Kopi Sore

 Akhir Kegelisahan Boneka Responsif


Dimanapun didunia ini, kepolisian akan selalu ditarik ke dua arah yang berbeda, yaitu arah formal prosedural dan arah sosiologis substansial. Keadaan dasar seperti itu mendorong kita untuk memahami pekerjaan pemolisian sebagai suatu yang “berakar peraturan” dan sekaligus juga “berakar perilaku” (rule based dan behavior based).

 Peraturan dan perilaku harus dimaknai sebagai suatu yang harus dikembangkan pada diri insan kepolisian untuk lebih mampu mengembangkan diri sebagai dasar membantuk kenerja yang profesional, dan selaku bersikap represif.

                         *_ (Satjipto Rahardjo, ”Polisi Pelaku dan  Pemikir”,PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1993)

 
Akhir-akhir ini oleh media kita disajikan konflik Kapolri dengan salah satu Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adrianus Meliala.

Penulis disini sengaja tidak memfokuskan pada polemik yang terjadi namun sekedar berusaha mengangkat hal-hal dari sisi lain karena perhatian dan harapan penulis selaku rakyat awam sekaligus Adreessat hukum yang rindu dan yakin akan terwujudnya lembaga kepolisian yang profesional.

Seperti diketahui, Adrianus dilaporkan oleh seorang PNS wanita Divisi Humas Mabes Polri atas perkara tindak pidana menghina suatu penguasa atau badan umum dan atau pencemaran nama baik, dan atau memfitnah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 KUHP dan atau Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP.

Sebelumnya, Adrianus dilaporkan ke Polisi dan diperiksa penyidik terkait ucapannya yang ditayangkan Metro TV beberapa waktu lalu yang menyebut Bareskrim seperti mesin ATM bagi Polri. Untuk diketahui, dalam wawancara dengan salah satu televisi swasta pada 18 Agustus 2014 lalu, Adrianus menyebut divisi reserse kriminal (reskrim) sebagai ATM Polri. Masih menurut Adrianus, reskrim kerap dijadikan tempat bagi pimpinan untuk meminta uang. Tak hanya itu, ia juga menyebut reskrim sebagai sumber uang bagi divisi lain di tubuh Polri jika kekurangan.

Sikap Kapolri,

            Dengan dasar tidak ada batas waktu, Adrianus harus meminta maaf secara terbuka kepada seluruh media yang ada di Indonesia. Terutama media yang digunakan (saat itu) untuk memberikan statemen di masyarakat.

            Adrianus harus mencabut statementnya yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan terhadap institusi Polri.

Dalam media nasional Kapolri menegaskan, kalau Adrianus sudah memenuhi persyaratan itu maka penyidikan akan dihentikan. Kalau tidak dipenuhi, maka Polri akan mempercepat penyidikan kasus tersebut.

"Siapa berbuat dia bertanggungjawab. Menyampaikan pendapat di muka umum dijamin Undang-undang. Tapi, ini juga pembelajaran agar tidak menggunakan panggung untuk memaki-maki orang," kutipan dari detiknews.com, Sabtu (30/8/2014)  

Dalam perkembangannya Adrianus Meliala telah meminta maaf dan mejalani pemeriksaan di Kepolisian.

Kemudian timbul banyak pertanyaan, dimulai dari Apakah pernyataan Adrianus selaku akademisi sekaligus komisioner tidak mengindahkan nilai etika? tidak mendidik masyarakat bahkan melanggar Undang-undang? Apakah sebegitu konyol prilaku tersebut? Apa motif dan niat yang melatarbelakanginya? Apa sebenarnya niat dan maksud sebenarnya? Bagaimana praktek pemeriksaan berlangsung, dimana Adrianus secara tidak langsung sejajar petinggi kepolisian? Bagaimana efek kinerja Kompolnas dalam pengawasan, saat salah satu Komisionernya yang harusnya mengawasi sekarang diperiksa oleh yang diawasinya? Apa dan Bagaimana peran media saat ini? Apakah media telah tepat dalam melakukan peran dan tugasnya sebagai bagian pencerdasan bangsa? Kalau seandainya pencabutan statement apa dampak dari peran Adrianus selaku Akademisi, Kriminolog sekaligus Komisioner Kompolnas? Terus harus bagaimana?

