VERZET
VERZET
Verzet adalah Perlawanan
Tergugat atas Putusan yang dijatuhkan secara Verstek.
Tenggang Waktu untuk
mengajukan Verzet / Perlawanan :
1. Dalam
waktu 14 hari setelah putusan diberitahukan pasal 129 (2) HIR
2. Sampai
hari ke 8 setelah teguran seperti dimaksud Pasal 196 HIR ; apabila yang ditegur
itu datang menghadap
3. Kalau tidak datang waktu ditegur sampai hari
ke 8 setelah eksekutarial (pasal 129 HIR). (Retno Wulan SH. hal 26).
Perlawanan terhadap Verstek, bukan perkara baru. Perlawanan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan semula. Oleh karena itu, perlawanan bukan gugatan atau perkara baru, tetapi tiada lain merupakan bantahan yang ditujukan kepada ketidakbenaran dalil gugatan, dengan alasan putusan verstek yang dijatuhkan, keliru dan tidak benar. Putusan MA No. 494K/Pdt/1983 mengatakan dalam proses verzet atas verstek, pelawan tetap berkedudukan sebagai tergugat dan terlawan sebagai Penggugat (Yahya Harahap,Hukum acara Perdata, hal 407).
Pemeriksaan Perlawanan (Verzet)
A. Pemeriksaan berdasarkan
gugatan semula.
Dalam
Putusan MA No. 938K/Pdt/1986, terdapat pertimbangan sebagai berikut : Substansi
verzet terhadap putusan verstek, harus ditujukan kepada isi pertimbangan putusan dan dalil gugatan terlawan / penggugat asal. Verzet
yang hanya mempermasalahkan alasan ketidakhadiran pelawan/tergugat asal
menghadiri persidangan, tidak relevan, karena forum untuk memperdebatkan
masalah itu sudah dilampaui.
Putusan
verzet yang hanya mempertimbangkan masalah
sah atau tidak ketidakhadiran tergugat memenuhi panggilan sidang adalah keliru.
Sekiranya pelawan hanya mengajukan alasan verzet tentang masalah keabsahan atas
ketidakhadiran tergugat memenuhi panggilan, PN yang memeriksa verzet harus memeriksa
kembali gugatan semula, karena dengan adanya verzet, putusan verstek mentah
kembali, dan perkara harus diperiksa sejak semula.
B. Surat Perlawanan sebagai
jawaban tergugat terhadap dalil gugatan.
Berdasarkan
Pasal 129 ayat (3) HIR, perlawanan diajukan dan diperiksa dengan acara biasa
yang berlaku untuk acara perdata. Dengan begitu, kedudukan pelawan sama dengan
tergugat. Berarti surat perlawanan yang diajukan dan disampaikan kepada PN,
pada hakikatnya sama dengan surat jawaban yang digariskan Pasal 121 ayat (2)
HIR. Kualitas surat perlawanan sebagai jawaban dalam proses verzet dianggap
sebagai jawaban pada sidang pertama. (Yahya Harahap,Hukum acara Perdata, hal
409 - 410).
Sedangkan yang
dimaksud derden verzet adalah perlawanan (dari) pihak ketiga. Memang pada
azasnya putusan pengadilan hanya mengikat para pihak yang berperkara dan tidak
mengikat pihak ketiga. Namun tidak tertutup kemungkinan ada pihak ketiga yang
dirugikan oleh suatu putusan pengadilan. Terhadap putusan tersebut, pihak yang
dirugikan dapat mengajukan perlawanan (derden verzet) ke Hakim Pengadilan
Negeri yang memutus perkara tersebut.
Caranya, pihak ketiga
yang dirugikan menggugat para pihak yang berperkara (pasal 379 Rv). Apabila
perlawanan tersebut dikabulkan maka terhadap putusan yang merugikan pihak
ketiga tersebut haruslah diperbaiki (pasal 382 Rv). Terhadap putusan perlawanan
yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri, dapat diajukan upaya hukum
banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
Surat gugatan, Perlawanan ataupun bantahan di ajukan secara
tertulis dan di tanda tanganidi buat rangkap 5 (lima) dengan asli bermaterai
Rp. 2000,- (dua ribu rupiah) dan apabila tergugat /terlawan/terbantah lebih
dari satu, surat gugatan/perlawanan/ bantahan di tambag sesuai banyaknya
tergugta/ terlawan/ terantah.
