
Pasal 103
Setiap orang dilarang menyewakan atau mengalihkan
kepemilikan sarusun umum kepada
pihak lain, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal
54 ayat (2).
Pasal 104
Setiap orang dilarang menghalang-halangi kegiatan
peningkatan kualitas rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), Pasal
62, Pasal 64, dan Pasal 65.
BAB XVI
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 105
(1) Penyelesaian sengketa di bidang rumah susun
terlebih dahulu diupayakan
berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah
untuk mufakat tidak tercapai,
pihak yang dirugikan dapat menggugat melalui
pengadilan yang berada di lingkungan
pengadilan umum atau di luar pengadilan berdasarkan
pilihan yang disepakati para
pihak yang bersengketa melalui alternatif penyelesaian
sengketa.
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, dan/atau
penilaian ahli sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.
Pasal 106
Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2)
dapat dilakukan oleh:
a. orang perseorangan;
b. badan hukum;
c. masyarakat; dan/atau
d. pemerintah atau instansi terkait.
BAB XVII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 107
Setiap orang yang menyelenggarakan rumah susun tidak
memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Pasal 22
ayat (3), Pasal 25 ayat (1), Pasal
26 ayat (1), Pasal 30, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40
ayat (1), Pasal 51 ayat (3), Pasal 52,
Pasal 59 ayat (1), Pasal 61 ayat (1), Pasal 66, Pasal
74 ayat (1) dikenai sanksi
administratif.
Pasal 108
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 107 dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan pembangunan dan/atau kegiatan
usaha;
c. penghentian sementara pada pekerjaan pelaksanaan
pembangunan;
d. penghentian sementara atau penghentian tetap pada
pengelolaan rumah susun;
e. pengenaan denda administratif;
f. pencabutan IMB;
g. pencabutan sertifikat laik fungsi;
h. pencabutan SHM sarusun atau SKBG sarusun;
i. perintah pembongkaran bangunan rumah susun; atau
j. pencabutan izin usaha.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak
menghilangkan tanggung jawab pemulihan dan pidana.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi
administratif, tata cara, dan besaran denda
administratif diatur dalam peraturan pemerintah.
BAB XVIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 109
Setiap pelaku pembangunan rumah susun komersial yang
mengingkari kewajibannya
untuk menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya
20% (dua puluh persen)
dari total luas lantai rumah susun komersial yang
dibangun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 97 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun atau denda paling
banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
Pasal 110
Pelaku pembangunan yang membuat PPJB:
a. yang tidak sesuai dengan yang dipasarkan; atau
b. sebelum memenuhi persyaratan kepastian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat
(2);
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun atau denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 111
(1) Setiap orang yang:
a. merusak atau mengubah prasarana, sarana, dan utilitas
umum yang ada di
lingkungan rumah susun;
b. melakukan perbuatan yang membahayakan orang lain
atau kepentingan umum
dalam lingkungan rumah susun;
c. mengubah fungsi dan pemanfaatan sarusun; atau
d. mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas
umum, serta benda bersama,
bagian bersama, dan tanah bersama dalam pembangunan
atau pengelolaan rumah
susun dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun atau denda
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mengakibatkan bahaya
bagi nyawa orang atau barang, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta
rupiah).
Pasal 112
Setiap orang yang membangun rumah susun di luar lokasi
yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 100 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun
atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
Pasal 113
(1) Setiap orang yang:
a. mengubah peruntukan lokasi rumah susun yang sudah
ditetapkan; atau
b. mengubah fungsi dan pemanfaatan rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 101 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun atau denda
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mengakibatkan bahaya
bagi nyawa orang atau barang, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta
rupiah).
Pasal 114
Setiap pejabat yang:
a. menetapkan lokasi yang berpotensi menimbulkan
bahaya untuk pembangunan rumah
susun; atau
b. mengeluarkan izin mendirikan bangunan rumah susun
yang tidak sesuai dengan
lokasi peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Pasal 115
Setiap orang yang menyewakan atau mengalihkan
kepemilikan sarusun umum kepada
pihak lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103,
dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah).
Pasal 116
Setiap orang yang menghalang-halangi kegiatan
peningkatan kualitas rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
Pasal 117
(1) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 109 sampai dengan Pasal
116 dilakukan oleh badan hukum, maka selain pidana
penjara dan denda terhadap
pengurusnya, pidana dapat dijatuhkan terhadap badan
hukum berupa pidana denda
dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda
terhadap orang.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), badan hukum dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. pencabutan status badan hukum.
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 118
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah
Susun (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3318) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
b. Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti dengan peraturan
pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 119
Peraturan perundang-undangan pelaksanaan yang
diamanatkan dalam Undang-Undang
ini diselesaikan paling lambat 1 (satu) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
Pasal 120
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 10 November 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA/AMIR SYAMSUDIN/LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 108
Komentar
Posting Komentar