Terulang kembali?

Masih ingat dalam benak kita dahulu, laporan 015/K/1/2010/Restro Jakpus, dimana Susno Duadji selaku Petinggi Kepolisian melaporkan pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar yang tidak lain merupakan staf pengajar di PTIK dan Akademisi  telah melakukan pencemaran nama baik ke Polres Jakarta Pusat.

Susno menuding Bambang telah melakukan pencemaran nama baik, terkait berita di media, yang menyebutkan bila Susno tidak layak menjadi Wakapolri.
Terus bagaimana akhir pelaporan tersebut? Terus bagaimana dengan keberadaan Susno Duadji dengan beberapa kasusnya saat ini. Masyarakat sebenarnya telah jenuh dengan pertontonan drama yang selalu mengulang dan dengan akhir cerita (ending) yang telah terbaca.

Arogansi dan Antikritik atau Ketegasan atas hate speech?

Penulis sengaja tidak masuk secara mendalam terkait Surat Kompolnas kepada Kapolri No. B174/Kompolnas/VIG2014 yang didalamnya secara tersirat menerangkan hate speech. Diketahui hate speech adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan singkap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut, sesuai dengan surat.

Diperlukan cara pandang dalam membangun konstruksi hukum yang responsif dimana diwujudkan dalam menafsirkan dan mengimplementasikannya secara komprehensif.

Trus Bagaimana?
            Berlebihan dan sangat berbahayakan sikap Kompolnas? Apakah masalah komunikasi? Merumuskan masalah komunikasi secara komprehensif, seperti di antaranya hal-hal yang cukup dibicarakan di internal dan untuk konsumsi publik. Dengan begitu ke depan kejadian yang sama tidak terulang kembali, apakah ini menjamin? Siapa yang menjamin kegelisahan yang dirasakan Adrianus tidak akan terulang dengan pelaporan-pelaporan sejenis kedepannya? Sesuaikah dengan semangat dan roh yang ada dalam lembaga Kompolnas tersebut?

Mandiri dahulu,
            Kewenangan Kompolnas diperluas dan diperkuat. Dengan terlebih dahulu memandirikan Kompolnas dari ketergantungan kepada Polri baik fasilitas maupun penganggaran. Selanjutnya harus diikuti pola rekruitmen yang lebih transparan agar menghasilkan komisioner Kompolnas yang mumpuni dan berintegritas

Kegelisahan seperti ini wajar terjadi sesuai dengan semangat pembentukan lembaga ini sendiri yang terbentuk karena kegelisahan itu sendiri, namun kegelisahan yang tidak solutif, selalu mengulang, bahkan tumpukan dari kegelisahan-kegelisahan sebelumnya tidaklah baik. Sudah saatnya spirit utama pemahaman dan pembangunan institusi hukum kepolisian sebagai Polisi Sipil yang Profesional sekaligus pembangunan pemahaman hukum secara luas.

Kriminolog sekaligus Komisioner saja dilaporkan apalagi masyarakat awam?

Pertanyaan ini harap dilihat sebagai reaksi harapan masyarakat awam, sedangkan terkait pelaporan kita sudah tahu ada aturan tersendiri untuk. Secara satu sisi Kepolisian merasa telah dirugikan karena tidak benar, mendiskreditkan Polri, terus disaksikan oleh masyarakat lagi, sehingga dirinya merasa perlu untuk melakukan langkah penegakan hukum.

