MASALAH PERCERAIAN (Happy Marpaung, SH/Tonis Bandung)



Resensi Buku: MASALAH PERCERAIAN, Alasan Serta Akibatnya, Tatacara Perceraian UU Perkawinan No.1 Tahun 1974, PP N0.9 Tahun 1975 (Happy Marpaung, SH/Tonis Bandung)

      Buku ini ditulis simpel dengan bahas mudah dipahami, model penulisan  lawas  tahun 80an. Lebih fokus pada teknis aturan dan tidak menyebar ke berbagai pendapat pelaksanaan dari penulis. Terdiri dari IV bab, yaitu pengertian percerian itu sendiri menurut KUHPer maupun UU Perkawinan, Alasan dan Tata Cara Perceraian menurut KUHPer maupun UU Perkawinan, serta akibat perceraian menurut KUHPer maupun UU Perkawinan.
      Dalam Pasal 209 K.U.H. perdata disebutkan alasan-alasan perceraian adalah:
1.      Zinah, berarti terjadinya hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang yang telah menikah dengan orang lain yang bukan isteri atau suaminya. Perzinahan itu sendiri harus dilakukan dengan kesadaran, dan yang bersangkutan melakukan dengan bebas karena kemauan sendiri tanpa paksaan, dalam kaitan ini pemerkosaan bukanlah merupakan perzinahan, demikian pula seorang gila atau sakit ingatan atau orang yang dihipnotis atau pula dengan kekerasan pihak ketiga tidaklah dapat disebut melakukan perzinahan.
2.      Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan sengaja. Kalau gugatan untuk bercerai didasarkan pada alasan bahwa pihak yang satu pergi meninggalkan pihak lain, maka menurut Pasal 211 K.U.H. perdata gugatan itu baru dapat diajukan  setelah lampau lima tahun dihitung dari saat pihak lain meniggalkan tempat kediaman bersama tanpa sebab yang sah. Selanjutnya Pasal 218 menentukan, bahwa gugatan itu gugur apabila pulang kembali dalam rumah kediaman bersama. Tetapi apabila kemudian ia pergi lagi tanpa sebab yang sah, maka ia dapat digugat lagi setelah lampau 6 bulan sesudah saat perginya yang kedua kali.
3.      Penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau dengan hukuman  yang lebih berat, yang diucapkan setelah perkawinan. Dalam hal ini bila terjadi hal yang mengakibatkan adanya penghukuman penjara yang harus dijalankan oleh salah satu pihak selama 5 tahun atau lebih, pihak yang lain dapat mengajukan tuntutan untuk memutuskan perkawinan mereka, sebab tujuan perkawinan tidak lagi dapat berjalan sebagaimana diharapkan oleh masing-masing pihak yang harus hidup terpisah satu sama lain. Disini bukan berarti adanya hukuman penjara tersebut menjadi alasan semata-mata untuk menuntut perceraian, tetapi hukuman itu akan memberi akibat yang mengganggu ketentuan dan kebahagiaan rumah tangga.
4.      Melukai berat atau menganiaya, dilakukan oleh suami atau isteri terhadap isteri atau suaminya, yang demikian sehingga mengakibatkan luka-luka yang membahayakan. Alasan ini semakin diperkuat dengan lahirnya Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dalam Pasal 5 ditegaskan “setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkungan rumah tangganya dengan cara: kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga”.

Alasan Perceraian Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
    Dengan lahirnya Undang-undang perkawinan  No. 1 tahun 1974 yang diundangkan tanggal 2 Januari 1974 sebagai hukum positif dan berlaku efektif setelah disahkannya  peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 yang merupakan pelaksanaan Undang-undang perkawinan, maka perceraian tidak dapat lagi dilakukan dengan semena-mena seperti yang terjadi sebelumnya.
    Alasan-alasan perceraian menurut Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 disebutkan dalam Pasal 39, penjelasan Undang-undang perkawinan yang diulangi  dalam Pasal 19 peraturan pelaksanaan P.P No. 9 tahun 1975 yang mengatakan:
1.      Salah satu pihak berbuat zinah atau pemabuk, pejudi dan sebagainya yang sukar disembuhkan.
2.      Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan.
3.      Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4.      Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat  yang membahayakan pihak lain.
5.      Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai suami isteri.
6.      Antara suami isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam  rumah tangga.


                                        

Komentar

Postingan Populer