KONSEP DEWAN PENGAWAS


KONSEP DEWAN PENGAWAS: ”SEMANGAT, INSTROSPEKSI dan REFLEKSI INDEPENDENSI KPK “
 “Dunia ini adalah sebuah tempat yang berbahaya untuk didiami, bukan karena orang-orangnya jahat, tapi karena orang-orangnya tak perduli “_AE



Sekarang  ini anggota DPR Komisi III  sangat aktif menggodok aturan  Dewan Pengawas KPK yang dimasukkan dalam  revisi UU KPK. Hal ini didasarkan semangat untuk menghindari intervensi hukum dan supaya dapat  mengawasi kinerja lembaga antikorupsi tersebut. Tulisan ini sengaja membahas Dewan Pengawas, tidak meluas ke bahasan lain seperti kewenangan penyadapan KPK, Pasal 12 huruf a serta Pasal 11 yang  juga sangat menarik untuk ditelaah ulang.

Konon rencananya Dewan Pengawas KPK, akan bertanggung jawab kepada DPR. Berjumlah lima orang dengan latar belakang polisi, jaksa, LSM Korupsi serta jurnalis. Terkait hal tersebut, sedikit kita bahas draft  revisi UU KPK (sumber:VIVAnews.co),  rencananya dalam  enam pasal di Bab V A UU KPK diatur sebagian sebagai berikut;

Pasal 37A, disebut bahwa dalam rangka mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK dibentuk Dewan Pengawas. Dewan Pengawas merupakan suatu lembaga yang bersifat independen dan bebas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain. Anggota Dewan Pengawas berjumlah 5 orang dan 1 diantaranya ditetapkan menjadi ketua Dewan Pengawas berdasarkan keputusan hasil rapat anggota Dewan Pengawas.

Pasal 37B, disebut bahwa Dewan Pengawas ini nantinya akan bertugas mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK, melakukan evaluasi kinerja pimpinan KPK secara berkala 1 kali dalam 1 tahun.

Kemudian, Dewan Pengawas juga bertugas menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan  pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK atau pelanggaran ketentuan dalam UU KPK ini. Dan, membuat laporan pelaksanaan tugas dan menyampaikannya secara berkala kepada Presiden dan DPR. Laporan ini juga dilakukan dalam kurun 1 kali dalam 1 tahun.

Pasal 37C, diatur mengenai mekanisme pengangkatan Dewan Pengawas. Aturannya yakni WNI, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat jasmani dan rohani, memiliki integritas moral, berkelakuan baik, tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun.

Syarat lainnya adalah berusia paling rendah 45 tahun, berpendidikan paling rendah S1, mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi, tidak menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, melepaskan jabatan struktural atau jabatan lainnya, tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota Dewan Pengawas; dan mengumumkan kekayaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 37D, anggota Dewan Pengawas dipilih oleh DPR berdasar calon anggota yang diusulkan Presiden. Untuk memilih anggota Dewan Pengawas, maka dapat dibentuk tim seleksi.

Harus diakui,
Tanpa pengawasan efektif, KPK sangat rawan atas penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), semisal discriminative investigation, misalnya dengan tidak mengungkap kasus tertentu, tidak menetapkan seseorang menjadi tersangka, atau tidak menahan tersangka padahal terdapat alasan kuat untuk itu. KPK juga dapat melambatkan, menunda, menghalangi (obstruction of justice), atau mendistorsi proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan kasus korupsi tertentu.

Bisa saja, Penyidik dan Penuntut KPK dapat menghancurkan, menghilangkan, dan merekayasa barang bukti. Terlebih juga dapat berkonspirasi melemahkan atau merekayasa tuntutan dan dakwaan untuk meringankan hukuman atau bahkan membebaskan terdakwa. Selain itu, sangat rentan melanggar hukum acara pidana dan standard operating procedure (SOP) yang sudah ditetapkan. Pimpinan dan pegawai KPK dapat melanggar independensi KPK. Dengan misi tersembunyi, mereka juga dapat menghambat kinerja KPK dengan memecah belah soliditas kepemimpinan KPK dan menciptakan suasana kerja yang tidak kondusif. 

