SRI
Peneliti dan Pengembang Teori Hukum Progresif
http://www.satjiptorahardjoinstitute.org
Pendirian Satjipto Rahardjo Institute: “Sayang, Hanya Ada Satu Bunga…”
Murid dan kolega mendiang Prof Tjip, kemarin, mendirikan Satjipto
Rahardjo Insitute di Semarang. Sebuah usaha mengembangkan pemikiran sang
begawan mengenai hukum progresif.
UNTUK mengetahui sosok Satjipto Rahardjo di mata pengagumnya, kisah
yang disampaikan Rektor Universitas Diponegoro Prof Sudharto P Hadi MES
PhD cukup menyentuh. Alkisah, ketika seorang budayawan datang ke kampus
Undip di Pleburan, beberapa waktu lalu, dia mengagumi kemegahan kompleks
pendidikan tinggi ini.
Dia juga terpesona dengan keasrian kolam di dekat auditorium Imam
Bardjo yang ditumbuhi teratai. Melihat teratai di atas air kolam,
meluncurlah sebuah kalimat pendek dari mulutnya. “Sungguh kampus yang
megah dan asri. Sayang, hanya ada satu bunga,” kata Sudharto menirukan
ucapan sang budayawan.
“Saya terus bertanya, ‘Siapa satu bunga itu?’ Dia menjawab, ‘Prof
Tjip,’” lanjut Sudharto yang tidak mengungkapkan identitas budayawan
tersebut.
Cerita tersebut disampaikan Prof Dharto kepada mereka yang menghadiri
pendirian Satjipto Rahardjo Institute di Fakultas Hukum Undip, Rabu
(2/11). Sebuah workshop bertema Dialektika Epistemologis dan Praksis
Hukum Progresif juga digelar dengan pembicara Todung Mulya Lubis, Prof
Suteki, dan Awaludin Marwan. Peserta workshop adalah mahasiswa S1 dan
pascasarjana dari berbagai perguruan tinggi.
Prof Tjip adalah sapaan akrab Satjipto Rahardjo, Guru Besar Sosiologi
Hukum Undip. Pria yang tutup usia tahun lalu itu dikenal banyak pihak
sebagai sosok yang patut diteladani. Sebagai pakar sosiologi hukum, dia
sering menulis di berbagai media untuk menyampaikan gagasan. Sejumlah
buku mengenai hukum juga terbit sebagai buah karyanya.
Murid-murid Prof Tjip terserak di seantero nusantara. Melalui mereka,
paham hukum progresif yang diusung mendiang terus dikaji dan
disebarluaskan.
Keistimewaannya adalah ia merupakan salah satu pakar yang patut
ditasbihkan sebagai ilmuwan yang istikamah, setia dengan cara berpikir
dan perjuangan. Dari awal melontarkan karya-karya ilmiah, baik berbentuk
buku, tulisan lepas, artikel ilmiah, dan lain-lain, dia menggunakan
pendekatan sosiologi hukum yang berkarakter progresif.
Menurut Dekan FH Undip Prof Dr Yos Johan Utama, mendiang Prof Tjip
tergerak dengan realitas bahwa hukum lebih diutamakan dengan
mengesampingkan nilai-nilai keadilan. Padahal hukum itu untuk manusia,
bukan manusia untuk hukum.
Pemikiran sosiologi hukum Prof Tjip itu tak bertentangan dengan hukum
secara positivistik, atau disalahartikan boleh melawan hukum positif,
namun lebih pada pencapaian keadilan. Dengan pemikiran progresif seperti
itu, tak mengherankan jika gagasan-gagasan Prof Tjip bagai menjadi
mazhab tersendiri dalam pemikiran hukum di Indonesia.
Pelembagaan
Sebenarnya, beberapa kelompok yang dibentuk berkaitan pemikiran Prof
Tjip sudah berdiri seperti Kelompok Tjipian, Jaringan Hukum Progresif,
dan Kelompok Studi Hukum Progresif. Namun, akhirnya disepakati mengenai
perlunya pelembagaan strukturasi gerakan sosial hukum progresif bernama
Satjipto Rahardjo Institute.
Prof Yos Johan didaulat menjadi ketua umum lembaga ini. “Visi kami
sesuai dengan pemikiran Prof Tjip adalah menguak tabir hukum untuk
manusia. Setelah dibentuk, kami juga langsung menyusun program kerja dan
juga AD/ART,” jelas Awaludin yang juga pengurus lembaga ini.
Menurut Yos, istri Prof Tjip, Roesmala Dewi, akan memberikan semua
buku milik almarhum suami kepada FH Undip. Buku-buku tersebut dihibahkan
dengan harapan bisa dipelajari oleh mahasiswa sehingga lebih berguna.
“Kabar ini sungguh membahagiakan kami dan segera ditindaklanjuti.
Semestinya, hari ini (kemarin-Red) buku-buku tersebut sudah bisa
diambil. Tapi kami membutuhkan waktu lagi untuk mempersiapkan ruangan,”
jelas Yos.
Persiapan ruangan itu harus dilakukan mengingat buku-buku milik Prof
Tjip sangat berkualitas. Pihak FH Undip tak mau sembarangan dalam
menyimpan. “Istilahnya, buku-buku itu cemolong. Jadi menyimpannya harus
rapi dan ketat,” terang dia.
Untuk menghargai jasa dan perjuangan Prof Tjip, FH Undip juga memberi
nama salah satu gedung milik mereka dengan namanya. Gedung Satjipto
Rahardjo itu didesain khusus melambangkan pentingnya kekuatan hukum yang
progresif.
Awaludin menambahkan, Prof Tjip tak bisa disangkal lagi sosok penting
dalam hukum di Indonesia sehingga harus selalu diingat. Namun, cara
mengenangnya bukan berarti percaya buta kepada ajarannya dan kemudian
mereduksi menjadi materi-materi penyusunan hukum positif.
Justru ajaran Prof Tjip harus dipertanyakan ulang untuk menjawab
berbagai pertanyaan yang telah menunggu. Bagaimana mungkin hukum bisa
membahagiakan manusia? Bagaimana mungkin hukum bisa menyentuh sampai ke
dasar hati nurani? Bagaimanakah konsep “sanksi” sebagai upaya penertiban
yang dikehendaki hukum positif?
“Semua pemikiran untuk menjawab pertanyaan itu merupakan kegelisahan
awal kami untuk membentuk Satjipto Rahardjo Institute. Lembaga ini
terdiri atas Dewan Saintis dan Badan Pekerja sehingga diharapkan bisa
bergerak lebih efektif,” ungkap Awaludin.
Melalui Satjipto Rahardjo Insitute, pemikiran Prof Tjip akan terus
dikaji dan dikembangkan secara aktif melalui berbagai sarana. Di
antaranya melalui seminar, penelitian-penelitan, dan pembuatan buku.
Beberapa nama kondang masuk dalam Dewan Saintis lembaga itu. Mereka
antara lain Prof Dr Muladi, Prof Dr Moh Mahfud MD, Dr Busyro Moqoddas,
Hendarman Supandji, dan Sujiwo Tejo. (Adhitia Armitrianto-65)
Komentar
Posting Komentar