Belajar dari ”Kumis” dan “Kotak-Kotak”

Belajar dari  ”Kumis” dan “Kotak-Kotak”

                                                                                                                    (Gmbr:pilkada dki)
 
Sekarang ini masyarakat telah disuguhkan euphoria Pemilukada DKI Jakarta. Dalam kalkulasi politik dan hitungan di atas kertas pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli sebelumnya, hampir dapat dipastikan akan memenangi Pemilukada tapi ternyata dalam realitas politik ternyata pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahja Purnama yang memenangi Pemilukada versi Quick Count. Banyak pihak melihat kemenangan dan kekalahan ini bukti hasil pengujian eksistensi partai politik dan figur politik dalam memberikan dukungan.
Lantas, Bagaimana fungsi, tugas dan peranan partai politik? Apakah kini mereka tengah mengevaluasi alasan ke-tidak berhasilan partainya? Apakah figur politik mutlak memberikan dukungan terbesar ? Apakah pasangan dukungan mayoritas parpol tidak dikehendaki oleh masyarakat? Apakah ini menunjukkan kekuatan koalisi dengan oposisi sekarang? Apakah ini pelarian kejenuhan masyarakat politik semata? Apakah ini berkorelasi mutlak dengan Pemilu 2014 nanti?
Memang terlalu dini, masih ada penetapan resmi dari KPUD atau bahkan upaya hukum pelanggaran Pemilukada lewat Mahkamah Konstitusi (MK) bila ada. Proses demokrasi sebagai ranah partisipasi politik langsung rakyat masih menunggu prosedur hukum yang mengaturnya. Harus diakui, sangat kuat hubungan ketergantungan hukum dengan politik dalam menciptakan pemimpin yang kompeten, bertanggung-jawab, berintegritas dan negarawan tentunya meski sangat abstrak.  

“..Ilmu Politik diibaratkan sebagai daging-daging yang melekat disekitarnya..”
Belajar dari Pemilukada DKI dan lainnya, hukum tidak akan terlepas dengan ilmu politik. Ilmu Politik melahirkan manusia-manusia, Hukum Tata Negara sebaliknya Hukum Tata Negara merumuskan dasar dari perilaku politik/kekuasaan. Menurut Barents dalam bukunya De Wetenshap der Politiek, diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia kurang lebih berarti : Ibarat tubuh manusia, ilmu Hukum Tata Negara diumpamakan sebagai kerangka tulang belulangnya, sedangkan Ilmu Politik diibaratkan sebagai daging-daging yang melekat disekitarnya (het vlees er omheen beziet). Oleh sebab itu, untuk mempelajari hukum tata negara, terlebih dahulu kita memerlukan ilmu politik sebagai pengantar untuk mengetahui apa yang ada dibalik daging-daging disekitar kerangka tubuh manusia yang hendak diteliti.

Krisis Kepercayaan dan Arah Politik Hukum
Dari moment pemilu, begitu banyak beragam keluhan; kepemimpinan sekarang sebagian besar sudah tidak murni bertujuan mensejahterakan rakyat, sibuk mencari keuntungan diri sendiri dan golongannya, tidak segan-segan mengobral janji-janji manis, bahkan korup. Krisis kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan calon pemerintah baru seharusnya menjadi salah satu bentuk evaluasi kinerja pemerintah kedepannya. Rakyat saat ini mulai merindukan sosok negarawan Indonesia awal kemerdekaan yang lebih mengutamakan kepentingan negaranya. Berintegritas diri, apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan benar-benar sesuai norma dan aturan yang berlaku.

Ditengah kondisi demikian, kemana Politik Hukum melangkah? Sudahkah ke tujuan? Ataukah berbalik tujuan? Menurut Padmo Wahjono, politik hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi hukum yang akan dibentuk. Mochtar Kusumaamadja politik hukum merupakan kebijakan hukum dan perundang-undangan, sedangkan Logemen mengatakan: “politik hukum menentukan apa yang berlaku sebagai hukum positif itu sendiri”. Norma hukum tertentu yang berlaku disini dan kini mengandung keperluan sedikit banyak memihak pada norma itu, dan mau tidak mau merupakan suatu perbuatan politik hukum.

Pada prinsipnya hubungan hukum dan politik telah diatur dalam Sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah dicantumkan dalam Penjelasan UUD 1945 diantaranya menyatakan prinsip “Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar).
Sengaja bahasan diperluas, untuk berkaca dari euphoria Pemilukada DKI. Tak hanya berkutat pada persoalan “Kumis” dan “Kotak-kotak”, melainkan  melihat sedikit lebih bijak atas politik, hukum dengan segala kompleksitasnya dimasyarakat.   


 
Lili Rasyidi & Ira Rasyidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Cet. ke VIII, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 58
-Sorjono Soekanto, Mengenal Sosiologi Hukum. PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hlm.
 -Satjipto.R, Ilmu Hukum,Alumni Bandung, Bandung, 1982, hal. 310.
-Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 160.
 - Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cet. ke 27, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005, hlm. 118.
-Trijaya.blogspot.com


Komentar

Postingan Populer