Surat gugatan/ perlawanan/ bantahan harus
memuat secara jelas identitas, fundamentum petendi yang memuat uraian tentang
duduk perkara, alasan-alasan serta dasar hukum dari tuntutannya dan petitum.
bagi yang tidak dapat menulis Gugatan/
perlawanana/ bantahan dapat di ajukan secara lisan kepada Ketua Pengadilan
Negeri
Surat Gugatan/ Pelawanan/ bantahan di ajukan
sendiri oleh Penggugat/ Pelawan/ Pembantah atau kuasanya yang sah dengan
melampirkan surat Kuasa Khusus yang sudah terdaftar. Tidak dibenarkan
Gugatan/Perlawanan/Bantahan dicap jempol oleh yang ersangkutan
Surat Gugatan/Perlawana/Bantahan seperti
tersebut di atas di ajukan ke Meja I untuk mendapat SKUM, kemudian berdasarkan
SKUM tersebut membaya panjar biaya perkara di Kas yang saat ini panjar biaya
ditetapkan sebesar Rp. 115.000,- (seratus lima belas ribu rupiah) dan setelah
membayar berkas dan kwitansi pembayaran di serahkan ke Meja II untuk di
daftarkan dan di catat dalam register
Bagi yang tidak mampu dimungkinkan beracara dengan cuma-cuma yang
dinyatakan dengan surat keterangan tidak mampu dari camat
BENTUK PUTUSAN VERZET
a. Putusan
Verzet Mempertahankan Putusan Verstek.
amarnya berbunyi :
·
Menyatakan
perlawanan yang diajukan oleh Pelawan/ Tergugat asal dapat diterima.
·
Menyatakan
bahwa perlawanan terhadap putusan verstek tanggal ………. …………….. Nomor:
……………………….. tersebut adalah tidak tepat dan tidak beralasan.
·
Menyatakan
oleh karena itu perlawanan yang diajukan Pelawan adalah perlawanan yang tidak
benar.
·
Menyatakan
mempertahankan putusan verstek.
·
Menghukum
Pelawan membayar semua biaya perkara ini berjumlah Rp………………………
(………………………………………………..)
b. Putusan
Verzet Membatalkan Putusan Verstek, Mengabulkan Gugatan Pelawan Sebagian.
amarnya berbunyi:
·
Menyatakan
perlawanan yang diajukan oleh Pelawan/ Tergugat asal dapat diterima.
·
Menyatakan
bahwa perlawanan terhadap putusan verstek tanggal ……….. …………………. Nomor
……………………………… tersebut adalah tepat dan beralasan.
·
Menyatakan
oleh karena itu perlawanan yang diajukan Pelawan adalah perlawanan yang benar.
·
Menyatakan
membatalkan putusan verstek dengan mengabulkan perlawanan Pelawan untuk
sebagian.
·
Menyatakan
: ……………………...………… (yang dikabulkan sebagian)
·
Menghukum
Pelawan membayar semua biaya perkara ini.
c. Putusan
Verzet Membatalkan Putusan Verstek Menyatakan Gugatan Pelawan Tidak Dapat
Diterima.
amarnya berbunyi:
·
Menyatakan
perlawanan yang diajukan oleh Pelawan/ Tergugat asal dapat diterima.
·
Menyatakan
oleh karena itu perlawanan yang diajukan Pelawan adalah perlawanan yang benar.
·
Membatalkan
putusan verstek tanggal …………….. Nomor ……………..
·
Menyatakan
bahwa gugatan Pelawan tidak dapat diterima.
·
Menghukum
Pelawan membayar semua biaya perkara ini berjumlah Rp………………
(………………………………………….……………..)
d. Putusan
Verzet Membatalkan Putusan Verstek, Menolak Gugatan Terlawan.
amarnya berbunyi:
·
Menyatakan,
perlawanan yang diajukan oleh Pelawan/ Tergugat asal dapat diterima.
·
Menyatakan,
oleh karena itu perlawanan yang diajukan oleh Pelawan adalah perlawanan yang
benar.
·
Membatalkan
putusan verstek tanggal …………….. Nomor ……………..
·
Menolak
gugatan Terlawan.
·
Menghukum
Pelawan membayar semua biaya perkara ini berjumlah Rp………………
(………………………………………….……………..)
e. Putusan
Verstek Yang Kedua (Pasal 129 (5) HIR, 153 (6) R.Bg.).
Jika kepada Tergugat (Pelawan)
dijatuhkan putusan tanpa kehadiran untuk kedua kalinya, maka perlawanannya itu
tidak dapat diterima.
