SRI



Peneliti dan Pengembang Teori Hukum Progresif
http://www.satjiptorahardjoinstitute.org



Pendirian Satjipto Rahardjo Institute: “Sayang, Hanya Ada Satu Bunga…”

SUARA MERDEKA – Kamis, 03 Nopember 2011

image

Murid dan kolega mendiang Prof Tjip, kemarin, mendirikan Satjipto Rahardjo Insitute di Semarang. Sebuah usaha mengembangkan pemikiran sang begawan mengenai hukum progresif.

UNTUK mengetahui sosok Satjipto Rahardjo di mata pengagumnya, kisah yang disampaikan Rektor Universitas Diponegoro Prof Sudharto P Hadi MES PhD cukup menyentuh. Alkisah, ketika seorang budayawan datang ke kampus Undip di Pleburan, beberapa waktu lalu, dia mengagumi kemegahan kompleks pendidikan tinggi ini.

Dia juga terpesona dengan keasrian kolam di dekat auditorium Imam Bardjo yang ditumbuhi teratai. Melihat teratai di atas air kolam, meluncurlah sebuah kalimat pendek dari mulutnya. “Sungguh kampus yang megah dan asri. Sayang, hanya ada satu bunga,” kata Sudharto menirukan ucapan sang budayawan.

“Saya terus bertanya, ‘Siapa satu bunga itu?’ Dia menjawab, ‘Prof Tjip,’” lanjut Sudharto yang tidak mengungkapkan identitas budayawan tersebut.

Cerita tersebut disampaikan Prof Dharto kepada mereka yang menghadiri pendirian Satjipto Rahardjo Institute di Fakultas Hukum Undip, Rabu (2/11). Sebuah workshop bertema Dialektika Epistemologis dan Praksis Hukum Progresif juga digelar dengan pembicara Todung Mulya Lubis, Prof Suteki, dan Awaludin Marwan. Peserta workshop adalah mahasiswa S1 dan pascasarjana dari berbagai perguruan tinggi.

Prof Tjip adalah sapaan akrab Satjipto Rahardjo, Guru Besar Sosiologi Hukum Undip. Pria yang tutup usia tahun lalu itu dikenal banyak pihak sebagai sosok yang patut diteladani.  Sebagai pakar sosiologi hukum, dia sering menulis di berbagai media untuk menyampaikan gagasan. Sejumlah buku mengenai hukum juga terbit sebagai buah karyanya.

Murid-murid Prof Tjip terserak di seantero nusantara. Melalui mereka, paham hukum progresif yang diusung mendiang terus dikaji dan disebarluaskan.
Keistimewaannya adalah ia merupakan salah satu pakar yang patut ditasbihkan sebagai ilmuwan yang istikamah, setia dengan cara berpikir dan perjuangan. Dari awal melontarkan karya-karya ilmiah, baik berbentuk buku, tulisan lepas, artikel ilmiah, dan lain-lain, dia menggunakan pendekatan sosiologi hukum yang berkarakter progresif.

Menurut Dekan FH Undip  Prof Dr Yos Johan Utama, mendiang Prof Tjip tergerak dengan realitas bahwa hukum lebih diutamakan dengan mengesampingkan nilai-nilai keadilan. Padahal hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum.

Pemikiran sosiologi hukum Prof Tjip itu tak bertentangan dengan hukum secara positivistik, atau disalahartikan boleh melawan hukum positif, namun lebih pada pencapaian keadilan. Dengan pemikiran progresif seperti itu, tak mengherankan jika gagasan-gagasan Prof Tjip bagai menjadi mazhab tersendiri dalam pemikiran hukum di Indonesia.

Pelembagaan
Sebenarnya, beberapa kelompok yang dibentuk berkaitan pemikiran Prof Tjip sudah berdiri seperti Kelompok Tjipian, Jaringan Hukum Progresif, dan Kelompok Studi Hukum Progresif. Namun, akhirnya disepakati mengenai perlunya pelembagaan strukturasi gerakan sosial hukum progresif bernama Satjipto Rahardjo Institute.

Prof Yos Johan didaulat menjadi ketua umum lembaga ini. “Visi kami sesuai dengan pemikiran Prof Tjip adalah menguak tabir hukum untuk manusia. Setelah dibentuk, kami juga langsung menyusun program kerja dan juga AD/ART,” jelas Awaludin yang juga pengurus lembaga ini.

Menurut Yos, istri Prof Tjip, Roesmala Dewi, akan memberikan semua buku milik almarhum suami kepada FH Undip. Buku-buku tersebut dihibahkan dengan harapan bisa dipelajari oleh mahasiswa sehingga lebih berguna. “Kabar ini sungguh membahagiakan kami dan segera ditindaklanjuti. Semestinya, hari ini (kemarin-Red) buku-buku tersebut sudah bisa diambil. Tapi kami membutuhkan waktu lagi untuk mempersiapkan ruangan,” jelas Yos.

Persiapan ruangan itu harus dilakukan mengingat buku-buku milik Prof Tjip sangat berkualitas. Pihak FH Undip tak mau sembarangan dalam menyimpan. “Istilahnya, buku-buku itu cemolong. Jadi menyimpannya harus rapi dan ketat,” terang dia.

Untuk menghargai jasa dan perjuangan Prof Tjip, FH Undip juga memberi nama salah satu gedung milik mereka dengan namanya. Gedung Satjipto Rahardjo itu didesain khusus melambangkan pentingnya kekuatan hukum yang progresif.

Awaludin menambahkan, Prof Tjip tak bisa disangkal lagi sosok penting dalam hukum di Indonesia sehingga harus selalu diingat. Namun, cara mengenangnya bukan berarti percaya buta kepada ajarannya dan kemudian mereduksi menjadi materi-materi penyusunan hukum positif.

Justru ajaran Prof Tjip harus dipertanyakan ulang untuk menjawab berbagai pertanyaan yang telah menunggu. Bagaimana mungkin hukum bisa membahagiakan manusia? Bagaimana mungkin hukum bisa menyentuh sampai ke dasar hati nurani? Bagaimanakah konsep “sanksi” sebagai upaya penertiban yang dikehendaki hukum positif?

“Semua pemikiran untuk menjawab pertanyaan itu merupakan kegelisahan awal kami untuk membentuk Satjipto Rahardjo Institute. Lembaga ini terdiri atas Dewan Saintis dan Badan Pekerja sehingga diharapkan bisa bergerak lebih efektif,” ungkap Awaludin.

Melalui Satjipto Rahardjo Insitute, pemikiran Prof Tjip akan terus dikaji dan dikembangkan secara aktif melalui berbagai sarana. Di antaranya melalui seminar, penelitian-penelitan, dan pembuatan buku.

Beberapa nama kondang masuk dalam Dewan Saintis lembaga itu. Mereka antara lain Prof Dr Muladi, Prof Dr Moh Mahfud MD, Dr Busyro Moqoddas, Hendarman Supandji, dan Sujiwo Tejo. (Adhitia Armitrianto-65)

Komentar

Postingan Populer