Akhir-akhir ini kita diperlihatkan diantara sikap arogansi KPK (meski masih harus diperdebatkan) seperti, ditegurnya ketua KPK karena ketidakseriusan saat hadir temu komisi III DPR, Kejaksaan dan Polri, masalah blunder  MOU dengan Polri terlebih terkait kasus simulator SIM.

KPK harus bertanggung jawab setiap tindakan serta keputusan yang dibuatnya. KPK harus tunduk kepada mekanisme akuntabilitas publik, politik, manajerial, vertikal, dan horizontal. Komite Etik ad hoc dan Pengawas Internal KPK selayaknya mampu mencegah penyimpangan dan pembusukan KPK itu.

Perlukah?
Apakah demi menekan tingkat kesalahan yang dilakukan anggota KPK?  Kita lihat ketika banyak anggota KPK yang tersangkut kasus hukum, mulai dari Antasari Azhar sampai polemik cicak versus buaya yang melibatkan Bibit Samad dan Candra M. Hamzah.

Negara dengan kedaulatan di tangan rakyat, DPR sebagai wakil rakyat secara tidak langsung sangat menarik, seperti kereta dalam rel seperti yang dititahkan oleh rakyat. Namun bukankah tanpa perlu kehadiran Dewan Pengawas, DPR khususnya Komisi III bisa serta merta mengawasi kerja KPK? Untuk menindaklanjuti laporan dari masyarakat atas dugaan pelanggaran kode etik, bukankah di KPK sudah ada lembaga yang bernama Komisi Etik? Komisi Etik KPK memang dibuat secara insidental jika ada kasus yang terjadi. Bila butuh pengawasan terus menerus, bukankah sudah ada DPR?

Lantas,  Undang-undang tentang KPK Pasal 20 ?
Bukankah KPK bertanggung jawab kepada publik atas pelaksanaan tugasnya dan melaporkannya secara terbuka kepada Presiden, DPR dan Badan Pemeriksa Keuangan. Kewajiban ini pun sudah meliputi wajib audit, serta membuka akses informasi.

Legislatif  yang diawasi oleh rakyat juga Badan Kehormatan, tetap saja kejeblos pada kasus-kasus korupsi. Sementara komisi-komisi negara yang lain juga cukup diawasi oleh komite etik masing-masing, tanpa perlu membentuk dewan pengawas secara khusus. Jadi sebetulnya untuk apa membuat kalau semua tugas yang diniatkan itu sudah melekat ?

Independensi KPK,
Bahasan lama, jadi teringat pandangan Emerson Yuntho, “Ini mata-mata DPR, sebagai salah satu upaya mengontrol KPK,” ujar anggota Badan Pekerja ICW, (Koran Tempo, 13 Maret 2012). Namun sekarang ini, Apakah telah dalam keadaan yang tepat? Saat rekam jejak hubungan KPK dengan DPR dan Instansi Pemerintah yang jauh dari harmonis, sejauhmana semangat itu sekarang? Saat ini  layakkah seandainya kemudian DPR dan pemerintah berkonspirasi jahat merekayasa Dewan Pengawas?

Terlepas itu, Saya sangat setuju pembentukan Dewan Pengawas KPK. Tentunya dengan komprehensif, karena tanpa Dewan Pengawas yang dirancang dengan baik, pembusukan internal KPK yang telah, sedang, dan sangat mungkin terjadi di masa depan akan terus dilakukan. Tentu Saya sebagai masyarakat sipil pasti akan siap menolak rancangan revisi Undang-Undang KPK tersebut. Pada dasarnya Revisi itu untuk menguatkan dan memperbaiki, jauh dari unsur mempreteli kewenangan demi kewenangan menuju hukum yang berkeadilan._*

 

Sumber:
Lihat,  Roby Arya Brata, ANALIS ANTIKORUPSI, HUKUM, DAN KEBIJAKAN
Lihat, Fiddy Anggriawan – Okezone news.com, 24 September 2012,” “DPR Akan Bentuk Dewan Pengawas KPK”
Lihat, Arry Anggadha, Nila Chrisna Yulika, VIVA.co.id,”KPK Akan Diawasi Dewan Pengawas”
Gambar Save KPK :ocemadril.wordpress.com



Komentar

Postingan Populer