Pasal 89 Rv: “seorang
Pelawan yang untuk kedua kalinnya membiarkan ia diputus verstek, tidak dapat
diterima untuk mengadakan perlawanan baru.”
amarnya berbunyi:
·
Menyatakan,
perlawanan yang diajukan Pelawan/ Tergugat asal tidak dapat diterima.
·
Menjatuhkan
putusan verstek atas putusan verstek Nomor ………… Tanggal …………………
·
Menguatkan
putusan verstek nomor ……………… tanggal ……………...
·
Menghukum
Pelawan membayar semua biaya perkara ini berjumlah Rp………………
(……………………………………………………)
UPAYA
HUKUM
1. Upaya Hukum
Putusan VERZET
Terhadap Putusan Verzet, kedua belah
pihak berhak mengajukan banding. Dalam hal diajukan banding, maka berkas
perkara Verstek dan Verzet disatukan dalam satu berkas dan dikirim ke
Pengadilan Tinggi Agama dan hanya menggunakan satu nomor perkara.
2. Upaya Hukum
Putusan VERSTEK
Dalam hal Penggugat mengajukan
permohonan banding atas putusan VERSTEK dan Tergugat mengajukan VERZET, maka
permohonan verzet Tergugat harus dianggap banding. Jika diperlukan pemeriksaan
tambahan, Pengadilan Tingkat Banding dengan putusan sela dapat memerintahkan
pengadilan tingkat pertama untuk melakukan pemeriksaan tambahan yang berita
acaranya dikirim ke pengadilan tingkat banding.
Derden verzet/ perlawanan pihak ketiga
Derden
verzet dilakukan apabila putusan pengadilan merugikan pihak ketiga. Derden
verzet termasuk upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya suatu putusan hanya
mengikat para pihak yang berperkara saja dan tidak mengikat pihak ketiga
(pasal1917 KUHPer)[1]. Perlawanan pihak ketiga (derden verzet), diatur dalam Buku I.
titel 10 dari Reglemen Hukum Acara Perdata untuk Raad van Justitie dan
Hooggerechtshof (pasal 378 - 384).Pokoknya, ialah bahwa orang ketiga dapat
memajukan keberatan terhadap sesuatu keputusan yang dapat merugikan haknya,
jikalau baik ia sendiri ataupun yang ia wakili, tidak pernah dipanggil di dalam
perkaranya atau tidak ikut serta sebagai pihak[2].
Sudikno Mertokusumo memberi definisi atas derden verzet sebagai
berikut:
Perlawanan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang hak-haknya
dirugikan kepada hakim yang menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan
menggugat para pihak yang bersangkutan dengan cara biasa[3].
Definisi lain diberikan oleh hukumpedia.com sebagai berikut:
Perlawanan pihak ketiga atas putusan pengadilan. Dimana pihak
ketiga merasa kepentingannya dilanggar atas putusan tersebut. Prinsipnya,
kepentingan pihak ketiga yang dilanggar itu harus dibuktikan dengan bukti
otentik[4].
Derden verzet terhadap sita eksekutorial dapat menangguhkan
eksekusi,sepanjang permohonan yang diajukan tersebut memang benar-benar
beralasan,sedangkan untuk sita jaminan, derden verzet bukanlah upaya hukum luar
biasa. Derden verzet terhadap sita jaminan tidak diatur dalam HIR, namun dalam
praktik dapat diajukan[5]
Apabila sita telah diletakkan atas harta kekayaan yang ditunjuk
penggugat kemudian hal itu dilawan tergugat berdasarkan alasan harta itu milik
pihak ketiga, dan dari hasil penelitian pengadilan memperoleh fakta, harta itu
benar milik pihak ketiga, tindakan yang mesti dilakukan hakim[6]:
· Segera
menerbitkan penetapan yang berisi perintah pengangkatan sita terhadapa barang
dimaksud, dan
· Jika barang itu
berupa tanah atau kapal,yang pengumuman sitanya didaftarkan di kantor pendaftaran
tanah atau kapal maka pengangkatan sita tersebut segera
diberitahukan kepada pejabat yang bersangkutan agar pengumuman sita dicabut dan
objek sitaan dipulihkan ke dalamkeadaan tidak berada di bawah penyitaan.