Sangat berbahayakah? Apakah kepercayaan masyarakat hilang terhadap kepolisian karena statement Adrianus semata? Bagaimana seandainya Andrianus dapat membuktikan salah satu saja praktek yang ada dari statement-nya? Apa alasan utama hilangya kepercayaan masyarakat sebenarnya? Berapa besar kerugiannya? Apakah sikap pelaporan tersebut sesuai dengan spirit pembangunan Polisi Sipil yang Profesional? Apakah sikap yang seharusnya dilakukan oleh Kepolisian selaku subjek dan objek dalam pembangunan Polisi Sipil yang Profesional disesuaikan dengan era sekarang?

Saatnya Kegelisahan itu diakhiri,

Langkah Adrianus harus dianggap sebagai bentuk kegelisahan atas praktik penyimpangan di internal Polri yang bahkan Kompolnas sekalipun tidak cukup mampu melakukan pengawasan yang efektif.

Keberadaan Adrianus seharusnya memperkuat dan mengefektifkan pengawasan dan kinerja Kompolnas dengan memposisikan diri sebagai komisionernya.

Sudah saatnya para pihak tidak larut pada teknis pengungkapan kegelisahan dan sensitifitas yang berbalut arogansi antikritik, sudah saatnya fokus pada spirit utama yaitu menciptakan Progresifitas Polisi, contoh kecilnya seperti;

 
1.Ciptakan Kultur Kepolisian yang Profesional

Dimulai penguatan paradigma kepolisian sebagai "alat negara", dan bukan alat penguasa atau golongan, saat ini mendapat tantangan nyata. Tantangan ini hanya bisa dijawab dengan perubahan kultur dan mentalitas aparat Polri sendiri dengan tetap menjaga jarak dari kegiatan politik praktis.

 
2.Program Akselerasi Polri

Program kerja kepolisian tentu telah diprogramkan, akselerasi transformasi Polri menuju Polri yang mandiri, professional dan dipercaya masyarakat, Masyarakat tahu Program tersebut pada intinya berfokus pada perubahan kultur (perilaku) anggota Polri, melalui:

 
a.    Penilaian Kinerja Pembinaan SDM, yang berfokus meliputi personel, materil, fasilitas dan jasa, pengembangan system dan metode serta pengawasan.

     b.   Reformasi Birokrasi Polri

Dari aspek birokrasi dalam meningkatkan profesionalisme polisi, perlu terus untuk dikembangkan di dalam lingkungan internal lembaga kepolisian. Mengingat bahwa kinerja polisi langsung bersentuhan dengan masyarakat.

      Sekali lagi penulis tidak memfokuskan pada polemik yang terjadi namun sekedar berusaha mengangkat hal-hal dari sisi lain karena perhatian dan harapan penulis selaku rakyat awam sekaligus Adreessat hukum yang rindu dan yakin akan terwujudnya lembaga kepolisian yang profesional.

      Pada suatu titik, para pihak harus memahami semangat dasar dibentuknya Kompolnas dan lembaga-lembaga lain yang dibentuk dalam mengatasnamakan semangat Progresif dalam membangun hukum yang responsif tidak hanya pengetahuan dan slogan semata namun tiap kebijakannya masih berlabel Represif maupun Otonom. Jangan salahkan seandainya kalau perspektif rakyat terbentuk karena semangat progresif ternyata hanya diwujudkan sebatas “boneka” berlabel responsif.

Kepada para pihak terutama Presiden SBY dan Presiden terpilih selaku atasan Kapolri serta selaku pemegang seluruh harapan dan cita-cita kami rakyat awam letakkan. Kami sangat khawatir dan jenuh melihat drama-drama seperti itu dipertontonkan dengan spirit yang masih jauh dari rasa responsif.

Mari saatnya para pihak membangun instansi yang sangat diharapkan masyarakat ini dibangun dengan dasar tidak hanya perspektif hukum semata namun perspektif sosial dan kemasyarakatan.        

*_banyak sumber

Komentar

Postingan Populer