·
Muhammad Iqbal, S.T sendiri memberikan pendapatnya tentang
Derden verzet[7]:
“Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekusi atau sita
jaminan tidak hanya dapat diajukan atas dasar hak milik, tetapi juga dapat
didasarkan pada hak-hak lainnya, seperti hak pakai, HGB, HGU, hak
tanggungan, hak sewa, dan lain-lain.
Pemegang hak harus dilindungi dari suatu (sita) eksekusi dimana
pemegang hak tersebut bukan sebagai pihak dalam perkara antara lain pemegang
hak pakai. hak guna bangunan, hak tanggungan, hak sewa dan lain-lain.
Pemegang hak tanggungan, apabila tanah dan rumah yang dijaminkan
kepadanya dengan hak tanggungan disita, berdasarkan klausula yang terdapat
dalam perjanjian yang dibuat dengan debiturnya langsung dapat minta eksekusi
kepada Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala PUPN.
Dalam perlawanan pihak ketiga tersebut pelawan harus dapat
membuktikan bahwa ia mempunyai alas hak atas barang yang disita dan apabila ia
berhasil membuktikan, maka ia akan dinyatakan sebagai pelawan yang benar dan
sita akan diperintahkan untuk diangkat. Apabila pelawan tidak dapat membuktikan
bahwa ia adalah pemilik dari barang yang disita maka pelawan akan dinyatakan
sebagai pelawan yang tidak benar atau pelawan yang tidak jujur, dan sita akan
dipertahankan.
Perlawanan pihak ketiga yang diajukan oleh istri atau suami
terhadap harta bersama yang disita, tidak dibenarkan karena harta bersama
selalu merupakan jaminan untuk pembayaran hutang istri atau suami yang terjadi
dalam perkawinan, yang harus ditanggung bersama.
Apabila yang disita adalah harta bawaan atau harta asal suami
atau istri maka istri atau suami dapat mengajukan perlawanan pihak ketiga dan
perlawanannya dapat diterima, kecuali:
a. Suami istri tersebut menikah berdasarkan BW dengan
persatuan harta atau membuat perjanjian perkawinan berupa persatuan hasil dan
pendapatan.
b. Suami atau istri tersebut telah ikut menandatangani
surat perjanjian hutang, sehingga harus ikut bertanggung jawab.
Perlawanan pihak ketiga adalah upaya hukum luar biasa dan pada
azasnya tidak menangguhkan eksekusi.
Eksekusi mutlak harus ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri
yang memimpin eksekusi yang bersangkutan, apabila perlawanan benar-benar
beralasan, misalnya, apabila sertifikat tanah yang akan dilelang sejak semula
jelas tercatat atas nama orang lain, atau dari BPKB yang diajukan, jelas
terbukti bahwa mobil yang akan dilelang itu, sejak lama adalah milik pelawan.
Harus diperhatikan apabila tanah atau mobil tersebut baru saja tercatat atas
nama pelawan, karena ada kemungkinan tanah atau mobil itu diperoleh oleh
pelawan, setelah tanah atau mobil itu disita, sehingga perolehan barang
tersebut tidak sah.
Terhadap perkara perlawanan pihak ketiga ini, Ketua Majelis yang
memeriksa perkara tersebut, selalu harus melaporkan perkembangan perkara
itu kepada Ketua Pengadilan Negeri, karena laparan tersebut diperlukan oleh
Ketua Pengadilan Negeri untuk menentukan kebijaksanaan mengenai diteruskan atau
ditangguhkannya eksekusi yang dipimpinnya.
Perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan, yaitu sita
conservatoir dan sita revindicatoir, tidak diatur baik dalam HIR, RBg, atau Rv.
Dalam praktek menurut yurisprudensi putusan Mahkamah Agung tanggal 31-10-1962
No. 306 K/Sip/1962 dalam perkara: CV Sallas dkk melawan PT. Indonesian Far
Eastern Pasific Line, dinyatakan bahwa meskipun mengenai perlawanan terhadap
pensitaan conservatoir tidak diatur secara khusus dalam HIR, menurut
yurisprudensi perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga selalu pemilik barang
yang disita dapat diterima, juga dalam hal sita conservatoir, ini belum
disahkan (van waarde verklaard). Lihat putusan Mahkamah Agung tanggal
31-10-1962 No. 306 K/Sip/1962, dalam Rangkuman Yurisprudensi II halaman 370).
Referensi:
-Yahya Harahap,Hukum acara Perdata
-Copyright © 2012 Pengadilan Agama Bungku
-Pedoman
Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku
II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 101-103.”
Komentar
Posting Komentar